Mohon tunggu...
KOMENTAR
Trip Pilihan

Mengunjungi Wisata Religi Tuan Guru Sapat

22 Maret 2023   15:10 Diperbarui: 22 Maret 2023   15:19 381 8
TERPENCIL dan jauh dari kota Tembilahan. Untuk datang ke sana ditempuh sekitar 20 menit dengan speedboat berkecepatan tinggi.

Namun, Kampung Hidayat di Desa Teluk Dalam, Kecamatan Kuala Indragiri (Kuindra), Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) selalu ramai dikunjungi. Apalagi pada Sabtu, Ahad, dan hari libur lainnya.

Untuk menyambut kedatangan tamu yang turun dari perahu, warga menyiapkan puluhan kendaraan bermotor ojek. Setiap ojek diatur jadwal keluar masuknya di papan tulis besar. Tarif ojek Rp 10 ribu sekali antar.

Kampung Hidayat telah menjadi kawasan wisata religi yang cukup ramai. Penjual souvenir tampak berderet di tepi jalan masuk. Mirip di Bali, Yogya, atau Tomok di tepi Danau Toba.

Wisatawan yang datang berasal dari berbagai penjuru. Dari Kalimantan, Malaysia, Singapura, dan sebagainya.

Sebuah mesjid besar menyambut kedatangan wisatawan. Tidak ada tempat pemandian atau tempat peristirahatan yang nyaman. Berbelok ke kiri, di ujung jalan justru terdapat bangunan lain mirip mesjid dalam ukuran lebih kecil.

Di dalam bangunan inilah terdapat makam  Tuan Guru Syekh Abdurrahman Siddiq atau yang akrab disapa Tuan Guru Sapat. Ia merupakan guru agama dan mufti Kesultanan Indragiri Riau yang cukup tersohor. Banyak memiliki murid yang berasal dari negeri Malaysia, Singapura, Kalimantan, Jambi dan Palembang.

Dilahirkan di kampung Dalam Pagar, Martapura, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan pada tahun 1867 M (1284H). Guru Sapat adalah ulama asal tanah Banjar keturunan dari Syekh Arsyad Al Banjary atau Datu Kelampayan.

Sebelum menetap di Sapat, Indragiri Hilir, ia sempat  merantau ke Padang  menemui pamannya As"ad. Di sana ia menjadi penyepuh emas sembari berdakwah ke pelosok Sumatera Barat berbekal ilmu agama yang telah didapatkannya di Pesantren sewaktu kecil.

Pada 1886 ia memutuskan ke Mekkah untuk lebih mendalami ilmu agama. Tujuh tahun kemudian Tuan Guru pulang ke kampung halaman di tanah Banjar Kalimantan Selatan. Lalu ke Bangka Belitung menemui ayahnya, Muhammad Affif, yang merantau ke sana.

Pada 1890-an Tuan Guru tiba di Sapat, Indragiri Hilir atas ajakan seorang saudagar asal Indragiri. Tak lama bermukim di sana, Sultan Indragiri, kemudian mengajaknya menjadi mufti di kesultanan itu. Demi kepentingan syiar agama Islam, Tuan Guru bersedia dengan syarat ia tetap tinggal di Sapat dan tidak mau menerima gaji dari kerajaan. Ia mulai jadi mufti sejak 1327 H/1910  hingga tahun 1354 H/1935 M. Ia tutup usia pada 4 Sya'ban 1358 H / 18 September 1939 M.

Di tengah kesibukannya Tuan Guru menjadi pelopor sistem trio tata air untuk perkebunan kelapa rakyat. Ia pun masih sempat  menulis banyak karya seputar sosial-keagamaan. Seperti
Asrr al-Shalh min 'iddat Kutub al-Mu'tamidah (1320 H/1902 M); Al-Tadzkirat Linafs wa Liqshrin Mitsl (1324 H/ 1906); 'Amal Ma'rifat Serta Taqrr (1332 H/ 1914 M); Syar Ibrt dan Khabbar Qiymat (1332 H/ 1914 M); Pelajaran Kanak-kanak Pada Agama Islam (1334 H/ 1915 M); 'Aqa'id al-Imn (1338 H/ 1919 M); Majmu' al-Ayt wa al-Ahdits f Fadhil al-'Ilm wa al-'Ulama wa al-Muta'allimin wa al-Mustami'in (1345 H/ 1927 M); Syajarat al-Arsyadiyah al-Banjariyah wam ul-Hiqabiha (1350 H/ 1932 M); Takmilat Qaul al-Mukhtashar (1351 H/ 1932 M); dan Mauizhat Linafs wa Liamtsl min al-Ikhwn (1355 H/ 1936 M).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun