Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kasus Siti Bocah Penjual Bakso : Perlu Perencanaan Komprehensif dan Terpadu

9 Maret 2012   04:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:19 2915 5

Saya terharu dan bahagia, ketika tulisan saya tentang Siti, bocah yatim usia 7 tahun yang terpaksa berjualan bakso keliling kampung demi bertahan hidup, ternyata mendapat sambutan luar biasa dari Kompasianers. Niat awal menulis tentang itu memang untuk mengetuk hati pembaca. Sebab keinginan saya membantu Siti yang terbatasi oleh kemampuan finansial saya yang tak seberapa, membuat saya harus putar otak untuk menggaet lebih banyak lagi simpatisan. Kalau sekedar membelikan Siti sepasang sepatu dan sebuah tas sekolah serta beberapa potong baju bekas pantas pakai, rasanya semua itu tak menyelesaikan akar masalahnya : kemiskinan akut, ketiadaan penghasilan dan ketidakjelasan kesinambungan pendidikan Siti.

Bertolak dari pemikiran itu maka saya menggandeng Rumah Zakat untuk secara teknis memberikan bantuan dan bimbingan mengenai penyaluran dana yang terkumpul. Dan karena ini adalah “proyek” todongan saya ke Rumah Zakat, maka saya janji pada Rumah Zakat akan mencarikan donatur sebanyak-banyaknya. Jujur saja saat itu saya belum tahu akan terkumpul berapa dan akan mengajak siapa saja. Hanya segumpal optimisme besar yang mendorong saya untuk langsung memulai pagi itu juga menulis di grup-grup BBM, di Facebook dan di Kompasiana.

Ternyata optimisme saya membuahkan hasil. Tulisan di Kompasiana kemudian bergulir dan di share ke 600-an akun FB dan 30-an akun Twitter. Yang tak saya duga kemudian di-copas oleh seorang Kaskuser dan menggelinding bak bola salju di Kaskus (disini : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=13426271). Terus terang saya berterimakasih sekali kepada Mr. X yang telah meneruskannya di Kaskus. Juga ada Kompasianer Bapak Suryokoco Suryoputro (www.kompasiana.com/suryokocoadiprawiro) yang kemudian meng-copas di situs ini : http://www.desamerdeka.com/newsflash/2012/03/siti-bocah-yatim-harus-jualan-bakso-dengan-upah-rp-2000-sehari/.

Apapun bentuk dukungan pembaca, saya terharu dengan partisipasinya. Ini menyadarkan saya ternyata kita bangsa yang punya rasa solidaritas tinggi, toleransi, gotong royong dan kepedulian sosial yang tinggi, seperti dalam pelajaran PMP tahun ’80-an. Karakter bangsa yang mulia itu masih melekat kuat. Kemarin pagi saya mendapatkan email berisi kata-kata bijak : “lebih baik mampu menyalakan sebuah lilin dari pada mengeluhkan kegelapan”. Setidaknya dalam kasus Siti ini, kita berhenti menghujat Pemerintah dan DPR, tapi mulai menyalakan lilin yang kemudian membakar lilin-lilin lainnya sampai menyala terang. Semoga saja kelak Pemerintah Pusat dan Daerah serta DPR dan DPRD “silau” dengan cahaya lilin yang dinyalakan secara swadaya oleh masyarakat. Kita telah bertransformasi menjadi masyarakat yang mampu mengelola masalah di negeri auto pilot!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun