Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Guru (di) Indonesia

2 September 2014   07:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:51 53 0
Guru.

Sebuah profesi dimana seseorang yang menyandangnya akan digugu dan ditiru.

Sebuah profesi yang (katanya) mulia dan tanpa tanda jasa.

Sebuah profesi yang (katanya) bayarannya adalah pahala dan tiket menuju surga-Nya.

Sebuah profesi yang (katanya) mencerdaskan anak bangsa

Sebuah profesi yang (katanya) mencetak generasi muda suatu bangsa.

Tulisan ini adalah sebuah potret realita dimana sebuah profesi yang demikian mulia ini menjadi sebuah anomali. Sebuah kondisi yang kontras di tengah tuntutan dan harapan bangsa akan sebuah profesi guru.

Seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan pedagogik, kebahasaan yang baik serta kepemilikan moral tingkat tinggi.

Seorang guru wajib memiliki kemampuan untuk menguasai kelas, materi akan mata pelajaran yang diampu, dan mampu menganalisa dan menilai kemampuan seorang siswa.

Seorang guru juga wajib menganalisa kurikulum, membuat silabus (pada kur 2006, pada kur 2013, pemerintah sudah menyiapkan silabus), mempersiapkan materi pembelajaran per pertemuan, menganalisa butir-butir soal, dan menyampaikan hasil pembelajaran siswa kepada orang tua murid.

Seorang guru SMK, selain mengajar, juga mempunyai kewajiban untuk mampu mengampu jabatan struktural untuk meningkatkan kemampuan manajerial, membina hubungan yang baik dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri

dan, masih banyak lagi kemampuan-kemampuan "wajib" lain yang harus dimiliki oleh seorang guru.

Tapi layaknya seorang superman yang akan menjadi lemah ketika dekat dengan kryptonite,

seorang guru juga mempunyai banyak kelemahan,

dimana dengan alasan kelemahan tersebut, maka...

Seperti kutipan lirik pada  lagu "Guru Oemar Bakri" karangan Iwan Fals, "Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri"

Seorang guru (di) Indonesia digaji dengan perhitungan mengajar sebulan dibayar seminggu. Artinya, ketika guru mempunyai beban mengajar 10 jam seminggu, dan honor per jam adalah Rp. 25.000, maka gaji yang dibayarkan adalah 10 x Rp. 25.000= Rp. 250.000, bukan 10 jam (seminggu) x 4 minggu (sebulan) x Rp. 25.000. :P

Is it fair? ask to yourself.

When us, Indonesian teacher, asking about our own rights. We are being faced to the reality that the school can't afford to pay us. Even us, Indonesian teacher, has no rights to negotiate about our own fare. We are professionals, but we don't have the privilege to decide how much we have to be paid. We have to surrender the obligation to the power of the school's management. We have to understand, hence, that the school-especially public school, has a limited budget.

FYI, I'm speaking about a non PNS teacher. Which is usually known as "honorer". I don't know whether the "honor" means a real honor or pride. As far as I know, it is a taboo if we complain about our salary.

Ketika seorang guru berbicara tentang gaji, maka ia akan dinilai tidak ikhlas.

Ketika kami menjadi seorang guru maka kami dianggap telah memahami segala situasi, kondisi dan konsekuensi akan pilihan hidup kami.

Sometimes they said... you do have a choice, just take it or leave it.

I'm asking you now...

Jika semua guru "dipaksa" ikhlas dan menerima semua perlakuan seperti ini.. maka bagaimana nasib siswa, di sekolah negeri khususnya?

Memang kami bisa memilih. Bahkan saya sering sekali menerima pertanyaan, "Ibu, kenapa ibu mau mengajar di sekolah? sepertinya ibu lebih pantas kerja di kantor swasta"

Jawaban saya hanya satu.

"kalau saya ngantor, lah yang ngajar kalian siapa?"

Simple.

Mungkin akan ada guru honorer/PNS lain yang akan mengajar mereka.

Tapi jika kami, para guru honorer, hanya mementingkan kehidupan kami tanpa memperdulikan kebutuhan siswa akan guru yang memadai, apa kami harus berhenti hanya karena soal rupiah?

jadi apa yang membuat kami tetap bertahan?

Senyum para siswa ketika mereka berhasil mencapai kompetensi tertentu. Ada kepuasan batin tersendiri disana.

Ketika kami merasa bermanfaat bagi orang lain

Ketika kami mengetahui bahwa siswa/i kami telah berhasil bekerja/ berwiraswasta dan menggapai mimpi-mimpi mereka

Ketika kami mendengar ucapan "terima kasih" dari orang tua siswa

Ketika kami menjadi orang yang menjadi inspirasi mereka.

Itulah kenapa kami bertahan.

Soal gaji, biarlah yang berwenang yang menentukan. Tapi tolong, jangan kami tetap dijadikan sapi perah yang wajib memiliki segudang kemampuan namun melupakan fakta bahwa kami hanya manusia biasa yang mempunyai kebutuhan akan standar hidup yang layak.

Kami sadar, posisi kami di kota besar masih sangat beruntung bila dibandingkan dengan rekan-rekan kami di pedalaman Indonesia ataupun daerah perbatasan sana.

Just... give us a chance.. to keep inspire our students, and give the best quality of life to our children.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun