Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Jokowi Si Tukang Kayu

1 Agustus 2012   03:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:22 3417 5

Ahir-ahir ini begitu ramai orang membicarakan tentang Jokowi terkait pencalonannya menjadi gubernur DKI Jakarta. Berawal dari kesuksesannya mengelola kota Solo dengan gebrakan-gebrakan kebijakan yang dinilai sangat pro rakyat, perselisihan dengan atasannya sendiri di Jawa Tengah, Bibit Waluyo yang seorang gubernur mengakatan Jokowi walikota yang bodoh karena menolak rencana pembangunan mal baru, dan dilanjutkan dengan mempopulerkan sebuah mobil garapan siswa SMK yang beliau canangkan sebagai mobil nasional “ESEMKA” yang juga semakin menambah kepopuleran nama Jokowi, sampai ahirnya beliau dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Di tengah kesuksesannya sebagai seorang wali kota, siapa yang menyangka bahwa kehidupan Joko Widodo yang lebih dikenal dengan nama Jokowi tak semengkilat kesuksesan jabatannya sekarang. Jokowi terlahir dari sebuah keluarga sangat sederhana, ayahnya hanya seorang pekerja serabutan yang gonta-ganti pekerjaan guna menghidupi keluargannya, dari menjadi seorang sopir angkot sampai ahirnya mencoba keberuntungan menjadi tukang/penjual kayu kecil-kecilan. Oleh kedua orang tuanya, Jokowi diajak hidup di bantaran sungai dengan cara mengontrak gubuk kecil bahkan rela harus berpindah rumah beberapa kali akibat kontrakannya di gusur oleh pemerintah kota Solo waktu itu. Menariknya, segala keprihatinan hidup tersebut tidak membuat Jokowi kecil berpangku tangan menunggu belas kasihan dari orang lain. Maka tidak heran jika ketika menjadi walikota beliau selalu berpihak kepada wong cillik, seperti dalam kasus pemindahan pedagang kaki lima, beliau tidak menggunakan kekerasan seperti dengan mengerahkan pentungan dari satpol PP pada umumnya, beliau rela menjamu para PKL sebanyak 54 kali makan siang guna berdialog mengajak PKL mau direlokasi, bahkan meski harus sowan ke beberapa rumah PKL yang masih menolak sampai ahirnya 100% bersedia pindah. Dan menariknya, guna menghindari kekerasan kepada PKL, Jokowi hendak membubarkan satpop PP jika memang tidak ada aturan yang mengharuskan setiap daerah mempunyai satpol PP. Guna merubah image dari satpol PP yang bringas, main tangkap dan pukul, Jokowi mengkandangkan semua atribut kekerasan seperti pentungan, bahkan mengganti komandan yang awalnya dipegang laki-laki berwajah seram menjadi wanita berparas cantik. Semua itu dilatarbelakangi dari pengalaman kehidupannya sebagai rakyat kecil yang pernah digusur secara paksa.

Pelan tapi pasti, Jokowi muda terus berkerja keras menggapai impian. Setelah lulus dari fakultas kehutanan Universitas Gajah Mada, Jokowi muda bekerja di salah satu BUMN di daerah Aceh. Berkat kegigihan dan kepintarannya, Jokowi sempat menduduki jabatan setingkat manager di BUMN tersebut. Setelah sekitar dua tahun bekerja, Jokowi yang memang dari kecil sering menjadi langganan juara kelas ini memutuskan untuk keluar dikarenakan istrinya, Iriana mengandung anak pertama mereka. Bersama istrinya Jokowi memutuskan untuk pulang kampung ke solo dan memulai bisnis kayunya. Jokowi mengawali bisnis dengan ikut bekerja kepada pakdenya, setelah cukup mantap ahirnya Jokowi memutuskan membuka usaha sendiri. Bermodalkan utang dengan jaminan sertifikat tanah orangtua, Jokowi dibantu beberapa tenaga kerja Jokowi merintis usaha mebel, awalnya hanya melayani kanan-kiri saja namun seiring berjalannya waktu usaha mulai berkembang sehingga tak jarang Jokowi harus bermalam berhari-hari di bengkel kerjanya guna menyelesaikan orderan yang sampai ahirnya menjangkau pasar ekspor.

Jangan dikira usaha Jokowi berjalan mulus, karena beberapa kali jatuh juga beliau alami. Pernah suatu ketika di tipu pembeli, barang yang sudah dipesan tidak dibayar. Perusahaannya habis-habisan sempat sampai usaha tidak bisa beroperasi selama delapan bulan karena merugi. Pelan tapi pasti, usaha dapat berjalan lagi. “itulah suka dukanya berbisnis, jatuh bangun sudah biasa” paparnya.

“Kecelakaan” jadi walikota

Seorang tukang kayu jadi walikota? Jokowi mengganggap itu sebagai senuah kecelakaan. Sejak mudak, yang ada di benak Jokowi adalah menjadi pengusaha mebel. Dia tidak pernah berpikir menjadi politisi atau pejabat seperti sekarang. “wah kalau cita-cita banyak. Nggak kehitunglah. Ya hidup itu berlimpah, tapi jangan tinggi-tinggi, kata orang jatuh sakit…ha … ha…ha. Bisa seperti ini, jadi walikota tidak kepikiran. Ini kecelakaan.” katanya. Bahkan hingga sekarang, Jokowi masih tidak percaya jika menjadi seorang pejabat. Dia hanya menjalani apa yang harus di jalani imbuhnya.

Ketika Jokowi masuk jalur politik, anggota keluarganya terutama anak-anaknya sebenarnya tidak sependapat. Tapi karena sudah menjadi pilihan bapaknya, merekapun turut mendukung pilihan bapaknya tersebut. “Ketika bapak memilih jalur politik, kami anak-anaknya sebenarnya tidak setuju dengan itu, dunia politik isinya orang-orang seperti itu. Sampai sekarang pun kami sebenarnya tidak sependapat, termasuk maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta.” ujar Gibran Rakabuming, anak sulungnya.

Meski untuk terjun ke dunia politik sampai sekarang tidak diretui anak-anaknya, Jokowi melawan arus. Baginya tidak ada yang tidak mungkin, selagi itu rasional. Termasuk mengubah image bahwa politik tidak selamanya kotor. Begitulah Jokowi, karena sejak awalnya beliau terjun ke politik benar-benar untuk mengabdi pada rakyat. Bahkan honor selama menjabat sebagai walikota Solo pun tak pernah beliau ambil. “…memang sudah niatnya sejak awal begitu kok. Ini kan pengabdian, jadi ya tidak perlu digaji. Kalau Cuma buat beli nasi, kami juga masih ada uang. Jadi ya semua untuk pengabdian saja.” ujar istrinya, Iriana. “berusaha sederhana dalam kesederhanaan.” Begitulah Jokowi berusaha menerapkannya dalam kehidupan dan karier politiknya.

Layaknya sebuah gado-gado, buku ini berisi berbagai macam sisi kehidupan dari Jokowi dari masa kecil hingga saat ini dicalonkan menjadi gubernur DKI Jakarta. Buku yang ditulis oleh tim penulis joglosemar,media pemberitaan lokal jogja, solo, semarang, dan sekitarnya ini menyajikannya dengan gaya sepontan, bisa dikatakan sistem penyajian isinya belum begitu runtun. Pembaca diajak membaca yang apa memang sudah ditulis dari data-data yang telah berhasil dihimpun. Jauh dari sebuah biografi, buku ini hanya menyampaikan bagian-bagian kecil dari perjalanan hidup Jokowi secara umum dan menyeluruh dari masa kanak-kanak hingga saat ini termasuk hiruk-pikutnya di dunia politik.

Judul buku: Gado-Gado Kerikil Jokowi

Halaman: 196 halaman

Penulis: Anas Syahirul A., dkk.

Penerbit: Galangpress, Yogyakarta

Tahun: 2012

NB: Maaf ya kalau postingnya salah alamat, memang disengaja,,,, ^_^ habis rame sih disini, ada yang cakar-cakaran, ada yang jambak-jambakan, ada yang adu jotos bahkan ada yang adu muka sekalipun (belum nyadar apa ya kalau mukanya jelek,,, :-D ),,,,,, O ada yang sedang nonton sepak bola juga to,,,, eh malah ada andre, sule, ajiz-nya juga…..hehe

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun