Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Biro Harga: Pengendalian Harga Pasar Ala China

18 Juni 2010   08:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:27 390 0
(Boks Artikel pada Bagian Keempat dari Enam Tulisan Seri Tolak ACFTA)

Oleh Ilham Q. Moehiddin

Pemerintah harus mengendalikan harga pasar. Maksud saya, "benar-benar mengendalikan harga". Bukan model operasi pasar yang kerap dilakukan pemerintah saat ini. Model kerja pemerintah seperti itu, tidak menjamin kepentingan masyarakat terhadap harga. Malah terlihat jelas, bahwa operasi pasar pemerintah hanya sekadar hendak memastikan kondisi aman saat ada manuver pedagang menaikkan harga; agar tidak kacau, tidak grasa-grusu.

***

OPERASI Pasar. Dua kata itu benar-benar mengelitik. Apa maksud pemerintah dengan dua kata itu? Sebab mendengar penjelasan soal dua kata ini, dan dengan melihat aplikasinya sangat jauh berbeda. Bahkan tidak nyambung sama sekali.

Menurut terminologi pemerintah (dalam hal ini; Badan Urusan Logistik dan Departemen Perdagangan RI), operasi pasar, adalah operasi yang dilakukan pemerintah untuk melihat kondisi harga kebutuhan pokok di pasar-pasar, baik pasar tradisional dan pasar modern, untuk mengantisipasi gejolak akibat kenaikan tersebut sehubungan daya beli masyarakat. Dan, dilakukan secara dadakan.

Padahal, dahulu, ketika pertama kali mendengar dua kata itu, saya menduga pemerintah akan ke pasar-pasar, meneliti harga-harga. Jika mereka menemukan harga yang naik secara tidak normal, mereka akan menindak pedagang yang bersangkutan, lalu kembali menormalkan harga yang terlanjur naik tadi. Saya selalu senang, jika dahulu saya diminta redaktur meliput soal ini. Tetapi, lalu gairah saya menurun ketika menemukan kondisi yang sebenanrnya, diluar perkiraan saya itu.

Memang, pada implementasinya, toh harga di pasar-pasar tetap naik juga. Toh masyarakat tetap kesulitan ketika pedagang menaikkan harga kebutuhan pokok. Ketika pemerintah melakukan operasi pasar, mereka mendapati harga-harga kebutuhan pokok tetap stabil, tetapi begitu mereka meninggalkan pasar, harga-harga kembali tinggi. Ini tentu sangat meresahkan.

Saya tentu, tetap akan mengaitkan ini dengan kondisi masyarakat Indonesia di level bawah, dan mencoba mencari pembenaran atas dugaan saya; jika ini tidak diantisipasi dari awal, di tengah rencana pemerintah maju ke panel pasar bebas, tentu akibatnya bisa diluar dugaan. Masyarakat bisa-bisa tambah melarat alias miskin alias terjepit. Nah, kacau kan jadinya...

PNS Naik Gaji, Harga Sembako Meroket

Kenyataan ini bahkan sudah menjadi lazim, jika ada isu pemerintah akan menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS), sepekan sebelum isu itu pungkas, harga-harga sembako di pasar-pasar langsung meroket, tak terkendali.

Biasanya, ibu saya, yang guru PNS di sebuah sekolah dasar di Kendari itu, langsung mengomel panjang lebar. Komentarnya pedas soal ini. Tentunya tidak sambil memaki. Ibu saya tidak pernah berkata kasar. Makanya, jika pulang dari pasar, tidak cuma pedagang, kebijakan pemerintah yang tidak tegas pun ikut dia komentari. Kakak perempuan saya, yang PNS juga, ikut nimbrung. Akhirnya, ramai mereka sahut menyahut.

Nah, di rumah kami saja seperti itu, bagaimana di rumah-rumah lainnya, yang pemiliknya senasib dengan ibu saya? Ini kenyataan yang sulit disembunyikan. Bahwa pemerintah kesulitan mengendalikan harga pasar, memang demikian adanya. Untuk soal ini, sepertinya, pemerintah harus melakukan manuver ekstrem, bertindak keras.

Saya teringat pada China. Negeri Tirai Bambu itu, patut dicontoh dalam mengendalikan harga-harga di pasar-pasar negara mereka. Berbeda dengan praktek ekonomi di negara-negara Barat, terlebih di Indonesia, otoritas perdagangan pemerintahan China punya kantor khusus yang disebut Biro Harga.

Biro itu bertanggung jawab menetapkan kebijakan harga pasar dan memantau pelaksanaannya. Meskipun harga produk atau jasa dapat ditentukan oleh perusahaan, masing-masing perusahaan atau usaha patungan China harus melaporkan rencana harga yang akan diberlakukan kepada Biro Harga untuk dipertimbangkan.

Pemerintah pusat China berpendapat, harga barang dan jasa harus diukur dan dikendalikan agar ketidakpuasan politis terhadap reformasi ekonomi dapat diketahui dan dihindari. Menurut pemerintah China, "kepanikan masyarakat" terhadap harga tidak boleh tidak, harus dihindari. "Kepanikan", kata mereka, dapat mempercepat hiperinflasi dan menurunkan nilai mata uang.

Oleh karena itu, para pejabat Biro Harga harus melaksanakan tugas mereka dengan bersungguh-sungguh. Selain mengerjakan beberapa kegiatan lain, setiap tahun Biro Harga mencocokkan berbagai komoditi di pasar dengan harga yang ditetapkan pemerintah dan melaporkan hasilnya. Selain harga makanan (sembako), dan barang lainnya (rokok, minuman keras, dan lain-lain), Biro Harga secara teratur memeriksa biaya-biaya yang terkait dengan jasa seperti pariwisata dan angkutan (distribusi).

Biro Harga memiliki hak yang ditetapkan oleh undang-undang untuk mengenakan denda (yang terberat adalah sanksi hukuman kurungan) kepada seseorang yang menetapkan harga produk atau jasa di luar aturan harga resmi. Selain harga, macam atau ragam produk dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan asing atau usaha patungan juga berada di bawah kekuasaan hukum administrasi Biro Harga.

Jika Anda memasok produk atau jasa ke pasar China maka hubungan dengan Biro Harga tidak dapat dihindari. Pada Mei 1998, undang-undang harga yang pertama mulai berlaku di China. Aturan itu menentukan bahwa harga komoditi harus disesuaikan dengan penawaran dan permintaan pasar, tetapi jika diperlukan pemerintah pusat masih berhak mengendalikan harga, terutama harga barang-barang kebutuhan pokok. (Bab Enam: Pejabat Pemerintah Cina; Buku Menembus Pasar Cina; Yuan Wang, Rob Goodfellow, Xin Sheng Zhang).

Pemerintah China sangat peka dengan potensi pergolakan yang mungkin timbul dari hal-hal, yang oleh negara lain dianggap remeh. Biro Harga yang mereka bentuk, bertindak penuh atas nama rakyat dan undang-undang serta pemerintah. Rakyat tidak boleh "panik" akibat kenaikan harga. Sebab "kepanikan" akan mendorong pada instabilitas keamanan dan politis. Ini harus dihindari.

Bahkan, Biro Harga juga menentukan seberapa besar ongkos distribusi suatu barang dan jasa, lalu menentukan harga barang dan jasa yang didistribusikan itu, hingga barang dan jasa yang harus dibayar masyarakat sesuai dengan pendapatan mainimumnya. Jika ada yang tidak patuh terhadap kebijakan Biro Harga, mereka tidak segan-segan menangkap para pelanggar atas nama konstitusi dan dituduh "hendak mengacaukan kondisi rakyat" alias dianggap hendak makar.

Peraturan harga itu tidak terkecuali juga berlaku bagi perusahaan swasta dan perusahaan swasta patungan. Jika tak suka dengan aturan ini, pemerintah mempersilahkan investor yang dianggap "tidak bisa menjamin kesejahteraan rakyat China" itu, untuk angkat kaki dari negara itu, untuk menghindari tindak nasionalisasi perusahaan dan asetnya, oleh pemerintah China.

Inilah yang menjawab mengapa ekonomi China mampu bergerak maju secepat itu. Masyarakat China kini hidup di atas rata-rata. Penduduk kaya negara Panda itu bertambah drastis. Semua itu dikarenakan ketegasan pemerintah mengontrol harga barang kebutuhan pokok dan harga lainnya, yang tentu saja bersinggungan langsung dengan rakyat kecil.

Pemerintah China beranggapan, jika mereka bisa menjamin kehidupan masyarakat kecil, maka pemerintah tinggal melaksanakan agenda besarnya saja. Terangkatnya kehidupan masyarakat kelas bawah akan menjamin ketahanan nasional; pemerintah akan memiliki banyak energi untuk memajukan sektor lain dan sektor riil-sebab masyarakat yang memotori sektor itu tidak dipusingkan lagi dengan masalah kebutuhan hidup mereka.

Perusahaan yang bergerak di bidang kebutuhan pokok masyarakat, harus benar-benar memegang kendali terhadap bahan baku dan biaya produksi barang mereka, untuk menghindari pemotongan harga oleh Biro Harga (seberapa pun perusahaan menentukan harga, Biro Harga akan tetap memotong harga produk mereka, dengan berpegang pada nilai rasional-yang perhitungannya ditentukan dari pendapatan paling minimum masyarakat China-barang atau jasa tersebut).

Pemerintah Indonesia jangan terlampau percaya diri berlebihan dengan panel Pasar Bebas. Pada panel ACFTA, Indonesia akan benar-benar berhadapan pada kekuatan ekonomi yang "terlatih". Ini fakta empirik yang akan membantu Anda mengetahui lebih dalam lagi, bagaimana kesiapan China dalam panel ACFTA.

Bahwa, sejak reformasi Pintu Terbuka pada 1978, pemerintah China sudah berusaha membentuk sistem ekonomi pasar bebas khas China. Salah satu unsur terkuat dalam model pasar bebas pada perekonomian China yang sedang tumbuh itu adalah pengawasan Partai Komunis (partai yang berkuasa) dan Pemerintah China terhadap berbagai bidang ekonomi.

Jadi penerapan pasar bebas di dalam negeri China sendiri, sudah dilakukan 32 tahun sebelum Indonesia menyetujui panel serupa yang diajukan WTO (dimotori negara-negara kapitalis). Betapa Indonesia jauh tertinggal dalam soal pasar bebas ini.

Meskipun usaha patungan yang telah terdaftar memiliki otonomi untuk mengawasi manajemen dan operasi perusahaan, masih banyak urusan yang ditentukan oleh pemerintah, dalam bentuk dukungan pemerintah. Mencari staf baru, memperoleh pinjaman dari bank, membeli bahan-bahan mentah yang langka, pengangkutan, telekomunikasi, dan bahkan persediaan air dan listrik, adalah kegiatan operasional yang melibatkan campur tangan pemerintah secara langsung. Baik pengusaha asing maupun China pemilik usaha patungan itu harus melakukan segala daya untuk mendapatkan dukungan pemerintah sesuai dengan kebutuhan tersebut.

***

Tidak ada yang baik dalam pasar bebas nanti. Saya tidak "ketakutan" dengan panel pasar yang akan membuat semua kondisi terbolik-balik itu. Saya hanya mengkhawatirkan banyak hal yang akan berimplikasi buruk pada masyarakat dan generasi Indonesia selanjutnya sehubungan dengan panel pasar bebas yang menyesatkan itu. Makanya, panel itu saya tolak sama sekali.

Akan tetapi, jika pemerintah, memang sudah berkeras hati untuk terus maju, saya hanya berharap pemerintah mau mempersiapkan masyarakat kelas bawah dulu, dari kemungkinan terburuk dari panel pasar bebas itu. Tidak dalam kerangka pasar bebas saja, masyarakat kecil Indonesia masih ada yang hidup "terengah-engah", kadang setiap hari harus was-was dengan harga kebutuhan pokok di pasar-pasar.

Gunakanlah indikator yang realistis; semisal jika masih ada masyarakat yang mati karena busung lapar, atau jika masih ada masyarakat yang makan aking dan daun ketela untuk mengganjal perut, atau jika masih ada anak Indonesia yang tidak dapat ke sekolah karena alasan yang beragam, atau jika masih ada masyarakat yang tidak bisa berobat karena tidak ada dana, maka sebaiknya urungkan niat Anda berlaga di pasar bebas.

Jangan menjadikan alasan, bahwa kehidupan sejahtera pada masyatakat justru akan terbangun kalau Indonesia ikut dalam Pasar Bebas.

Lho kok,...kenapa justru berharap masyarakat baru akan sejahtera setelah ikut pasar bebas? Itu sama saja "berharap menang perang setelah berada di medan perang". Bukankah lebih baik, mempersiapkan diri dengan mencukupi semua kebutuhan pokok masyarakatnya lebih dulu, kemudian baru maju ke pasar bebas. Itu artinya, "mantapkan strategi perang dulu, baru berangkat perang" Gitu lho...Ibu M. Elka Pangestu...

Tolak Pasar Bebas! No Free Trade! Ini lebih baik. []

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun