Mohon tunggu...
KOMENTAR
Seni Pilihan

Viral Farel dan Perjalanan Hobby Saya

30 Agustus 2022   01:47 Diperbarui: 30 Agustus 2022   01:55 913 8
Ternyata "hobby" tidak selamanya melekat sepanjang perjalanan hidup seseorang. Banyak juga artis cilik yang dulunya dikenal sebagai penyanyi setelah dewasa tidak lagi menggelutinya menjadi profesi, bahkan kini ada yang menjadi politisi.

Memang sebelum era disrupsi teknologi, untuk menjadi "artis" baik penyanyi atau pemeran film seakan eksklusif hanya mampu dilakukan oleh kalangan tertentu karena butuh menyiapkan biaya untuk kursus/les umum maupun privat yang tidak sedikit.

Lahir kemudian ajang kompetisi bakat diawali dengan Bintang Radio (1951) yang berkembang menjadi berbagai ragam nama kompetisi multi talenta seperti Puteri Indonesia (1992), Indonesia Idol (2004) yang diadopsi dari American Idol, Mamamia Show (2007), Idola Cilik (2008), Indonesia Mencari Bakat (2010), Indonesia's got Talent (2010), Gong Show (2010),

Master Chef Indonesia (2011), Stand Up Comedy Indonesia (2011), Boy & Girl Band Indonesia (2011), X Factor Indonesia (2012), Akademi Sahur Indonesia (2012), Hafiz Indonesia (2013), The Voice Indonesia (2013), D Academy (2014), Junior Master Chef Indonesia (2014), Rising Star Indonesia (2014), Indonesia Idol Junior (2014), Stang Up Liga Komunitas (2014), La Academia Junior Indonesia (2014),

D Academy Asia (2015), The Dance Icon Indonesia (2015), The Remix (2015), Just Duet (2016), The Voice Kids Indonesia (2016), Akademi Sahur Asia (2017), Liga Dangdut Indonesia (2018), Voice of Ramadan (2019), D Star (2019), Gong Show Indonesia (2019), Sekolah Stand Up Milenial (2019), Super 10 Indonesia (2019), The Great Megician (2019),

Dari Rumah Kita Bisa (2020), Syair Ramadan (2020), E Sport Star Indonesia (2020), Pop Academy (2020), Indonesia's Next Top Model (2020), The Next Didi Kempot (2021), The Next Influencer (2021), Rising Star Dangdut (2021), Sing Like Mama (2021), Duo Komedian (2021), The Vioce All Stars (2022) dan Koplo Superstar (2022).

Seiring dengan semakin banyaknya ajang kompetisi pencarian bakat serta didukung revolusi teknologi komputer dan aplikasi media sosial, kini setiap orang bisa menjadi "terkenal" baik sebagai blogger, citizen jurnalist, influencer, membuat konten kreatif (content creator) di platform digital seperti Facebook, Instagram, YouTube, TikTok dan lain-lain.

Maka dengan "terkenal" tentu bisa berdampak menghasilkan uang karena diukur dari jumlah follower, subscriber, viewer, dst.

Terlepas dari materi yang diupload apakah berupa hiburan musik original atau cover, film pendek, podcast bahkan hingga konten yang sama sekali sebenarnya tidak ada unsur edukasi karena memamerkan gaya hedonis (bukan motivator) hingga konten dengan narasi hoaks tanpa data (mengaburkan sejarah).

Berbagai macam konten berupa tulisan, foto dan video tersebut semua punya potensi menjadi viral karena memang heterogennya masyarakat Indonesia dengan populasi (jumlah penduduk) terbesar ke-4 di dunia.

Menurut laporan Hootsuite, tahun 2022 jumlah pengguna TikTok di Indonesia terbanyak ke-2 di dunia, pengguna Facebook terbanyak ke-3, pengguna YouTube terbanyak ke-3, pengguna Instagram terbanyak ke-4.

Sehingga media sosial bisa menjadi "kekuatan" yang menginspirasi sekaligus "ancaman" jika digunakan secara salah. Dalam posisi inilah dibutuhkan kearifan dalam menyaring sebuah konten di media sosial.

Seperti apa yang terjadi saat ini media sosial sebagai ruang publik viral oleh akun dengan konten yang "menyerang' Polri atas kasus "polisi tembak polisi" dengan narasi yang tidak berbasis data dan viralnya seorang pengamen anak SD "Farel Prayoga" yang membius seisi Istana Merdeka dengan lagu "Ojo Dibandingke" saat perayaan 77 tahun Kemerdekaan RI.

Tentu sosok Farel yang berasal dari pelosok kampung di timur pulau Jawa yang jauh dari "produk" eksklusif metropolitan telah menjadi salahsatu contoh begitu dasyatnya kekuatan media sosial yang melambungkan namanya sebagai "artis baru" dengan kualias vokal baik terlebih setelah diendorse oleh Presiden Jokowi tampil di Istana Merdeka.

Viralnya Farel ini seakan menjadi otokritik untuk pemerintah yang selama ini belum hadir secara nyata dalam menggali potensi talenta anak-anak muda Indonesia walaupun presiden telah menerbitkan Keppres Nomor 21 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas Manajemen Talenta Nasional.

Farel hanya salahsatu dari sekian banyak anak-anak Indonesia yang bertalenta. Karena kekuatan media sosial lah pemerintah menemukannya yang seharusnya pemerintahlah yang berperan menciptakan SDM bertalenta yang memiliki keunggulan di berbagai bidang.

Saya penguna TikTok mulai Desember 2021. Dan saya pertama kali tahu Farel di TikTok saat menyanyikan lagi "Ojo Ngece Kara Wong Ora Duwe". Disamping karena keajaiban suara vokalnya lagu itu saya suka karena kekuatan liriknya yang mengangkat petuah Jawa:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun