Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Tingginya budaya konsumtif di tengah arus globalisasi " Matinya budaya produktif "

10 Mei 2013   15:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:48 6133 0
Masyarakat Indonesia sekarang ini sebagai masyarakat yang sedang berada dalam keadaan transisional. Mereka sekarang sedang bergerak dari masyarakat agraris tradisional yang penuh dengan nuansa spiritualistik menuju masyarakat industri moderen yang materialistik. Ditengah masyarakat Indonesia, warna kehidupan masyarakat, sudah terasa dalam denyut jantung kehidupan masyarakat, walaupun corak kehidupan agraris tradisional tidak lenyap sama sekali. Dalam terminology keadaan Indonesia ini, dikategorikan sebagai masyarakat yang sedang bergerak dari bentuk masyarakat yang penuh solidaritas organik. Dalam kondisi seperti ini, kemungkinan akan muncul fenomena kegalauan budaya pada tingkat individu dan tingkat sosial.

Berbicara mengenai budaya konsumtif, di zaman yang super maju dalam konteks teknologi dan sarana prasarana, masyarakat seakan terbuai di dalamnya. Jika kita amati lingkungan sekitar kita khususnya di kota-kota besar segala fasilitas itu sudah tersedia. Semua kebutuhan seolah sudah tersedia untuk kita, tinggal kita mempunyai uang apa tidak untuk membeli semua itu.

Budaya konsumtif tidak dipahami hanya sebatas makanan saja, akan tetapi konteks budaya konsumtif sangat luas. Contohnya penggunaan listrik berlebih karena perabotan elektronik rumah yang sangat banyak, penggunaan air, pemakaian pulsa baik pulsa internet ataupun pulsa telepon, pembelian brand-brand mahal sebagai wujud dari eksistensi sosial, makanan dan minuman, dan masih banyak hal lainnya. Budaya konsumtif juga dapat diartikan sebagai perilaku masyarakat yang berorientasi kepada proses pemakaian atau proses mengonsumsi segala hal yang ada pada kebutuhan mereka tanpa memedulikan klasifikasi kebutuhan yaitu: Primer, Sekunder dan Tersier. Segalanya dapat dibeli tanpa memikirkan sesuatu itu perlu apa tidak bagi saya. Nilai guna tidak lagi penting di sini, nilai tanda atau sign value sebagai identitas sosial sangat dinomor satukan. Saya tidak suka nyanyi, suara saya tidak enak tapi saya karaokean saja, yang penting kumpul dan bisa senang-senang walau di akhir menyesal. Seringkali kasus seperti ini ditemukan pada masyarakat Urban atau perkotaan. Di mana segala fasilitas, bujukan media dan kemudahan dapat diperoleh dengan mudah.

Budaya urban kini telah melekat erat pada kehidupan di kota-kota besar di Indonesia. Gaya kehidupan yang sebelumnya tidak disebut sebagai budaya, namun telah merambah ke semua kalangan masyarakat yang tengah menjalani kehidupan di kota. Kota tak lagi berbudaya nenek moyang kita. Adat-istiadat seperti tata karma yang dulu dijaga oleh generasi pendahulu kian hari luntur oleh budaya-budaya baru yang memengaruhi kehidupan sehari-hari. Identitas sebagai masyarakat yang berbudaya bangsa Indonesia tidak lagi terjaga.

Tuntutan zaman yang semakin maju mau tak mau membuat masyarakat juga ikut mengikutinya. Karena asumsi publik mengatakan jika orang itu tidak mengikuti trendsetter maka dia akan dianggap Katrok atau ketinggalan zaman. Hal itulah yang membuat masyarakat mau tidak mau harus mengikuti pola hidup yang seperti itu.

Menurut Janianton Damanik, Mengapa budaya konsumtif mereka menggelora? Jawabnya ada pada faktor kendali diri dan daya kritik yang majal. Terbentuknya kelas menengah di negeri ini ternyata tidak melahirkan kelompok masya­rakat kritis.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun