Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Berbagi Nasi Menebar Kebaikan

14 Januari 2021   14:49 Diperbarui: 14 Januari 2021   14:54 1105 13
Rasanya bukan hanya saya saja yang merasa belum lengkap makan kalau belum berjumpa nasi. Sekalipun kita sudah menikmati makanan pengganti nasi, tetap ada rasa kurang kenyang.

Sangat familiar terdengar dalam keseharian kita khas orang Indonesia.

Kunyahan nasi putih yang hangat dan empuk merangsang otak kalau kita sudah makan yang kenyang. Jika ada yang bilang bisa tetap survive hanya dengan nasi putih dan kecap manis, saya percaya hal itu.

Di tempat yang berbeda, masih ada saudara kita yang sulit menemukan nasi. Sebab, nasi merupakan barang mewah bagi mereka.

Lapar itu Bahaya

Coba kita renungkan. Seorang pemulung yang sudah bergerak dari pagi hingga malam. Namun, hasil barang yang dikumpul saat dijual uangnya sedikit. Apalagi terakhir kali dia melihat nasi adalah kemarin.

Naluri orang tua demi anaknya mendapatkan makan, bisa saja dia gelap mata dan melakukan kriminalitas demi sebungkus nasi.

Dalam benaknya, yang penting hari ini keluarganya bisa makan. Besok dia akan memulung kembali. Jadi lapar itu bahaya bukan?

Jungkir Balik Tungku Selama Pandemi

Walau sudah berganti tahun baru, Covid-19 tidak mengenal kalender. Semakin hari, dampak pandemi ini mulai menggugurkan satu per satu para pejuang Keluarga Tangguh untuk bertahan hidup.

Mereka yang jadi kepala rumah tangga pun sudah tidak sanggup.

Bergantung pada bisnis yang dijalankan, menjalani pekerjaan yang diemban sekaligus itu tidak menyenangkan.

Nyatanya di lapangan banyak usaha yang terpaksa harus gulung tikar, puluhan pekerja akhirnya di PHK, menyebabkan orang-orang memutar otak agar asap dapur tetap mengepul.

Namun kali ini saya ingin bercerita tentang apa yang saya temukan dan lakukan. Salah satunya, Awi, teman saya yang memiliki usaha warung tenda makan kaki lima. Setiap sore dia mulai membuka lapak makanan di pinggir jalan menggelar tenda dan meja kursi plastik. Terkena dampak PHK dari tempat kerja dia sebelumnya, dia mulai memaksimalkan kemampuannya dalam hal memasak.

Masakan Awi enak, mulai dari seafood dimasak berbagai macam saus, hingga masakan dasar seperti kwetiau goreng dan nasi goreng.

Dengan taste yang cocok di lidah, nasi goreng kari buatannya bakal menjadi makanan favorit kalau datang ke warung tenda miliknya.

Aroma kari yang kuat langsung menyerang ke hidung. Rasa pedas yang hangat dari kari semakin nikmat disantap.

Berbisnis Sekaligus Beramal

"Gimana jualan selama beberapa bulan ini?" tanyaku sambil menyuap sendok penuh nasi masuk ke dalam mulutku. Nasi goreng kari buatan Awi sangat saya rekomendasi karena enak dan porsi yang banyak.

"Beguyur lah," jawabnya dalam logat Palembang. Beguyur berarti pelan-pelan bergerak walau hasilnya belum signifikan. Income naik turun saat pandemi adalah hal yang wajar.

"Oh ya gimana sama gerakan sedekah bagi nasi yang kalian jalankan?" tanyaku kembali.

Selama pandemi ini saya banyak mengamati banyaknya gerakan charity dari tiap orang untuk saling membantu sesama.

Makin kesini saya sering melihat orang-orang saling membantu. Termasuk dalam menjalankan sekaligus mengembangkan bisnis mereka memasukkan value bagi sesama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun