Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cerpen | Sebut Saja Mega

16 April 2020   21:59 Diperbarui: 16 April 2020   22:06 62 0

Pilu, sendu- - orang bilang itu kata baku.
Nyesek, jika yang mengatakan adalah remaja untuk era saat ini.
Entah-- apapun itu dan dengan cara bagaimana menyebutkannya, satu hal yang pasti bahwa terabaikan itu enggak enak.

Aku laki-laki dan dia perempuan, sangat wajar jika ada rasa ketertarikan. Meski, hanya berjarak 100 meter saja tempat tinggalku dan tempat tinggalnya.

Terpaut Usia 8 tahun sama sekali tidak menghalangi niatan untuk lebih dekat. Bahkan lebih dekat dari seorang sahabat. Orang Jawa menyebutnya dengan Konco Sambat ( tempat keluh kesah )

Parasnya yang tak begitu menarik namun warna kulit yang putih resik, membuat hati ini tertarik. Manjanya kala itu membuatku tak bisa apa-apa, dan hanya bisa mengatakan " Ya Udah iya "

Memasuki Semester 7 kuliahnya, terlebih lagi kerja part time yang ia lakoni Sabang hari, membuatnya tak jarang merasa letih yang membuahkan kalimat " kak, aku capek bingit" seharian blas gak keren katanya dalam bahasa Jawa yang mengisyaratkan betapa padatnya jadwal dia hari ini.

Memasuki usia 29 dan belum punya pasangan membuatku tak berdaya dengan keluh manja seorang wanita. "Nikah" satu kata yang ada dalam benak ini. jika saja kami semakin dekat, tak peduli berapa langkah rumah kita, nikah tak menjadi halangan - - niatku kala itu.

Wanita yang dia sebut mamah, tak begitu perhatian oleh sebab laki-laki yang bukan Ayah kandungannya kini hidup bersama wanita yang melahirkan dia.
Sebab itu pula, manjanya kepada ku semakin tak terkira.

Ya Tuhan, Aku nyaman banget sama dia, jika dia memang takdirku, Jodohkanlah kami. menjadi doa yang ku ucap setiap lima waktu dengan penuh harap.

Butuh waktu setidaknya dua Tahun untuk menunggu dia,  jika saja Sang Maha Cinta mempertemukan aku dan dia dalam takdir yang sama, bukan waktu yang singkat bukan juga waktu yang bisa dibilang lama. Semua akan terasa cepat, seperti saat ini -- 7 bulan lamanya ketiban sangkur manjaan mesra itu.

Tas wanita berwarna coklat menjadi saksi, hasil dari diskon online shop tempo hari. Ku antar kerumahnya , tanpa dia tau bahwa ini adalah kejutan untuknya.

"Loh, sampean tumben kesini, ada apa? Ayo masuk" Ucap wanita berkerudung hijau muda keluar dari ruang keluarga, nduk.. ada tamu dari jauh katanya sambil menahan tawa.

"Kok ya repot-repot to mas sampean ki, Mega itu gak usah di belikan kaya gitu, itu di kamarnya udah penuh banget." Ucapnya lagi sambil menuangkan minuman hangat ke gelas yang sudah ada tepat di depanku.

"silahkan diminum, Mega kayanya masih sholat. Baru aja pulang di antar Andre , katanya pergi ke tempat mbak Binti, itu yang kemarin merias kakaknya Mega pas nikahan.
Namanya anak perempuan mas, dan pacarnya sudah melamar. Daripada nanti terjerumus ke hal-hal yang tidak di inginkan mending biarkan aja dia menjalani apa yang menjadi pilihannya".


 "Buk, maaf saya nggak bisa lama-lama karna mau ada acara, tadi niatnya cuma mau nganterin tas ini, tolong sampaikan ke Mega ya"
Tak peduli hujan gerimis malam itu, langsung saja ku langkahkan kaki ke arah makam Ayah kandungannya.

"Pak, Saya minta maaf nggih.
Semoga Bapak tenang disana. Sampai kapanpun dan mau jadi apapun, Kewajiban saya adalah mendoakan bapak" kata ku dalam hati sambil ku usap batu nisan warna biru malam itu.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun