Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Tabir Kelam Timor Leste

19 Agustus 2019   22:03 Diperbarui: 19 Agustus 2019   22:13 235 0
12 November 1991, bisa jadi merupakan tanggal bersejarah bagi masyarakat Timur Timor (Timor Leste : sekarang). Pembantaian yang dilakukan oleh ABRI, mendapat kecaman dari dunia internasional.

Peristiwa itu bermula ketika rombongan delegasi dari Portugal bersama 12 jurnalis internasional hendak melakukan kunjungan ke tim-tim. Soeharto yang mengetahui rencana kunjungan tersebut dan menolaknya, Soeharto keberatan jika ada 12 jurnalis internasional yang ikut pada delegasi itu. Para pemuda underbow tim-tim yang melakukan perlawanan sudah mempersiapkan sambutan delegasi Portugal. Namun sayang, intel Indonesia berhasil mengendus rencana mereka dan melakukan pengawasan kepada pemuda underbow tim-tim.

Menurut tirto[dot]id, Hingga pada malam 27 Oktober 1991, sekelompok provokator yang bekerja untuk intelijen Indonesia mengejek para aktivis pro-kemerdekaan dan memancing mereka untuk ribut. Anak-anak muda Timor Leste terpancing dan perkelahian berlangsung di malam itu juga.

Pagi hari 28 Oktober 1991, jasad aktivis muda pro-kemerdekaan, Sebastiao Gomez, ditemukan tergeletak di dekat gereja Moteal.

Dua pekan setelah itu, pagi 12 November 1991, Pastur Alberto Ricardo memimpin misa arwah untuk memperingati kematian Gomez di gereja Moteal Dili. Misa diikuti ribuan umat Katolik Timor Leste.

Ketika misa usai pukul 07.00 waktu setempat, sekitar lima raturan orang keluar gereja sembari membentangkan spanduk bergambar Xanana Gusmao, pemimpin gerakan pro-kemerdekaan Timor Leste. Sambil terus berjalan mereka memekikkan "Timor Leste!, Timor Leste! Timor Leste!". Iringan pengunjuk rasa itu berjalan sekitar 4 kilometer menuju pemakaman Santa Cruz, tempat Gomez dimakamkan.

Sampai di pemakaman Santa Cruz, menurut Paul R. Bartrop dan Steven Leonard Jacobs dalam Modern Genocide (2014), tentara Indonesia telah bersiaga mereka terdiri dari pasukan Kompi A Brimob 5485, Kompi A dan Kompi D Batalion 303, dan kompi campuran---dengan pakaian preman yang dibentuk pada malam sebelumnya. Selain itu Batalion 744 dan personil dari Kodim 1627 juga berada di sana.

Saat itulah, seperti terlihat dari rekaman video jurnalis Inggris Max Stahl, suasana menjadi kacau. Sirine dan suara letusan tembakan memekik telinga. Para demonstran lari tunggang langgang. Sementara yang lain mencari persembunyian di antara nisan-nisan di Santa Cruz.

Berdasarkan kesaksian, seperti ditulis Paul R. Bartrop, tentara Indonesia menembaki massa dengan membabi buta diikuti berondongan senapan otomatis selama beberapa menit. Tentara Indonesia menembak ke tengah kerumuman dan membuat para aktivis pro-kemerdekaan tertembak di punggung saat mereka berusaha melarikan diri. Tentara lainnya menendang dan menusuk korban luka serta sejumlah orang yang bersembunyi di area pemakaman.

Hukman Reni di buku Eurico Guterres: Saya Bukan Siapa-siapa (2015) menyebutkan, "Dalam Laporan Dewan Kehormatan Militer, Peristiwa 12 November itu menewaskan 50 warga sipil Timor Timur. Tetapi laporan lain menyebutkan ratusan orang luka-luka dan puluhan tewas kena peluru tentara Indonesia. Penyelidikan rinci dari perlawanan bawah tanah Timor Timur bahkan mendapatkan angka 273 tewas." source : tirto[dot]id.

Pelanggaran HAM yang terjadi di tim-tim pada 1991 akhirnya membawa kemerdekaan bagi timur leste. Namun, siapa dalang dibalik peristiwa itu, masih menjadi misteri. Menurut Sintong Panjaitan dalam bukunya "Perjalanan Seorang Prajurit Parako", 2009, menyebutkan bahwa Prabowo Subianto adalah aktor intelektual dibalik kasus pelanggaran HAM tersebut.

Tahun 1999, timur timor memang mendeklarasikan kemerdekaannya. Tapi coba kita lihat fakta berikut : Menteri Luar Negeri Indonesia ketika itu, Adam Malik, menulis kepada Ramos-Horta: Pemerintah dan juga rakyat Indonesia tidak memiliki niat untuk menambah atau memperluas wilayah mereka, atau untuk menduduki wilayah-wilayah selain yang tercantum dalam Konstitusi mereka. Penegasan kembali ini untuk memberi anda gambaran yang jelas, sehingga tidak ada keraguan dalam pikiran rakyat Timor dalam mengungkapkan keinginan mereka sendiri...Oleh karena itu, siapapun yang akan memerintah di Timor dimasa depan setelah kemerdekaan, dapat dipastikan bahwa Pemerintah Indonesia selalu akan berusaha untuk memelihara hubungan baik, persahabatan dan kerjasama demi manfaat kedua negara.

Dari arsip di atas memang terlihat jelas, bahwa tim-tim bukan masuk ke wilayah Indonesia, namun timur portugis (Portugal).

POLITIK UDT dan FRETILIN

Apodeti merupakan partai pertama, namun bukan satu-satunya partai yang mengembangkan kemampuan paramiliter. Ini merupakan kecenderungan yang kuat di antara ketiga partai. UDT dan Fretilin keduanya secara aktif mengincar dukungan di kalangan orang Timor yang menjadi anggota tentara kolonial Portugal. Di samping persoalan kesetiaan kepada Portugal, Gubernur Mrio Lemos Pires juga khawatir tentang prospek terjadinya perpecahan di antara pasukan Timor-Leste yang didasarkan pada kesetiaan terhadap partai politik. Mantan perwira tingkat pertengahan (aspirante), Rogrio Lobato, belakangan mengenang: Dapat saya katakan bahwa UDT membuat kampanye untuk memperoleh dukungan terutama dari lulusan sekolah militer, para sersan. Namun Fretilin juga membuat kampanye terbuka ... di antara pasukan-pasukan tersebut untuk memobilisasi para serdadu.

Ini menjadi kekhawatiran pemerintah kolonial. Ketika Fretilin mendeklarasikan pasukan Timor sebagai bagian dari koalisi UDT-Fretilin Mayor Francisco Mota, Kepala Kantor Urusan Politik Gubernur, melarang militer terlibat dalam politik, sesuai tradisi militer Portugis untuk berada di luar politik (apartidarismo). Namun, pada bulan April 1974, tentara Portugis sendiri baru memberi contoh mengenai keterlibatan militer dalam politik. Banyak serdadu Timor dalam tentara dan polisi kolonial Portugis terhibur oleh apa yang mereka pandang sebagai ketiadaan disiplin dan kesetiaan pada tugas yang diperlihatkan oleh orang Portugis dalam tentara kolonial setelah Revolusi Bunga. Walaupun sudah terjadi kegaduhan sebelum tanggal 11 Agustus, tentara Timor umumnya tetap loyal kepada prinsip apartidarismo sampai pecah perang sipil. Beberapa orang bahkan terus menolak untuk berpihak setelah itu.

Deklarasi kemerdekaan sepihak Fretilin menjadi pemicu bagi Presiden Soeharto untuk mensahkan invasi besar-besaran Indonesia atas Timor-Leste. Setelah bertemu dengan Presiden Soeharto pada tanggal 29 November, Menteri Penerangan Indonesia Mashuri, mengeluarkan pernyataan yang menyesalkan "tindakan sepihak" Fretilin dan posisi pemerintah Portugal yang "jelas-jelas merestui tindakan Fretilin." Indonesia mengutuk tindakan sepihak Fretilin tetapi "sungguh-sungguh memahami pernyataan UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalhista bahwa, atas nama rakyat Timor Portugis, mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia." Ketika Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik menerima Proklamasi Integrasi pada tanggal 1 Desember, ia mengatakan bahwa "perjuangan berat" masih ada di depan dan Indonesia akan memberikan "dukungan yang terselubung atau terbuka secara menyeluruh." Adam Malik menyimpulkan dengan mengatakan "Diplomasi sudah berakhir. Kini persoalan Timor-Leste akan diselesaikan di medan tempur."

Keinginan Indonesia untuk melaksanakan invasi besar-besaran terhadap Timor-Leste menjadi jelas pada bulan Desember. Intelijen Australia sedang memantau situasi, dan pada tanggal 2 Desember Pemerintah Australia memberitahukan warga negaranya untuk meninggalkan Timor-Leste. Sebagian besar dari orang asing yang masih berada di wilayah itu pergi beberapa hari kemudian. Fretilin mengirim sebuah delegasi untuk melakukan sebuah kampanye diplomatik. Pasukan invasi mencakup sebagian kecil anggota UDT dan Apodeti. Pemerintah Indonesia berupaya untuk memberikan kesan bahwa mereka hanya dibantu oleh sejumlah "sukarelawan" Indonesia. Militer bahkan sampai menghapuskan tanda pengenal dari kapal pendarat dan menggunakan berbagai senjata yang dibeli khusus untuk penyerangan itu, yang tidak dapat ditelusuri hingga ke sponsor utama militernya, yakni Amerika Serikat. Walau demikian, invasi tersebut adalah serangan skala penuh dari udara dan laut, yang melibatkan sejumlah besar pasukan. Fretilin memberi perlawanan terhadap pasukan invasi ketika para pemimpin politiknya mundur ke berbagai bukit Aileu. Pada hari invasi terjadi sejumlah kekejaman yang dilakukan pasukan Indonesia terhadap penduduk sipil Timor, termasuk banyak pembunuhan dan pembantaian.

Ketika invasi besar-besaran terjadi di timur leste. ABRI melalui Beny Moerdani mulai 'playing victim'. Beny ingin membersihkan keterlibatan ABRI pada invasi tersebut. Akhirnya Beny Moerdani membuat cerita bohong dengan menghapus tanda pengenal di pesawatnya. Wartawan asing berwarga negara Australia, Roger East, dibunuh oleh pasukan Indonesia. Jumlah wartawan asing yang dibunuh oleh pasukan Indonesia bertambah menjadi enam orang dalam kurun waktu dua bulan. Peliputan yang dilakukan oleh jurnalis internasionla ini merupakan sebuah ancama bagi Soeharto dan sekutunya (AS & barat, Australia & CMW atau persemakmuran bekas jajahan Ausie dan inggris).

Pembataian Santa Cruz pada 19 November 1991, membuka celah bagi dunia internasional untuk memberikan simpatinya bagi pemuda underbow timur leste. Melalui film yang diputar oleh media asing, tergambar peristiwa berdarah dari masa pendudukan portugis, era fretilin, invansi besar-besaran pasukan Indonesia hingga kasus pelanggaran HAM 19 November 1991. Banyak pemuda underbow timur leste yang diangkut menggunakan truk, dibawa ke rumah sakit, dibawa untuk keperluan interogasi hingga dibunuh begitu saja oleh pasukan Indonesia. Berita tentang pembantaian Santa Cruz dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Aktivis, LSM dan wartawan asing berdatangan ke timur leste.

Pada akhirnya, pemuda nasionalis timur leste dan aktivis HAM Indonesia menjalin suatu relasi yang bertujuan untuk 'menentukan nasib sendiri' bagi timur leste. Ya, pelanggaran HAM yang terjadi di timur leste membawa kemerdekaan bagi timur leste. Indonesia dan Australia bekerja sama dalam menginvasi timur leste. Indonesia dan Australia berencana mengeruk kekayaan alam timur leste dan membagi untuk keduanya.

Saya pribadi, jika melihat secara runtut peristiwa yang ada di timur leste, khususnya pelanggaran HAM. Saya mendukung kemerdekaan timur leste.

Referensi essay :
Tirto.id
Tempo.co
Dr Asvi Warman Adam, dalam sebuah makalah berjudul "Sejarah Timor-Timur dalam Sejarah Indonesia" disampaikan dalam Audensi Publik Nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret 2004.
Lus Filipe F. R. Thomaz, De Ceuta A Timor, DIFEL, Lisbon, 1994, h. 598.
James Dunn, East Timor: A Rough Passage to Independence, Australia, h.17
Longueville Media, Edisi ke tiga 2003
Ren Pllisier (ed), Timor en Guerre, La Crocodile et Les Portugais (1847-1913).
Dr Soebandrio, yang kemudian menjabat Menteri Luar Negeri, pada Komite Pertama Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 1957, kutipan dalam Dunn hal. 85
Geoffrey Robinson, "People's war: militias in East Timor and Indonesia", dalam Research 9, 3, hal. 271-318. South East Asia
Hlio Felgas, Timor Portugus, Agncia Geral do Ultramar, 1956, hal. 227, seperti dikutip dalam Ablio Arajo, Timor-Leste: Os Loricos Vontaram a Cantar, Lisboa, 1977, hal. 75.
Geoffrey C. Gunn, Timor Loro Sae: 500 Years, Livros do Oriente, Macau, 1999, hal. 95-103.
Dunn, East Timor: A Rough Passage to Independence, 2003, h.17
Rene Pelessier (eds), Timor en Guerre, La Crocodile et Les Portugais (1847-1913)


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun