Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Susi Pudjiastuti Diminta "Comeback" dan Mengembalikan Citra Positif KKP

26 November 2020   23:59 Diperbarui: 27 November 2020   00:21 198 8
Sepulang dari kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersama istri dan sejumlah bawahannya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (25/11/2020).

Dikutip dari Kompas.com berdasarkan keterangan resmi KKP pada 19 November 2020 lalu, Edhy Prabowo dijadwalkan melangsungkan kunjungan ke negeri Paman Sam selama 7 hari.

Ada sejumlah pejabat di lingkup eselon I KKP turut dalam kunjungan kerja: Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini Hanafi dan Direktur Pemantauan dan Operasi Armada DItjen PSDKP Pung Nugroho Saksono.

Namun, dari kunjungan kerja tersebut berakhir pada penahanan yang dilakukan KPK, lantaran terlibat kasus hukum. Dari kasus yang menimpa Menteri KKP Edhy Prabowo dan bawahannya, total ketujuj belas orang yang ditahan KPK.

Hanya saja yang ditetapkan sebagai tersangka sebanyak tujuh orang yaitu Edhy Prabowo, Staf Khusus Menteri KKP/Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, Staf Khusus Menteri KKP/Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, Pengurus PT. Aero Citra Karyoto, staf istri Edhy Prabowo, dan Direktur PT. Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy Prabowo dan bawahannya ditangkap, lantaran terkait kasus dugaan suap penerimaan hadiah, atau janji terkait perizinan tambak, usaha atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Kasus ini, tentu menyita perhatian publik di masa pandemi covid-19. Betapa tidak, di saat kondisi ekonomi belum normal karena hantaman wabah Covid-19. Menteri KKP Edhy Prabowo dan sejumlah bawahannya malah mengangetkan publik dengan kasus dugaan suap.

Terlebih, kasus ini mencoreng citra Kementerian Kelautan dan Perikanan, padahal di periode Susi Pudjiastuti, KKP mendapat sorotan lantaran menunjukkan peningkatan dalam kinerja pada setiap tahun. Karena pencapaian itulah, membuat Susi Pudjiastuti menyabet sejumlah penghargaan.

Dan terakhir pada 2019 lalu, walaupun tidak lagi menjabat sebagai Menteri KKP, namun dianggap sukses ketika memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan, sehingga dia mendapat pengharagaan The Most Phenomenal Minister dalam Anugerah Indonesia Maju 2018-2019 yang diselenggarakan oleh Rakyat Merdeka dan Warta Ekonomi di Jakarta, Senin (8/4/2019) lalu.

Bagaikan dua sisi mata uang, mantan menteri KKP Susi Pudjiastuti dinilai sukses pada periode jabatan Jokowi-Jusuf Kalla, sementara kasus yang menimpa Menteri KKP Edhy Prabowo dan bawahannya, selain mencoreng wajah kementerian Kelautan dan Perikanan, termasuk kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin.

Selain itu, kasus ini secara tidak langsung ikut berpengaruh terhadap elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto karena Edhy Prabowo sangat dekat dengan Ketua Umum partai berlambag kepala burung Garuda tersebut.

Terlebih jabatannya sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra. Sebenarnya, semenjak Kementerian Kelautan dan Perikanan dipimpin oleh Edhy Prabowo, publik tentu berharap dia menampilkan prestasi yang lebih baik dari Susi Pudjiastuti.

Karena apapun prestasi yang ditorehkan perempuan peraih Leaders for a Living Planet dari WWF itu, pasti terdapat kekurangan dari berbagai macam aspek, khususnya dalam bidang perikanan dan kelautan. Sehingga, Edhy Prabowo diminta membuat sejumlah terobosan demi memajukan sektor kelautan dan perikanan.

Namun, kiprahnya dinilai jauh dari ekspektasi publik. Berawal dari kebijakannya membuka kembali keran ekspor benih lobster atau benut. Kebijakan yang kembali mengizinkan ekspor benih lobster tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12 tahun 2020.

Langkah yang diambil Edhy Prabowo pun memunculkan kekhawatiran bahwa ekspor benih lobster juga dapat mengganggu kelestarian atau mengakibatkan kepunahan lobster di tanah air.

Sebab, berdasarkan kekhawatiran inilah, sehingga ketika Susi Pudjiastuti menjabat sebagai menteri kelautan dan perikanan, dia menerbitkan Pertauran Menteri KP Nomor 56 tahun 2016, tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari wilayah Indonesia.

Namun, berdasarkan berbagai pertimbangan, sehingga Menteri Edhy Prabowo beralasan bahwa ekspor benih lobster memang penting dilakukan, sebagai upaya membantu belasan ribu nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat dilarangnya ekspor benih lobster di periode kepemimpinan Susi Pudjiastuti.

Walaupun, kebijakan ini memunculkan polemik. Namun, Edhy Prabowo tetap pada keputusannya, yaitu tetap membuka keran ekspor benih lobster. Nah, karena keberaniannya membuka kembali keran ekspor benih Lobster, berujung pada kasus hukum yang menyeretnya bersama sejumlah bawahan.

Padahal sebetulnya, regulasi yang sudah diterbitkan semasa kepemimpinan Susi Pudjiastuti, jika dijalankan dengan baik, dapat mendongkrak popularitasnya, begitu pun juga dengan partai Gerindra. Hanya saja, hitungan yang kurang cermat ditambah tidak mau berkaca pada kinerja menteri sebelumnya. Sehingga, Edhy Prabowo terjebak dengan kebijakannya sendiri.

Terlepas dari kasus yang menimpa menteri KKP Edhy Prabowo dan bawahannya, kini perhatian presiden Joko Widodo kembali fokus mencari sosok pengganti yang tepat, untuk mengembalikan citra kementerian Kelautan dan Perikanan, dan tentunya berkinerja baik demi membantu Presiden dan wakilnya untuk mengeksekusi program Presiden untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia, terlebih masyarakat nelayan.

Walaupun, informasi yang beredar bahwa hingga kini Gerindra belum membahas siapa pengganti menteri Edhy Prabowo di kabinet. Namun bagi saya,  jabatan menteri merupakan hal prerogatif presiden, justru itu bagi saya sosok yang tepat mengembalikan citra Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti.

Sebab, siapa sih yang tak mengenal sosok Susi Pudjiastuti? Perempuan kelahiran Pangandaran, Jawa Barat, pada 15 Januari 1965 itu merupakan satu dari sekian menteri pada kabinet kerja Joko Widodo -- Jusuf Kalla yang dinilai cukup berhasil. Keberhasilannya dalam memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan, ditandai dengan sejumlah penghargaan yang dia peroleh baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Karena dinilai berhasil, sehingga menteri yang terkenal dengan gaya nyentrik itu pun sangat dikagumi generasi milenial. Sebagaimana dikutip dari Wikipedia.org setidaknya selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, dia menyabet sedikitnya 13 penghargaan dan mendapat 2 gelar Doktor Honoris Causa.

Sebelumnya, pada periode kepemimpinan Jokowi-JK, publik dibuat "geger" dengan penunjukan Susi Pudjiastuti mengisi pos Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Presiden Joko Widodo pada 2014 silam. Walaupun dinilai berhasil dalam mengelola perusahannya, sehingga dilirik presiden Jokowi.

Namun, sepanjang sejarah perjalanan bangsa posisi menteri merupakan jabatan yang lebih diprioritaskan pada partai politik, sebagai imbalan atas dukungan politik. Selain itu, kiprah Susi Pudjiastuti belum begitu diketahui publik.

Sehingga, ketika dia ditunjuk menjadi menteri Kelautan dan Perikanan, memunculkan berbagai wacana dan tak sedikit selentingan subjektif pun mencuat ke permukaan, seakan meragukan kemampuan perempuan yang oleh netizen disebut sebagai "ratu laut Indonesia" itu.

Namun, pandangan miring tentangnya dijawab tuntas, ketika pada tahun pertama memimpin, dia menghadirkan mimpi indah bagi nelayan Indonesia, kebijakan menenggelamkan kapal asing yang melakukan tindakan pencurian ikan (illegal fishing) di perairan Indonesia, mendapat apresiasi, dan bukan hanya masyarakat nelayan.

Tapi, seluruh rakyat Indonesia, karena tindakan pencurian ikan berlangsung cukup lama dan berdampak negatif terhadap keberlangsungan nelayan Indonesia. Dan, melalui kebijakan inilah, berdampak positif terhadap nelayan Indonesia, selain itu sektor kelautan dan perikanan mendapat sorotan positif.

Padahal, pawalnya diragukan, namun melalui kebijakan tersebut, melambungkan namanya dan mencuri perhatian dunia, berkat kebijakannya menenggelam kapal asing, menunjukkan ketegasan Indonesia di mata dunia Internasional dalam menjaga wilayah kedaulatan Republik Indonesia.

Selain, kebijakan menenggelamkan kapal asing yang terlibat illegal fishing. Selama kiprahnya di Kementerian Kelautan dan Perikanan, ada lima kebijakannya yang dinilai berdampak besar terhadap sektor kelautan dan perikanan, seperti dikutip dari goodnewsfromindonesia.id kebijakan tersebut seperti :

1. Diterbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indoensia

2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/Permen-KP/2014 yang merupakan revisi atas Permen-KP 30 tahun 2012 tentang usaha perikanan tangkap di Indonesia, melalui aturan ini tidak ada lagi praktik transshipment atau bongkar muat barang di tengah laut.

3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58/Permen/KP/2014 tentang disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan KKP dalam pelaksanaan kebijakan penghentian sementara perizinan usaha perikanan tangkap, alih muatan di laut dan penggunaan nahkoda anak buah kapal asing.

4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) nomor 1 tahun 2015 soal pembatasan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan.

5. Peraturan Menteri Kelautan nomor 2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawis) dan Pukat Tarik (Seine Netsi) di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia.

Melalui kebijakan ini, selain memberi dampak positif terhadap sektor kelautan dan perikanan, dilansir lifepal.co.id mengutip Katadata, bahwa sejak menjadi menteri Kelautan dan Perikanan, serta melalui kebijakan melindungi nelayan dan laut IndonesiaIndonesia.

Sehingga Global Fishing Watch menemukan pada tahun 2013, penangkapan ikan oleh kapal asing sebanyak 6.811 aktivitas. Setelah langkah tegas Menteri Susi dengan kebijakannya, angka tersebut turun sebanyak 97,89 persen menjadi 1.204 aktivitas penangkapan dalam rentan waktu 2015-2018.

Karena keberhasilannya, sehingga pengguna media sosial di Indonesia memintanya untuk comeback memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dan patut didukung, walaupun begitu keputusannya berada di tangan presiden, tentunya presiden lebih paham terkait sosok yang dianggap tepat menggantikan Edhy Prabowo.

Namun, sekali lagi jika dilihat dari track record dari sejumlah pejabat penting yang pernah menduduki jabatan menteri, sosok Susi Pudjastuti mendapat penilaian sangat baik di mata publik, oleh karena itu, harapan besar presiden Joko Widodo menjatuhkan pilihan padanya, karena publik ingin kembali menyaksikan Susi Pudjiastuti menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan illegal fishing.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun