Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Welbz

19 Juni 2018   00:49 Diperbarui: 19 Juni 2018   09:16 772 1
Sudah menit ke-80 dan Inggris tertinggal satu gol dari Tunisia. Harapan untuk tidak seperti mengapung di udara. Semua; lapangan, bola dan kehendak Tuhan berhenti digagalnya serangan Inggris menembus barisan pertahanan Tunisia.

Tapi masih ada opsi terakhir: menambah satu penyerang lagi. Ya. Ini adalah satu-satunya yang terakhir. Jatah dua kali mengganti sudah dipakai. Satu untuk mengganti bek kanan yang cidera dan satu lainnya mengganti gelandang bertahan dengan gelandang serang. Dan sampai pada menit ke-80 tidak menghasilkan apa-apa.

Welbz diminta mengganti baju latihannya. Semua cara dan pesan nampaknya sudah pelatih sampaikan kepada pemain. Strategi dan taktik yang ada di buku catatan juga sudah pelatih keluarkan.

"Masuk lewat sisi kiri pertahanan Tunisia. Berusaha semaksimal mungkin. Semua halal bagi penyerang untuk bisa mencetak gol. Cetak satu gol dan akhiri pertandingan ini," kata pelatih kepada Welbz.

***

Keributan terjadi di media sosial. Pendukung antar klub EPL saling cela kepada pemain Inggris yang menjadi lawan mereka. Bagi mereka, karena pemain ini Inggris jadi sial. Sedangkan bagi yang lain, lebih baik main kompetisi 17an daripada membela timnas.

Cacian itu cacian paling mengerikan dari dua orang Samurai tengah bertarung mempertahankan kekuasaan. Setiap umpatan yang keluar seperti darah yang muncrat dari pelipis ataupun kulit lengan.

Kebencian yang mendarah, kemarahan yang mendaging kepada tim EPL tidak surut. Semakin melihat permainan Inggris, sumbu itu seperti dibakar lagi.

Namun seorang fans Arsenal sudah berdamai dengan dirinya. Kedamaian yang hanya bisa didapat dari kepasrahan. Seorang fans Arsenal ini melihat sendiri: sampai pada hari kelima gelaran Piala Dunia, tidak satupun perwakilan dari Arsenal yang mampu membawa tim negaranya menang. Tak seorangpun, termasuk Ozil dan bintang lainnya.

***

Semua bermula ketika pemain Tunisia dijatuhkan di kotak penalti. Ada kontak badan, tapi bukan pelanggaran. Namun, dari ruang kendali video meminta wasit untuk melihat tayangan ulang untuk memastikan: apakah itu benar pelanggaran atau tidak? Jika pelanggaran, sudah tentu penalti mesti diberikan kepada Tunisia.

Wasit berlari setelah sebelumnya meniupkan pluit untuk menghentikan pertandingan sementara. Di pinggir lapangan wasit menyaksikan tayangan ulang. Seorang wartawan foto mendekat ingin mengambil gambar. Namun asisten wasit tiga menahannya. Jarak mengambil gambar tidak boleh terlalu dekat, katanya.

Tayangan itu diambil dari empat sudut: (1) arah depan di mana wasit berdiri; (2) arah belakang, di mana bisa melihat jarak terluar jatuhnya pemain Tunisia di kotak penalti; (3) arah belakang gawang, di mana semua terlihat jelas; dan (4) memusatkan pada kontak badan dua pemain tersebut.

Wasit mengulangnya sampai tiga kali. Dua wasit di ruang kendali menanyakan bagaimana keputusannya?

"Tidak," jawab wasit itu. "Tidak penalti, tidak ada gerak tangan atau badan yang aktif untuk menjatuhkan pemain Tunisia," lanjutnya.

Asisten wasit tiga meminta para pemain kembali ke posisinya. Wasit kembali ke lapangan. Tangannya membentuk layar dan memberi tanda tidak pelanggaran. Pemain Tunisia protes. Tidak ada yang berubah dari keputusan wasit.

Permainan dilanjutkan. Inggris kembali menyerang sebagaimana awal pertandingan. Tunisia sekuat tenaga bertahan dan menyapu bola keluar pertahanan mereka.

Kedua bek sayap Inggris sepertinya lupa posisi awal mereka. Sampai menit 27 mereka berada di garis pertahanan Tunisia. Dari arah kanan serangan Inggris, bek mereka mengirimkan umpan untuk kali ke-8 hingga kotak kiper Tunisia. Bola ditinju keluar oleh kiper. Bola jatuh di kaki penyerang Inggris. Gawang sudah terbuka. Kaki kirinya hendak menyepak, tapi bola itu keburu dicuri pemain Tunisia. Lagi-lagi dibuang bola itu. Jauh. Menuju luar tengah lapangan.

Satu bek tengah Inggris tidak ingin menurunkan tempo serangan. Bola itu dikejar dan disundulnya sebelum keluar lapangan. Ia terpelanting. Menabrak pelatih Tunisia yang berdiri di sisi lapangan. Keduanya jatuh.

Bola tidak dalam penguasaan siapapun. Menggelincir begitu saja. Bek kanan Tunisia mengejar bola itu. Dapat. Ia giring sendiri bola itu. Tanpa penjagaan ketak. Pemain-pemain Inggris sontak berlarian mengejar bek Tunisia itu.

Namun pemain Tunisia lain 'membersihkan' pemain Inggris. Menghadang dengan gerak badan. Bek Tunisia yang membawa bola itu kini sudah dua meter di depan kotak penalti. Satu bek Inggris tersungkur ketika mengejar dari belakang.

"Terus bawa..., bawa bolanya...," suara-suara terdengar dari belakang pemain Tunisia itu. Bising. Akhirnya bola ditentang dengan kaki kiri. Keras.

Kiper Inggris belum siap. Tidak menyangka bola itu ditendang dengam jarak sejauh itu. Kiper Inggris melompat ke kiri. Dengan jelas ia melihat bola itu. Ia percaya bola itu mampu ia raih. Sebab dari jaraknya tadi ia berjaga tidak terlalu jauh.

Lepas. Tangannya tidak sanggup mengendalikan bola. Bola itu terpelanting ke atas tangannya. Gol. Papan skor berubah pada menit 29: Tunisia 1 - 0 Inggris.

***

Paruh waktu. Media Inggris melaporkan terjadi kerusuhan di beberapa bar dan cafe. Sebagian melaporkan keributan dipicu oleh antar suporter tim EPL. Pembakaran, perusakan fasilitas umum dan lain-lain.

Mobil-mobil dibakar di parkiran. Jalanan kota mendadak sepi. Api dan asap mengapung di udara. Sebagian pendukung Inggris lainnya merampungkan doa untuk kesuksesan Inggris di babak kedua. Berdoa dan berharap, hanya dua itu yang mereka bisa.

***

Welbz masuk. Ia menggantikan gelandang tengah yang kadung gagal memberi asupan bola serangan. Waktu tinggal menyisakan delapan menit waktu normal.

Seorang fans Arsenal menyaksikan dari layar kaca dengan senyum paling kecut yang ia punya. Untuk apa dimainkan, ya?

***

Lagi-lagi gagal. Seperti karma, ketika pemain Inggris bermain bertahan bersama timnya sedemikian rupa saat unggul, kini mereka sendiri yang mesti berupaya memecahnya.

Memasuki menit 86, bola dialihkan dari kanan ke kiri serangan Inggris. Umpan jauh itu bisa dikendalikan dengan apik. Menahannya dengan kaki kiri dan bola mendarat di bagian kanan kaki.

Welbz berlari mendekat. Meminta bola. Sayangnya, bola itu digiring sendiri ke tengah. Umpan satu-dua ditunjukan pemain itu dengan pemain tengah lainnya.

Welbz tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya setelah tidak dioper bola. Ia tahu, serangan itu akan mudah dipatahkan pemain bertahan Tunisia. Kalau tidak langsung dibuang keluar lapangan, bola itu akan ditendang jauh ke tengah. Kepercayaan diri Welbz meyakini, bola akan dibuang ke kiri lapangan.

Dengan lari-lari kecil, ia memperkirakan akan sejauh mana bola itu dibuang.

Baaam! Terjadi benturan. Bola liar, tapi lebih dekat ke pemain bertahan Tunisia. Bola ditendang keluar. Welbz mendapat bola itu. Meski sedikit tergelincir, ia berusaha mengendalikan bola dan tubuhnya.

Satu pemain lewat. Dua. Tiga. Pemain keempat Tunisia langsung menerjang dengan menjulurkan kaki. Welbz terjatuh. Bola masih dekat dengan kakinya.

Wasit hendak meniup pluit karena itu gerakan pelanggaran. Sialnya, bola diambil pemain Inggris lain. Wasit memutuskan permainan berlanjut. Welbz kesal, mengapa bola itu diambil. Ketika hendak mendekat garis terakhir pertahanan Tunisia, kembali gagal.

***

Welbz menghampiri barisan suporter Inggris di stadion. Pertandingan berakhir. Inggris menang atas Tunisia. Dua gol terlambat dari Inggris dicetak Welbz. Satu di antaranya dari titik putih karena ia dijatuhkan pemain belakang Tunisia. Satu lainnya dengan sundulan kepala pada tambahan waktu babak kedua.

Sayang, fans Arsenal itu tidak menyaksikan laga Inggris melawan Tunisia. Ia tertidur sesaat setelah Welbz dimainkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun