Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Rektor, Komisaris dan Menteri di Republik Punakawan

24 Juli 2021   23:50 Diperbarui: 25 Juli 2021   00:16 662 2
Hariadi S, SE, ME (Alumni UI, Pengamat Kebijakan Publik)

Ini kisah di sebuah Republik Punakawan. Bukan di sini. Bukan juga di UI. Disclaimer dulu, cerita ini sebagian fiktif. Segala kesamaan anggap saja suatu kebetulan. Ok?

Ceritanya, di sebuah perguruan tinggi ada jurusan yang orang-orangnya berambisi untuk menjadi menteri. Sebagian orang-orangnya memang pintar betulan. Sebagian lagi, ya belum tentu. Hanya karena punya karya ilmiah, belum tentu mereka bisa memimpin. Tapi di sana ada yang pintar betulan, hanya saja mereka tak punya ambisi.

Petruk Dadi Ratu
Suatu ketika Doktor Petruk menjadi dekan. Dan teman–temannya ingin dia menjadi rektor. Buat apa lagi teman -temannya lakukan ini kalau bukan buat mendapat imbalan?
Maka mereka merapatkan barisan dan mencari menteri yang bisa ditunggangi.Yang satu Menteri Anggaran,sebut saja Arimbi, kebetulan alumni. Kedua, Menteri Urusan Perusahaan, sebut saja Bagong. Keduanya sama-sama punya kepentingan: Yang satu pingin jadi guru besar (GB), yang satunya pengen punya label UI buat 2024.
Tetapi Arimbi engga punya waktu buat mengajar sebagai syarat menjadi GB. Calon rektor dan teman-temannya bilang, “Gampang, nanti kita atur,”katanya.

Arimbi setuju.

Setelah itu mereka mendekati Bagong. Mereka tawarkan keduanya menjadi anggota Majelis Wali Kepercayaan yang tugasnya memilih rektor. Otak di belakang semua persengkongkolan ini adalah seorang mantan dekan yang sudah lebih dulu duduk di kabinet sebagai Menteri Urusan Penelitian dan Pengembangan. Sebut saja Gareng.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun