Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Menanti Perubahan Bekasi nan Autopilot

19 Juli 2020   15:37 Diperbarui: 19 Juli 2020   15:36 114 11
Saya memang bukan warga Bekasi. Tapi uruan bisnis dan pekerjaan mewajibkan saya beberapa kali mengunjungi kota yang sering dijuluki planet tersendiri oleh warga Jakarta.

Biasanya saya ke Bekasi naik kereta atau mobil pribadi. Yang manapun dari pilihan itu, tidak ada yang nyaman sama sekali. Naik mobil macetnya luar biasa. Mau mengelak dengan naik tol, mahalnya juga sama luar biasa. Ada satu momen di tengah malam di mana saya terpaksa pipis di jalan tol karena mau keluar gerbang tol saja harus menunggu berjam-jam.

Tidak juga dengan transportasi umumnya. Keluar dari stasiun KRL, sudah berjejalan ojek dan pedagang kaki lima menyesaki. Alas, saya memori kecopetan menghantui saya kalau sudah menaiki KRL dari Buaran ke Bekasi.

Berkendara di Bekasi nyaris sama membingungkannya dengan Bandung. Entah mana yang one way, mana yang harus memutar jauh, mana yang jalanannya rusak berat, mana yang seenaknya ditutup warga dengan portal, sulit diprediksi. Menjelajahi Bekasi adalah sebuah misteri besar dan memakan waktu berjam-jam hanya untuk sampai ke tujuan.

Memang kita harus maklum kalau infrastruktur di sini tidak sebaik Ibukota negara. Tapi pengaturan lalu lintas penataan kota yang amburadul, memperparah keadaan.

Kalau ada memori positif saya soal Bekasi, itu adalah pucung gabus yang tersedia di mana-mana, yang sayangnya makanan nikmat ini tidak tertata dengan baik menjadi salah satu daya tarik dari kota yang banyak dialiri sungai ini.

Nyaris semuanya autopilot di Bekasi. Tidak pengelolaan sampahnya, kemacetannya, wisatanya, bahkan mencari toiletnya. Serba sulit...

Kurang kompetennya pemerintah mengelola kota ini terlihat dari keputusan buru-buru membuka CFD pada saat wabah COVID19 masih menghantui kota ini. Hal ini diungkapkan oleh anggota DPRD Kota Bekasi, Nicodemus Godjang, yang berpendapat bahwa menggelar CFD di tengah pandemi Covid-19 ini bukanlah kebijakan yang tepat.

"Kita akan lihat perkembangannya (kasus Covid-19) mudah-mudahan grafik menurun. Jika turun tentunya tetap sesuai jadwal. Namun jika naik tentunya kita akan minta untuk ditunda. Sudah menjadi kesepakatan dewan dan ekskutif untuk melihat perkembangan," katanya, seperti dikutip oleh Kompas.

Terbukti hingga 18 Juli 2020, kasus COVID 19 di Bekasi masih di angka 486 Kasus Positif, dan 20 di antaranya masih dirawat. Masih terlalu dini untuk merayakannya dengan event besar-besaran yang memungkinkan manusia bertumpuk dan menularkan kembali.

Kalau tujuannya hanya supaya masyarakat kembali berolahraga, tentu lebih baik membuka kantor-kantor RW, kelurahan dan kecamatan sebagai tempat untuk berolahraga. Bekasi juga harusnya punya beberapa taman yang bisa dibuka secara terbatas dengan batasan jumlah pengunjung.

Urusan membuat taman, Kota Bekasi juga tertinggal dari Kabupatennya. Di Cikarang kini sudah ada taman ramah anak sebagai bentuk adaptasi dari RPTRA yang sempat heboh di Jakarta. Yang terbangun malah skatepark yang nyaris seluruhnya disemen dan hanya memanfaatkan kolong tol.  Olahraga yang dimainkan juga hanya untuk kalangan tertentu, sulit untuk orang biasa untuk bisa menikmatinya bersama-sama.

Pembangunan tak terarah tentunya akan mendorong angka kejahatan. Polres Metro Bekasi Kota mencatat sebanyak 228 kasus Tindak Kejahatan atau gangguan keamanan masyarakat yang terjadi di wilayah setempat sepanjang 2019.

Dari ratusan kasus itu, paling banyak terjadi di wilayah Kota Bekasi ialah, kasus pencurian dengan pemberatan, kemudian disusul dengan kasus penganiayaan dan kasus pencurian kendaraan.

Amankah tinggal di Bekasi? Rasanya angka-angka tersebut sudah menjelaskan dirinya sendiri.

Pendidikan di Bekasi pun masih dalam level yang memprihatinkan. Guru-guru yang ada masih hidup dalam kekurangan. Kompas mencatat Sekitar 5.600 dari 11.065 guru sekolah negeri di Kota Bekasi masih berstatus sebagai tenaga kontrak hingga hari ini. Artinya 50 persen tenaga pengajar tak memiliki kepastian masa depan, jangankan untuk mendapat gaji yang sepadan dan fasilitas memadai saat mengajar

Penerimaan siswa didik baru juga ternyata menghasilkan masalah besar. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mitra Karya menyegel gerbang kantor Dinas Pendidikan Kota Bekasi, di Jalan Lapangan Tengah, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Kamis 2 Juli 2020. Tuntutan mereka adalah transparansi dalam  Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online tahun 2020, yang dianggap malah merepotkan orangtua.

Angin perubahan kini sedang menerpa Indonesia, dengan naiknya Joko Widodo. Masyarakat mulai berani menuntut hak-haknya dan mengungkit pajak yang telah mereka bayarkan untuk negara. Nah, apakah Bekasi sudah ikut dalam gerak perubahan ini, apakah selamanya ia akan terus terasing, menjadi kontras antara Ibukota negara dengan kota-kota tetangganya?

Wallahualam.  

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun