Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Pedih Nian Nasib Guru Swasta

11 Desember 2013   22:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:02 572 1

Kebijakan pemerintah untuk menghapus 3 mata pelajaran SD pada kurikulum 2013, berdampak ke”galau”an luar biasa di kalangan pendidik 3 mata pelajaran dimaksud, khususnya pendidik di sekolah-sekolah swasta dan tenaga pendidikan yang belum berstatus Pegawai Negeri. Sebagaimana diketahui pelajaran-pelajaran dimaksud adalah Bahasa Inggris, Penjaskes dan TIK, yang kemudian digeser menjadi kegiatan ekstrakurikuler.

Mengapa pelajaran tersebut harus di hapus?, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan DKI Jakarta Septi Novida berdalih Bahasa Inggris bukan pelajaran yang urgen untuk diketahui tapi sebatas penunjang pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan Penjaskes dan TIK, yang pertama karena peserta didik akan lebih diajarkan pada implementasi, bukan ilmu dasar komputer. Sementara untuk mata pelajaran Penjaskes, lebih pada pengenalan olahraga, cara menjaga kebersihan, dan makanan sehat.

Masalahnya kebijakan tersebut sarat kontroversi tak kurang dari praktisi dan pengamat pendidikan atau guru justru kebingungan dengan diberlakukannya kurikulum baru tersebut. Ditingkat implementasi secara psikologis, para guru yang selama ini mengajar mata pelajaran yang dihapus dipastikan kehilangan semangat untuk mengeksplorasi profesionalisme mereka, meningkatkan martabat dan perannya manakala harapan yang selama ini dijanjikan pemerintah pupus, yakni tunjangan profesi sebesar gaji pokok yang bisa diterima setiap bulannya. Di sisi lain, pemerintah telah terlanjur mencanangkan, bahwa pada tahun 2015 hanya guru yang bersertifikasi yang diperbolehkan mengajar. Lalu bagaimana dengan mereka yang selama ini mengajar mata pelajaran yang secara perlahan akan dihapus?. Mereka-mereka yang harus pontang-panting melengkapi 24 jam mengajar dengan harapan masuk kualifikasi akademik, senioritas dan kepangkatan atau mungkin juga “kedekatan”, dengan berpayah-payah mencari 24 jam mengajar setiap minggunya dan tak jarang harus mencari sekolah lain yang tak berdekatan?. Bagaimana nasib guru swasta yang note bene hanya berharap “berkah” sertifikasi untuk mengasapi dapur mereka?. Bagi guru PNS bisa jadi tidak ada persoalan jika mereka kehilangan tunjangan profesi mereka. Tapi situasinya berbeda manakala terjadi pada sekolah swasta, hampir bisa dipastikan kebijakan tidak populis ini akan mencetak banyak sekali pengangguran dari kalangan pendidik. Nasib cukup ironis juga akan dialami oleh mahasiswa yang pada kurikulum 2013 jurusan pada mata pelajaran mereka dihapus. Ini berarti grafik pengangguran dari sektor pendidikan akan semakin meningkat.

Persoalan lain aspek ekonomisnya, disamping Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) belum sepenuhnya dibahas secara komprehensif, pemberlakuan kurikulum baru tersebut akan menyita anggaran yang tidak sedikit, baik kementrian Pendidikan sebagai penggagas dan unit-unit pelaksana di lapangan. Lebih-lebih siswa miskin yang tidak bisa mencari buku bekas pakai karena KTSP sudah tidak lagi diberlakukan.

Apapun kebijakan pemerintah tentu ada i’tikad baik untuk perbaikan pola dan sistem pendidikan yang lebih bisa dipertanggung jawabkan untuk masa depan penerus bangsa. Tapi tentu saja tidak serta merta mengindahkan masa depan guru yang selama ini di tangan-tangan mereka karakter anak-anak bangsa dibangun.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun