Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Perjalanan

1 Maret 2011   05:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:10 440 0
Perjalanan tidak pernah sampai ke ujung. Ujung sebuah perjalanan adalah awal sebuah perjalanan baru.

Seorang teman menjuluki saya dengan trainer sejati. Teman saya tersebut yang memang trainer handal DJP bukan sedang mensejajarkan saya dengannya. Yang dimaksud adalah saya ini penikmat kereta api alias train, so orang yang senang naik kereta api pantaslah dijuluki sebagai trainer. Seperti laskar senja, malam sabtu dan malam senin status saya adalah manusia gerbong. Koran dan bantal warna hijau tua mengantar saya terbang ke mimpi yang sangat indah dan berwarna.

Mimpi tentang masa depan anak-anak saya. Mimpi tentang masa depan perjalanan karier saya. Mimpi tentang masa depan perkawinan saya. Semua indah dalam mimpi saya itu. walau kadang bercampur antara mimpi, harapan dan do'a.

Harapan selalu menemani anak-anak tumbuh menjadi dewasa. Harapan selalu kumpul dengan istri dan keluarga. harapan menabung dari sisa pendapatan. Bukan menabung di PT KAI tapi di bank. Harapan-harapan itulah yang mmenjadi mimpi-mimpi para lelaki pejalan malam, antara tugas negara dan keluarga. harapan itu bahkan sudah dinaikkan derajatnya menjadi do'a. Do'a yang sangat panjang karena kami mantrakan sejak kereta berangkat sampai dengan berhenti di stasiun tujuan. Meskipun saat ini sebutan ayah sabtu minggu lebih tepat untuk kami. Juga suami sabtu minggu. Jika mau lebih sarkatis maka banyak juga janda Senin-Jum'at.

Sebagai trainer sejati, jika bertugas ke Jakarta saya pilih naik kereta api Argo Gede Parahyangan, hasil pengabungan kereta Parahyangan dan Argo Gede yang kalah bersaing dengan travel yang melewati jalan tol Cipularang. Padahal menurut saya pemandangan naik kereta Bandung-Jakarta atau sebaliknya luar biasa.

Suatu ketika, sehabis tugas dinas di Jakarta, pulang ke Bandung saya naik travel bukan kereta api. Ada seorang teman yang juga ingin pulang ke Bandung jadi kita pilih travel bersama, alasannya karena tujuan terakhir travel itu dekat dengan rumah. Selain itu, travel berangkat lebih dahulu dibanding kereta api. Perbedaan satu atau dua jam berkumpul dengan anak-anak dan istri sangatlah berarti bagi ayah dan suami sabtu minggu.

Itulah awal saya mengenal sahabat saya Ismail Najib. Sebenarnya kami masuk DJP satu angkatan tapi belum pernah bertugas satu kantor. Bahkan satu kota juga belum. Jika di runtut malah satu pulau saja belum pernah. Saya lama di Kalimantan. Ketika saya pindah ke Jawa dia ke Palembang di Sumatra.

Kami menjadi dekat sejak diklat SIKKA kemudian dilanjutkan dengan diklat coaching skill. Kebersamaan kami berlanjut ketka bersama-sama bertugas untuk membuat modul diklat coaching and leadeship skills. Kami bersama teman-teman lainnya menyiapkan materi meeting management. Beberapa hari, siang malam kami menyamakan pendapat tentang materi. Dengan beberapa kekurangan modul dan bahan ajar selesai kami tuntaskan menjelang detik-detik akhir roll out pertama.

Saat itulah waktu seakan tidak memihak kami. Tidur adalah sebuah keistimewaan. Tapi satu hal yang selalu diingatkan oleh Najib, yaitu jika waktu sholat tiba. Jika saya masih memelototi laptop, dia menyelinap pergi ke masjid. Apalagi saat itu dia sedang persiapan naik haji.

Sepulang naik haji, SK mutasi mendekatkannya dengan keluarga. Jakarta tentu lebih dekat dibanding Palembang jika harus pulang ke Bandung. Banyak pegawai DJP yang tinggal di Bandung tapi berkantor di Jakarta, demikian juga sebaliknya. Bukan hanya pegawai DJP dengan kondisi tersebut. sehingga Jum'at sore dan Senin pagi jalur tol Jakarta-Bandung sangat padat. Bagi yang tidak membawa mobil sendiri, travel adalah pilihan utama. Alasan utamanya karena bisa berangkat sangat pagi sehingga sempat mengejar absen pagi.

Waktu paling aman naik travel yang berangkat dari Bandung menuju Jakarta adalah jam empat pagi. Tiba di Jakarta masih sangat longgar untuk mandi, sarapan dan absen. Hanya saja untuk travel yang berangkat jam empat sangat nanggung untuk waktu sholat subuh yang biasanya sekitar jam empat seperempat.

Ketika adzan berkumandang biasanya travel sudah melaju di jalan tol. Untuk sampai di rest area masih lama, sedang fajar makin bersinar. Sebuah pilihan dalam perjalanan.

Pada jam empat pagi hari senin tanggal 20 Pebruari 2011, Ismail Najib mestinya sudah di kantor travel. Sebentar lagi berangkat sedangkan subuh belum juga datang. Paling tidak itulah yang saya bayangkan ketika dia menulis BM ini.

"Dengar suara adzan selalu tdk dihiraukan atau nanti sajalah

Tp dengar suara HP woow .!! :P

Lgsung segera diambil,

Astgfirullahal'adzm. . :(

Baca Al-qur'an

Seperti orang mengeja

Tapi kalo baca bbm Buseett lancarnya,.:$

Astagfirullahal'adzm. .

Beli pulsa siapa takut !

tp kalo sedekah katanya kantong lg sekarat

Astagfirullahal'adzm. .

Pegang tasbih 1x dlm sethun

tp pegang HP dibawa selalu, walau tidur sekalipun.

Astagfirullahal'adzm. .

sama2 Insyaf yuuukk.!!! :P"

Sekitar jam enam pagi travel yang ditumpanginya mengalami kecelakaan di tol Cipularang. Perjalanannya Jakarta-Bandung sudah sampai ke ujung. Sebuah perjalanan baru ia jalanai, perjalanan yang tidak mengenal macet, waktu, juga moda transportasi. Perjalanan abadi. Sendirian. Meninggalkan kedua anaknya dan istri dengan janin empat bulan di rahimnya.

Selamat jalan sahabat.

Bandung 28 Pebruari 2011.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun