Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Silsilah Keluarga, Apa Pentingnya...?

20 Desember 2010   03:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:34 1088 1
Apakah Anda mengetahui silsilah keluarga Anda?  Sampai sejauh mana?  Kakek nenek?  Buyut, cicit? Beruntunglah jika Anda sangat mengetahui silsilah keluarga Anda, karena pasti Anda mengenal lebih banyak saudara, walaupun saudara jauh. Dan itu tidak demikian dengan saya.

"Siapa orang yang punya nama paling kecil sedunia?" tanya ayahku kepada kami di depan ibu.

"Jawabnya ya ayahnya ibumu (kakek)... namanya kan Pak Saidu...," canda ayah di depan kami.

Mengapa paling kecil?  "Saidu" dalam bahasa Jawa berarti sebesar "ludah". Itulah candaan ayahku yang masih kuingat sampai sekarang dan ternyata membuat kami hafal nama kakek kami. Yang saya ingat..... di rumah kakek ada papan nama terpampang "S. Darmoprawiro".   Huruf "S" -nya itu ternyata Saidu.

Baru tahun-tahun belakangan ini,  saya mulai menghafal nama-nama kakek dan nenek, baik dari ayah maupun dari ibu.  Sebelumnya, saya paling menyebut kakek nenek dengan sebutan mbah kakung dan mbah putri dan menyebutkan asalnya. Mbak kakung atau mbah putri dari Bojonegoro dan mbah kakung dan mbah putri dari Karang Sono.

Entah lah dengan Anda ataupun orang lain.. tapi saya cenderung tidak paham silsilah keluarga. Paling jauh ya dari kakek nenek saja.... yang seingat saya tahun kelahiran kakek saya dari Karang Sono sekitar tahun 1908.  Orang tuanya siapa? Saya ndak tahu. Dan ketika saya mencoba mencari tahu ke orang tua saya, mereka enggan memberitahu (saya pikir rasanya juga tidak mengetahui..).

Kakek nenek saya dari Bojonegoro, Jawa Timur, bernama Bapak Damin Prawirareja dan Ibu Siti Aminah. Saya masih sempat bertemu dengan nenek sementara kakek sudah meninggal di kala saya masih kecil. Ya Bojonegoro adalah kota Kabupaten di Jawa Timur, daerah yang saya ingat sebagai penghasil tembakau.

Masih saya ingat waktu kecil saya sering dibuatkan nenek sambal kelapa kuning dan serundeng, yang hingga kini menjadi lauk favorit saya. Sementara kuenya yang khas adalah 'cucur'  (berwarna coklat, gurih dan manis). Ketika aku tanya kembali pada teman sekantor yang dari Bojonegoro, dia bilang "itu bukan khas Bojonegoro kali mas... Kue cucur kan di mana-mana ada... kue nasional lah bisa dibilang..."

(Ah masak... Ya ndak papa lah kalau memang kue itu menjadi kue khas nasional atau "Jawa" ya?.... dalam hati aku bilang begitu... Aku bisa kenal lebih dekat dengan temanku yang satu ini juga gara-gara sama tanah leluhurnya, yaitu Bojonegoro itu).

Yang jelas, kue itulah yang sering dibuatkan oleh nenek sampai akhir hayatnya sehingga menjadi kue kesukaan kami.. Pada masa kecil, jarang saya ingat nama 'ledre' yang ternyata jadi makanan khas Bojonegoro yang terbuat dari pisan. Masih teringat juga, karena dulu susah air, saya kecil suka main dan mandi di sungai yang menjadi sarana irigasi sawah dan ladang petani di sana. Seringnya dulu naik kereta, dan di tengah jalan makan nasi pecel pincuk yang unik, enak dan murah.  Entah, sekarang masih ada apa tidak ya...?

Sementara kakek nenek saya dari Karang Sono, Boyolali, Jawa Tengah, bernama Bapak Saidu Darmoprawiro dan Ibu Samiyem. Saya masih bertemu kedua-duanya. Karena dulu jalan ke Karang Sono ini belum bagus, dulu saya kecil sering dibonceng naik sepeda 'onthel' pulang pergi jika sowan ke eyang.  Bahkan saat kecil kaki saya pernah masuk jeruji sepeda yang masih saya kenang sampai sekarang.  Tidak ada angkot, belum ada ojek.

Yang ada dulu, ya naik kereta yang sangat lama nyampainya. Saat SD dan SMP, saya juga pernah bersepeda sendiri.  Lumayan menantang .... karena seingat  saya jaraknya mencapai lebih dari 50 km dengan melewati hutan-hutan jati yang masih perawan.

Kalau sekarang dipikir-pikir, "Wah dulu itu kok berani dan sanggup ya naik sepeda pulang pergi ke sana...??" Makanan kecil yang masih saya ingat paling saya sukai saat masih kecil marning (jagung kering di goreng) dan kerupuk kulit yang dipotoing persegi panjang kecil-kecil.  Sama  saya juga sering dibuatkan lauk serundeng dan tempe orek, yang sampai sekarang pun masih menjadi makanan favorit saya.

Saya juga pernah dibakarkan kadal untuk mengobati gatal-gatal di kulit oleh kakek.  Saya juga sempat makmum dengan kakek di atas dipan jika sedang sowan. Orang-orang tua di Karang Sono sering memanggil kakek saya dengan sebutan "Mbah Sinder" (sebutan untuk orang yang bekerja sebagai pengawas hutan?).

Terus terang, ketika mulai dibudayakan berkumpul saat lebaran seluruh anggota keluarga besar dari kakek nekek,  dan kebetulan saya sempat hadir, saya disadarkan ternyata saudara-saudara saya (jauh) itu banyak sekali. Jadi kalau dulu, silaturahim hanya dengan keluarga inti, ayah ibu dan kakak adik, tahun-tahun belakangan ini jadi bisa bersilaturahim dengan lebih banyak anggota keluarga besar. Bahkan baru ketahuan kebanyakan berasal dari Wonogiri, daerah yang tidak pernah saya sangka saya punya saudara jauh.

Dan baiknya lagi, baru belakangan ada rencana mau dicatat dengan baik (didokumentasikan) nama-nama anggota keluarga besar ini.  Rencana pencatatan ini sudah akan dilakukan 3 lebaran sebelumnya. Mungkin saat ini sudah ada catatan yang bagus. Tentu saja saya ingin sekali mendapat copy catatan ini.  Sayang.... . lebaran kemarin saya tidak bisa berkumpul karena sesuatu hal .. Jadi ya.. saat lebaran lah (tahun depan) kami waktunya berkumpul lagi.

Saat saya ribut mencari nama-nama kakek nenek bahkan buyut, ada pertanyaan "Apa perlunya mengetahui silsilah keluarga....?"

Aku bilang "Ya . . . untuk mengenal dan paling tidak bisa menyebutkan nama beliau-beliau saat memanjatkan doa...."  Mendoakan kakek nenek dan orang tua rasanya sudah menjadi "kewajiban" saya karena saya tak sempat menghadiri pemakaman semua kakek nenek saat meninggal dunia. Inilah risiko jadi orang perantau.

Saya merasa bangga mengetahui nama-nama tersebut dan yang lebih penting lagi adalah saya jadi tahu ternyata punya kerabat yang banyak dan semuanya ternyata tak jauh-jauh amat. Ibarat, ternyata dunia tak selebar daun kelor...(?)

Dan  siapa tahu ketika dirunut baik-baik, kakek nenek saya ternyata bersaudara dengan kakek nenek Anda?  Tidak mustahil bukan......?   Ayo siapa dari Bojonegoro, Wonogiri, dan Karangsono Boyolali . . . Siapa tahu kita bersaudara?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun