Tapi saya tidak tahu.
Saya selalu belajar untuk mahir membunuh pada tiap-tiap babak genting dalam hidup.
Sebab keangkuhan rasa memiliki akan memangsa saya diam-diam.
Saya membicarakan pembunuhan yang lebih dari sekadar darah.
Saya mengadili satu per satu konsep dan bertanya apakah ia candu, atau cinta?
Pembunuhnya selalu bermuara pada jiwa saya yang kelaparan namun tidak bisa kenyang.
Kemudian saya berlari hingga merangkak-rangkak, mencari kudapan apa yang dapat membuat setan lapar ini diam.
Saya terus-menerus berburu sesajen macam apa lagi yang harus ditumbalkan.
Kemudian saya terlilit, meronta, ingin bebas namun putus asa.