Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Sukses Merantau

21 September 2013   07:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:36 2259 2
TAHUN itu, saya beranikan daftar sebagai tenaga kerja ke Malaysia. Di sektor industri dan kebetulan di tempatkan di Samsung Corning Malaysia Sdn Bhd(sendirian berhad). Salah satu anak cabang pabrik gergasi dunia, Samsung, bahagian yang memproduksi kaca funnel dan panel televisi serta komputer.

Fasilitas memadai di janjikan oleh tauke yang datang ke Surabaya. Makan sebanyak satu kali dan dua kali tea break, makanan ringan. Dapat ganti uang makan jika makan tidak di ambil. Gaji UMR Malaysia yang akan di bayarkan tiap tanggal 7 selambat-lambatnya dua hari jika ada kelambatan administrasi.

Bayangan mendapatkan iming-iming fasilitas dan gaji, sesuai dengan benak setiap para pencari kerja keluar negeri. Bergelimang uang serta terpenuhi segala fasilitas.

Keberangkatan tak bisa di cegah. Kami yang di panggil sebagai pahlawan devisa. Dengan semangat membara di dada ingin mengeruk devisa secara tuntas dari negeri jiran. Di bawa pulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dan membantu pemerintah membengkakan pundi-pundi devisa. Walau sebagian rakyat Indonesia juga hanya menganggap kami sebagai mangsa. Baik dari calo PJTKI yang nakal, diskriminasi di bandara, agensi tenaga kerja di negara tujuan ataupun penjahat kelas teri yang memalak dan menggendam demi menjarah kami.

Kami tiba di Malaysia dengan selamat. Bekerja menyambung leher funnel untuk menggantikan orang-orang Bangladesh yang telah habis kontrak. Saat pengenalan kerja, melihat Bangla(orang Bangladesh) di line seakan hanya pekerjaan mudah. Menyambung ribuan funnel 8 jam kerja sehari.

Saya jelaskan kembali, walau kerja di pabrik Samsung Sdn Bhd namun kami bukan pegawai mereka. Kami adalah pekerja agensi sub kontraktor. Kita sebut saja majikan kami Mekar Sejati Sdn.Bhd. Disinilah nanti timbul berbagai persoalan pekerja dengan majikan.

Khayalan bekerja di negeri orang dengan kerja mapan dan limpahan uang seakan luluh. Setelah satu bulan menjalani. Banyak di antara rekan yang tidak kuat dan menginginkan untuk balik Indonesia. Ternyata pencarian tenaga kerja keluar negeri oleh mereka, untuk mengisi pekerjaan yang sudah di tinggalkan oleh orang-orang lokal.

Kerja di pengecoran kaca yang panas serta memerlukan kecekatan. Belum lagi tekanan psikis dari atasan yang inginkan target mereka tercapai. Di tambah lagi jauh dari kehangatan keluarga, beginilah situasi yang kami hadapi.

Kecepatan menyambung dalam kondisi ruang panas dan berapi. Produksi hingga 1200 buah perjam. Tak ada pekerja yang dapat bertahan hingga dua jam. Maka itu di berlakukan masuk line satu jam kerja, tiga puluh menit rehat. Pernah suatu kali di coba satu jam kerja dua puluh menit rehat, hasilnya line kacau. Banyak terjadi benturan, kaca pecah dan menuai hasil yang buruk serta merta caci maki dari Enginer.

Kondisi mental para perantau ketika itu berjumlah seratus orang. Yang kurang memadai banyak di antaranya mengalami shock. Dan ada pula seorang berujung pada klinik kejiwaan. Karena kondisinya itu, ia segera di pulangkan.

Saat situasi kurang stabil agensi berulah. Gaji pertama meluncur dengan mulus. Gajian bulan kedua, tanggal tujuh telah tiba. Sementara kebanyakan Indon (panggilan orang Indonesia di Malaysia sedangkan panggilan Indo tampak lebih baik) berangkat dengan biaya 4,5 juta rupiah ketika itu. Harus mengembalikan uang biaya keberangkatan di rumah. Belum lagi yang sudah berkeluarga tinggal di tanah air. Bertubi-tubi surat datang bertanya kabar. Tanggal 8, sehari sesudah perjanjian kontrak kerja, belum ada tanda-tanda gaji di bagikan.

Hingga puncaknya tanggal 11. Empat hari setelah perjanjian. Kami mogok. Karena tahu berhenti lima menit saja sudah puluhan ribu ringgit kerugian akan di alami perusahaan. Orang-orang lokal produksi akan mendapat semprotan dari warga negara empunya pabrik, orang Korea Selatan. Dan muaranya, agensi Mekar Sejati Sdn.Bhd menjadi tudingan dari lokal member.

Hasilnya, mereka memberi kepastian gaji saat meeting yang di hadiri segitiga yang bersangkutan. Antara Agensi Mekar Sejati, pihak Sumber Manusia dan enginer teknik mewakili SCM.Sdn.Bhd. dan Kami TKI.

Peristiwa ini tidak sengaja. Karena kami sebenarnya masih minder dan hanya mampu bergunjing dan bergunjing saja sesudah gaji tidak di berikan. Kebiasaan mental inlander, tak biasa teriak, unjuk rasa, apalagi untuk mengenal boikot. Kami hanyalah orang-orang sederhana yang ingin bekerja. Tak ada niat menciptakan kegaduhan demi gagah-gagahan, merusak, apalagi membuat bangkrut perusahaan. Tak terpikir sama sekali. Terbukti kami mampu membuat rekor produksi defect yang tidak bisa di jangkau oleh orang Bangladesh atau bahkan orang lokal. Yakni defect seminim 0,7 persen. Karena selama ini selalu melebihi angka di atas 1,2 persen.

Ketika itu, 11 september 2002. Group A masuk kerja petang 15.00-23.00. Di ruang rehat dan ganti baju. Kami mengeluh murung membicarakan gaji. Group B dan C. Yang masuk malam dan pagi tak bisa menggoyahkan agensi Mekar Sejati Sdn.Bhd untuk mencairkan gaji. Permintaan mereka selalu mendapatkan jawaban yang sama. Gaji masih masuk pembukuan. Padahal kami tahu kontrak kerja. Karena di antara kami ada lulusan sarjana S1. Yang "tersesat" menjadi TKI karena tak tahan dengan kerasnya mencari kerja di Indonesia.

Bahkan, karyawan Mekar Sejati Sdn.Bhd yang mencatat absensi dan gaji kami hanya lulusan SPM. Setingkat SMA di Indonesia. Sungguh Ironi. Seorang lulusan sarjana menjadi bawahan seorang lulusan SMA hanya karena bukan di negaranya. Tidak karena trek rekor, kemampuan daya berpikir dan keahlian. Mungkin kesalahan kampus kita juga yang hanya mampu melahirkan seorang TKI sektor buruh kasar.

Di ruang rehat, 1 group, di bagi 2 kelompok kerja. Kelompok line 11 dan kelompok line 12. Saya berada di line 11. Mendapat ajakan, sebut saja Suher untuk mengajak mogok.

"Ayo berani enggak kamu mogok, agar gaji tidak di ulur-ulur...!" Kata Suher.
"Okeh, jika itu keputusan bersama. Dan kamu, line dua sebelas" Jawab saya sambil memakai peralatan safety. Sedangkan semua Indon suasana sudah tidak enak karena keterlambatan gaji ini. Sekali lagi saya di ajak. Bukan ada maksut untuk memelopori mogok atau apapun yang dapat di anggap merusak citra tenaga kerja Indonesia.

Pergantian shift di line 11. Group A masuk, group C keluar tak terjadi sebagaimana mestinya. Group A kelompok line 11 seperti yang di sepakati, tak mau mengganti kelompok group C masuk line.

Karena keadaan line panas, akhirnya kelompok C itu tidak tahan. Mereka turun. Di tinggalkan line kerja, beserta mesin-mesin yang terus bergerak. Barang-barang produksi berbenturan dan rusak secara keseluruhan. Leader line orang lokal dengan tergopoh-gopoh turun dari ruang kontrol kaca. Ia bertanya apa yang sedang terjadi. Dan berusaha membujuk supaya tetap bekerja.

Di sisi lain. Di line 12 kelompok Suher bekerja seperti biasa. Saya datangi Suher, apa yang terjadi kok terus bekerja. Dia beralasan, bahwa di kelompoknya ada orang-orang yang berumah tangga yang mencari nafkah buat keluarga. Yang menurut saya tidak relevan sama sekali. Karena kelompok line 11 yang mogokpun demikian. Masih punya tanggungan di rumah. Melakukan aksi ini karena hal itu. Sehingga ributlah sesama kami sendiri. Kegaduhan, segera mengumpulkan orang di sekitar line 12.

Kepalang tanggung, saya bersama kelompok line 11 sudah tidak mau lagi masuk line. Dan di panggil untuk menghadap Enginer. Orang lokal lulusan Harvard University jurusan teknik pesawat itu membilas kami habis-habisan. Memberi tahu kerugian yang kami timbulkan. Kesempatan itu kami gunakan untuk meminta gaji di bayarkan sesuai perjanjian kontrak. Karena sebelum kejadian, kami tak pernah membuat kerusuhan seperti itu.

Dari pertemuan dengan enginer itu, memaksa dia untuk mempertemukan kami dengan agensi Mekar Sejati Sdn.Bhd, Human Right Department SCM Sdn.Bhd.

Dengan janji seorang enginer, kami kembali bekerja. Dengan tentunya di ikuti oleh pandangan aneh karyawan Samsung Corning Malaysia Sdn.Bhd lainya. Karena selama berdirinya pabrik, belum pernah ada yang melakukan protes sekeras itu. Mereka lebih memilih diam dan mengundurkan diri atau lari jadi TKI ilegal. Kami menjadi sorotan terutama di kafetaria, saat makan di ruang AC mirip aula hotel itu.

Pertemuan sesuai janji enginer pun terjadi. Menghasilkan orang-orang Mekar Sejati secepatnya membayarkan gaji para pekerjanya. Jika tidak mau di evaluasi kerjasamanya dengan Kilang Samsung Corning Malaysia Sdn.Bhd. Karena kinerja perusahaan tidak boleh terganggu hanya karena hal-hal demikian. Sedang pesanan barang dari berbagai negara telah menuggu untuk minta dikirimkan. Dan agensi tenaga kerja membayarkan gaji kami sehari kemudian setelah pertemuan segitiga itu.

Setelah kejadian. Para pegawai Mekar Sejati tak lagi melengkingkan suara jika sedang mengabsen. Juga tidak sedikit-sedikit memberi ancaman balik Indon atau hapuskan jatah makan. Karena sebelumnya selalu mereka mengancam demikian.

Perkembangan kilang setelah itu pertumbuhanya baik. Produksi berlimpah, ini kami ketahui dengan perusahaan mendirikan gudang-gudang baru. Beberapa perluasan tiang pancang di mulai untuk memperluas bangunan produksi. Sementara papan pesanan silih berganti dari Brasil, Argentina, Malaysia sendiri, Indonesia, India dan berbagai negara lain.

Inilah sekedar cerita tentang kesuksesan seorang sedang merantau di negeri orang. Perjuangan seorangan TKI yang membela hak-haknya. Kesuksesan sedikit dan belum apa-apa. Kami bangga mendapat gelar Indon bila dapat membuat prestasi. Walau mungkin kesan itu kurang ngeh. Tapi itulah kami yang tidak memperdulikan nama, dan lebih mementingkan hasil. Mungkin betul kata orang bijak. Apalah arti sebuah nama jika tidak bermanfaat bagi prestasi diri, keluarga dan negara.

Salam kompak selalu.

Catatan : sebutan nama perusahaan bukan untuk pemasaran tapi hanya karena penguatan ilustrasi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun