Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Diriku Tidak Punya Rumah Pribadi

10 Oktober 2013   18:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:43 186 0
JAKARTA-GEMPOL, Rumahku adalah surgaku, begitulah kata pepatah orang tua dahulu. Akan tetapi bagi diriku rumahku ada di mana-mana saja di atas bumi ini. Di mana tanah dipijak di situlah langit Aku junjung. Di mana malam tiba di situlah diriku berteduh dari angin dan hujan. Diriku berasal dari tanah dan akan kembali lagi ke dalam tanah.

Sayang sekali orang tuaku tidak sanggup membeli maupun membangun rumah sendiri. Diriku lahir di Sabang ACEH, di rumah kakekku yang bernama Teungku (Tgk) H. Muhammad Abu Juned Bitay. Kami anak cucunya biasa memanggil dengan sebutan Abu Juned atau Kek Abu.

Kakekku adalah salah satu Ulama di kota Sabang ACEH cucu dari ahli waris utama Teungku Di Bitay (Muthalib Ghazi bin Musthafa Ghazi)/Teungku Di Bitai.

Dahulu kakekku jalan kaki keliling Pulau Weh Sabang, untuk menyiarkan Agama Islam.
Mirip diriku yang sering juga jalan kaki. Hal ini berarti cucu ikut kakeknya.

Walaupun kakekku mempunyai 10 orang anak (Ibuku Ramlah Juned anak nomor 9 atau anak perempuan ke-3), akan tetapi diriku merupakan "Anak ke-11," karena saat diriku lahir, yaitu pada waktu Shalat Subuh. Kemudian kakekku Abu Juned langsung mengazankan ke telinga diriku seperti anak-anak laki-laki lainnya.

Kita ketahui bersama bahwa Ulama Teungku Di Bitay adalah berasal dari Negara Baitul Muqdis/Baital Maqdis (Palestina) dan masuk wilayah kerajaan Turki Utsmani/Turki Utsmaniyah atau yang terkenal dengan sebutan kerajaan Rum.

Hal ini dikarenakan sudah berhasil menghancurkan kerajaan Byzantium yang ibukotanya Heraklius/Konstantinopel (1453 M). Setelah itu Sultan-sultan Turki dikenal dengan sebutan Sultan Rum atau Raja RUM.

Pasca kemenangan pasukan Islam atas pasukan kristen (Kekaisaran Romawi Timur) oleh Sultan Muhammad Al Fatih (1453 M) Sang Penakluk, maka kota Konstantinopel dirubah menjadi nama Istanbul (Islambul).

Kata itu berarti kota kemenangan Islam atas penaklukan Konstantinopel pada hari Selasa, 20 Jumadil Awal 857 H atau 29 Mei 1453 M. Hal ini terjadi setelah dikepung dan digempur selama sebulan lebih sejak 6 April 1453 M. Kota Konstantinopel/Istanbul dapat direbut setelah perang selama 54 Hari dan dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad Al Fatih.

Penasaran dengan nama kakek-kakekku yang bernama Syakir Jundi Istanbul Turkiya akhirnya kaki ini melangkah menuju kantor Duta Besar Turki mencari informasi. Apakah itu nama asli Sultan Turki yaitu Sultan Muhammad Al Fatih?

Menurut versi Turki disebutkan bahwa nama Sultan tersebut adalah Sultan Mehmed II atau dalam bahasa Arab disebutkan bahwa Beliau bernama Sultan Muhammad Al Fatih (30 Maret 1432-3 Mei 1481 M). Sultan naik tahta pada 855 H/1451 M.

Diriku sempat berdebat dengan Mr.Ersin, Second Secretary Turkish Embassy, pada hari Kamis, 6 Desember 2012, di Kedutaan Besar Turki di Jakarta. Bahwa menurut diriku, kakek-kakekku yaitu Teungku Di Bitay (Tgk.Di Bitay) berasal dari Negara Palestina.

Menurut Mr.Ersin bahwa kakek-kakekku berasal dari Turki Utsmani, karena saat itu negara Palestina masuk ke dalam wilayah kekuasaan kerajaan Turki Ottoman atau Turki Utsmani/Turki Utsmaniyah.

Teungku Di Bitay (Muthalib Ghazi bin Musthafa Ghazi) yang dikirim ke Aceh pada masa berkuasanya Sultan Selim II (1566-1574 M)/(Salim II). Ketika itu Teungku Di Bitay datang ke Aceh pada tahun 1566/1567 M.

Di mana pada saat itu kerajaan Aceh sedang dipimpin oleh Sultan Riayat Syah Al Qahar (1539-1571 M), Sultan Aceh ke-3 yang menggantikan dari abang kandungnya yaitu Sultan Salahuddin (1528-1539 M), yaitu Sultan Aceh ke-2.

Akan tetapi menurut riset/penelitian INDEPENDENT bahwa Teungku Di Bitay tiba di Aceh pada tahun 1537 M.

Sedangkan Sultan Salahuddin sendiri wafat pada tahun 1548 M dan di makamkan/dikuburkan di Bitay Banda Aceh dalam kompleks perkuburan Turki bersama-sama dengan Teungku Di Bitay, saling berdampingan.

Kakak beradik ini yaitu Sultan Salahuddin (Wafat pada 25 November 1548 M) dan Sultan Riayat Syah Al Qahar (Wafat pada 28 September 1571 M) adalah anak kandung Sultan Aceh yang pertama yaitu Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530 M), Sultan ini wafat pada 5 Agustus 1530 M.

Di rumah kakekku inilah di Sabang diriku cuma berteduh selama 3 bulan lamanya. Kemudian diriku terbang ke Jakarta bersama ibuku untuk menyusul bapakku yang sedang belajar di IIP (Institute Ilmu Pemerintahan) daerah Cilandak, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Saat lahir diriku dalam posisi "Anak Yatim" karena bapakku tidak berada di tempat, yang ada hanya kakekku.

Di Kota Jakarta ini, orang tuaku tinggal di rumah sederhana yaitu rumah bedengan yang terbuat dari seng. Pada tahun 1979, diriku kembali ke Sabang Aceh dan tinggal di rumah kakekku Tgk.H.M. Abu Juned Bitay. Kemudian orang tuaku pindah ke rumah dinas Pemda Sabang pada akhir tahun 1979.

Pada awal tahun 1980-an, Drs.M.Nasir sempat ikut pemilihan Walikota Sabang. Saat pertarungan PILKADA SABANG di DPRD kota Sabang di mana bapakku mendapat 7 suara dan lawannya Drs.M.Yusuf Walad mendapat 13 suara.

Kita ketahui bersama bahwa lawannya adalah adik kandung Gubernur Aceh, pencetus freeport di Sabang yaitu Prof.Dr.Muzakir Walad yang memimpin sebagai Gubernur Aceh selama dua periode (1968-1973 dan 1973-1978).

Walaupun pernah ikut pemilihan Walikota Sabang Aceh akan tetapi bapakku Drs.M.Nasir tidak pernah bercerita kepada anak-anaknya seumur hidup Beliau tentang Pilkada Sabang.

Diriku saja baru mengetahui hal ini setelah membaca catatan harian bapakku pada tahun 1986. Sayang sekali buku catatan harian itu sekarang sudah hilang (2004).

Walaupun bapakku tinggal di rumah dinas, akan tetapi diriku tetap tinggal di rumah kakek Abu Juned Bitay. Hanya pada waktu-waktu tertentu saja seperti pulang sekolah dan ada keperluan lainnya baru pulang sebentar ke rumah dinas.

Kemudian pada waktu sore hari diriku kembali ke rumah kakek untuk mengaji, sekolah dan tidur di sana. Jarak rumah dan SD No.6 (Sekolah kolonial Belanda) hanya 100 meter.

Akhirnya pada saat sakit-sakitan, kakekku dibawa ke Bitay Banda Aceh. Kakekku Teungku H.M.Abu Juned Bitay meninggal dunia pada tanggal 30 Mei 1990, Rabu malam jam 21:30 WIB, di Bitay Banda Aceh.

Kakekku ketika itu dalam usia 92 Tahun 1 Bulan 10 Hari (20 April 1898-30 Mei 1990). Saat itu usia diriku baru 15 Tahun, 10 Bulan, 21 Hari.

Sesuai pesan wasiatnya, kakekku akhirnya dikuburkan pada makam/kuburan khusus peninggalan Turki yang berbentuk kotak segiempat. Setelah itu tidak ada orang lain yang boleh di makamkan/dikuburkan di kotak segiempat ini, walaupun masih ada sisa satu lubang lagi.

Menurut saudara sepupuku, " Pada suatu hari nanti ada orang yang pantas untuk dikuburkan di samping kuburan kakekku," "Siapa orangnya Kita tidak tahu."

Rencanannya tanah di sebelah kuburan Abu Juned akan di semen. Hari itu ada keonaran di Bitay, orang yang bukan ahli waris utama mau dikuburkan pada kuburan PUTIH yang berbentuk kotak segiempat tersebut, tentu saja hal ini ditentang oleh saudara-saudara diriku.

Mungkin saja itu jatah diriku "Anak ke-11", makanya diriku mau mengurus mesjid di Bitay Banda Aceh, bekas peninggalan Teungku Di Bitay kakek-kakek kami dahulu yang sudah tidak terawat dengan baik. Diriku menjadi Cleaning Service, merangkap semuanya.

Diriku sempat tinggal di rumah dinas pemda Sabang bersama orang tuaku selama 3 tahun (1987-1990), pulang sekolah lalu sore hari pergi mengaji ke rumah kakek Abu Juned. Diriku malam harinya kembali tidur di rumah dinas yang terbuat dari papan dan sudah banyak rayapnya.

Dinding rumah dinas Pemda Sabang (dibangun tahun 1970) banyak yang bolong-bolong dan terpaksa dilapisi oleh seng. Bagian belakang rumah dinas ini sempat juga ditambahkan oleh bapakku untuk dapur dan ruang makan yang terbuat dari seng mirip bedengan seperti tempat tinggal Kami dahulu di Jakarta.

Pada tahun 1992 sempat juga bapakku mengajukan usulan ke Walikota Sabang untuk memiliki rumah dinas ini dan membelinya, akan tetapi ditolak.

Saat itu kondisi politik antara bapakku dengan Walikota Sabang sedang memburuk termasuk Walikota Sabang sebelumnya, beberapa kali tidak naik pangkat dan tidak ada jabatan apa-apa hampir 10 tahun lamanya.

Kemudian hari pada November 1994, bapakku Drs.M.Nasir diangkat dan dilantik menjadi Assistant II Walikota Sabang, hal ini sebagai "HADIAH" sebelum Walikota Sabang mengakhiri masa jabatannya pada November 1995.

Sampai akhir hayatnya bapakku tidak mempunyai rumah sendiri dan masih meninggalkan utang/pinjaman kepada nenekku. Akhirnya utang itu baru dapat terbayarkan setelah 14 tahun.

Pasca tenggelamnya kapal KMP Gurita "DIKASIH HADIAH" pada hari Jumat malam, 19 Januari 1996, jam 20:30 WIB. Maka sesuai peraturan Walikota Sabang bila tidak bekerja lagi di Pemda Sabang, maka dalam waktu 3 bulan harus segera mengosongkan rumah dinas.

Berhubung kesibukan diriku yang sedang berada di kota Lhok Seumawe dan sesuai aturan Walikota Sabang, Surat Kematian baru boleh keluar setelah satu tahun pasca kecelakaan tenggelamnya kapal KMP Gurita.

Kedua orang tuaku "Hilang" di dasar laut, teluk Balohan Sabang. Kuburannya di palung laut yang dalamnya 385-444 meter.

Maka penyerahan kunci rumah dinas pemda Sabang baru dapat diriku lakukan pada bulan Oktober 1996. Akhirnya diriku pindah kembali ke rumah kakekku di Sabang Aceh setelah 17 tahun (1979-1996) "TINGGAL" di rumah dinas pemda Sabang.

Sebelum kakekku Abu Juned meninggal dunia maka kakekku berwasiat bahwa rumah kakekku yang ada di Sabang diberikan kepada ibuku dan adik perempuan ibuku.

Sedangkan rumah warisan Teungku Di Bitay yang terletak di desa Bitay Kota Banda Aceh yang menjadi warisan jatuh kepada kakekku, diberikan kepada anak perempuan yang pertama dan untuk nenekku.

Di tanah kediaman Tgk. Di Bitay sekarang ini dalam satu pagar ada 3 rumah dan ada lambang bulat berbentuk bulan bintang lambang negara Turki.

Dahulu saat diriku kecil dan berangkat ke Bitay serta pada saat diriku sekolah di Banda Aceh, pasti tidur di rumah warisan Teungku Di Bitay ini.

Rumah warisan Teungku Di Bitay tersebut halamannya luas sekali, bisa bermain kejar-kejaran dengan saudara-saudara yang lain.

Di rumah kakekku inilah sejak dahulu kakekku masih ada di Sabang (1950-1990) hingga sekarang diadakan pengajian atau TPQ ABU JUNED BITAY.

Bagi diriku TPQ ini adalah singkatan dari Tempat Pengajaran Alquran walaupun sejak tahun 1990-an orang-orang menyebutkan bahwa TPQ itu Taman Pendidikan Alquran.

Dahulu diriku lahir pada kamar belakang rumah kakekku dan kakekku sebelum meninggal dunia sempat juga tinggal di kamar tempat diriku dilahirkan (1980-1990).

Sekarang diriku tidur kembali di kamar tempat kakekku tinggal dahulu yaitu kamar tempat di mana diriku dilahirkan oleh Ibuku.

"Weeek...weeek...weeek...jerit tangis diriku sewaktu lahir," "Kha lahee aneuk si Maneh/Sudah lahir anak si Maneh," kata kakekku Abu Juned Bitay kepada nenekku di waktu Azan Subuh berkumandang.

Setelah shalat Subuh kemudian kakekku mengazankan diriku dan jadilah diriku "Anak ke-11" dari kakekku Teungku H.M. Abu Juned Bitay dan oleh Ibuku diberikan nama Rachmad karena diriku lahir di bulan puasa Ramadhan.

Dari hasil riset/penelitian kembali arsip-arsip lama peninggalan kekekku Abu Juned Bitay pada hari Rabu, Sabang 14 Agustus 2013, data-data rumah kakekku adalah:

SURAT PERJANJIAN SEWA BELI; No: 164/C/PRN/172/1983; Senin,17 Oktober 1983;
Ir.H.Abdul Muluk; kepala Dinas Pekerjaan Umum Daerah Istimewa Aceh; AN Menteri PU dengan Surat Kuasa No.831/KPT/C.b.5/1983; tanggal 26/7/1983; sebagai PIHAK KESATU.

Tgk. Djoened Bitai; Banda Aceh, 20 April 1898; Jalan Cempaka No.3; sebagai PIHAK KEDUA

Berdasarkan Undang-undang Nomor 72 tahun 1957 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1974 dan Keputusan Presiden Nomor 40 tahun 1940, kedua belah pihak telah mencapai kata sepakat untuk mengadakan perjanjian sewa-beli sebuah rumah Negeri.

(Keppres No.40 tahun 1940; Menurut diriku pasti salah ketik karena Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945 dan Kita mempunyai Presiden pada 18 Agustus 1945, mungkin tahun 1980).

Nomor : AA.1162; Kelas :IV; Luas Lantai :159 m2; Luas tanah : 772 M2; Harga rumah Rp 2.649.500; ganti rugi tanah : Rp 1.351.000; Total : Rp 4.000.500.(Empat juta lima ratus rupiah).

Pengukuran tanah, Sabang 1-11-1988, Pembelian rumah pada tahun 1989, pajak bumi :772 M2; bangunan : 229 M2; Serifikat hak : milik No.289 Tahun 1989;
TAHUN DIBANGUN perkiraan 1930.

Catatan: luas rumah lama ;159 M2; luas tempat mengaji 70 M2 (10.75 X 6.5 M).

Pasca pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda (27 Desember1949), kemudian Kakekku tinggal di Kota Sabang sejak tahun 1950.

Rumah kakekku adalah rumah peninggalan kolonial Belanda dan sempat juga diduduki oleh Jepang (1942-1945).

Di belakang rumah kakekku ini masih ada bungker peninggalan Jepang walaupun sekarang sudah tertutup oleh tanah dan sampah.

Rumah kakekku sekarang terletak pada situs sejarah kolonial Belanda yaitu Woon Complex Sabang Maatschappij (Perumahaan Sabang Maskapai 1909).
Kakekku tinggal di sini sejak tahun 1950, Beliau pindah dari Bitay Banda Aceh ke Sabang.

Rumah bekas peninggalan Belanda dan Jepang ini agak besar dan luas halamannya, bisa bermain Bola Kaki dan kejar-kejaran sepuasnya.

Alamatnya: Jalan Raden Saleh No.3 Komplek Cempaka, Kota Atas Pulau Weh, Sabang ACEH 23511.

Dahulu nomor rumah angka tiga ini hanya goresan angka dari cat, kemudian sejak diriku meninggalkan kota Sabang tahun 1997-2010, nomor tiga tertutup cat putih (September 2010), nomornya tidak kelihatan.

Pada Agustus 2013, ketika Rachmad kembali lagi ke Sabang dari Jakarta. Rachmad membeli angka 3 dari kuningan di salah satu toko di Jakarta dan Rachmad pasang angka 3 ini di dinding depan rumah pada 7 Agustus 2013, besoknya lebaran Idul Fitri, 1 Syawal 1434 H.

Sampai akhir tulisan ini dibuat diriku memang tidak punya rumah pribadi. Diriku hanya punya beberapa rumah di alam maya. Gampang carinya...

SMS : 08887225747 (Rachmad Yuliadi Nasir), rachmad.aceh@yahoo.com

Alamat rumahku di alam maya (home page):

www.rachmadforpresident.blogspot.com
www.rachmadindependent.blogspot.com
www.walikotasabang.blogspot.com
www.sabangfreeport.blogspot.com
www.bitayaceh.wordpress.com

Catatan: Kapan datangnya Teungku Di Bitay ke Aceh (1566/1567 M), perlu riset/penelitian yang dalam (1537 M), saat ini Rachmad sedang riset dan masih dalam tahap pengumpulan data-data.

Silakan datang ke Sabang Aceh untuk menikmati panorama pemandangan alam yang indah serta berkunjung ke Kilometer Nol Indonesia di hutan lindung Iboih.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun