Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature Artikel Utama

Gedung New Media Tower Kampus UMN, Juara Tropical Building se-ASEAN

1 November 2014   02:12 Diperbarui: 27 Mei 2018   08:28 6497 1
Dari kejauhan, gedung itu berwarna abu-abu. Bentuknya, paling beda sekaligus paling unik, bila dibandingkan dengan gedung-gedung jangkung lain yang ada di sekitarnya. Mirip seperti batu koral, seperti kepompong, berwarna abu-abu, dan melengkung cenderung oval. Ya, itulah Gedung New Media Tower milik Universitas Multimedia Nusantara (UMN) yang berlokasi di Scientia Garden, Jalan Boulevard Gading Serpong, Tangerang, Banten.

Gedung NMT ini diresmikan oleh Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetama, pada September 2012 lalu. Mungkin sudah banyak yang tahu, setahun kemudian, gedung ini meraih penghargaan dengan menjadi juara pertama Gedung Hemat Energi pada Penghargaan Efisiensi Energi Nasional pada 2013. Nah, baru-baru ini, tepatnya September kemarin, Gedung NMT kembali meraih penghargaan yang lebih bergengsi lagi, yaitu sebagai Energy Efficient Building kategori Tropical Building yang dilombakan pada ASEAN Energy Award 2014 di Vientiane, Laos. Tahun sebelumnya, predikat ini diraih oleh Sukhotai Heritage Resort di Thailand.

Menurut Sudarman Sutanto selaku Building Manager Kampus UMN, luas bangunan Gedung NMT ini sekitar 32 ribu meter persegi. Sedangkan luas total seluruh lahan yang dimiliki UMN adalah 8 hektar, dengan pemanfaatan 40 persen, atau 2,4 hektar terbangun.

“Jumlah lantai yang ada di Gedung NMT ini seluruhnya 13 lantai. Pada setiap satu lantai, rata-rata ada 14 ruang kelas. Jadi, totalnya ada sekitar 125 kelas, di mana per kelas dapat menampung 40 mahasiswa. Daya tampung gedung ini secara keseluruhan adalah sebanyak 5.000 mahasiswa. Paling bawah Gedung NMT ini mulai dari basement, khusus untuk parkir 2.000 motor, dan mushola. Lantai 1 dipergunakan untuk kantin. Lantai 2 ada kantin, sebagian kelas, dan ruang-ruang Unit Kegiatan Mahasiswa. Lantai 3, ada Theatre dan kelas, sementara lantai 4 tidak ada. Lantai 5, bahagian tengahnya merupakan sambungan dari Theatre, dan selebihnya ruang kelas. Lantai 6 sampai 11, pada umumnya adalah ruang kelas, termasuk ada juga untuk Laboratorium Desain Komunikasi Visual, dan Laboratorium Komputer. Sedangkan pada lantai 12, difungsikan untuk Business Incubator yang kami biasa kami sebut sebagai Skystar Ventures,” urai Sudarman kepada penulis, pada Kamis (30 Oktober 2014) di Kampus UMN.

Lantaran menerapkan konsep gedung terbuka, pada lahan parkir sepeda motor yang khusus dialokasikan di basement, kata Sudarman, pihaknya tidak terlalu banyak memasang lampu penerang. Termasuk, tidak juga mengoptimalkan exhaust fan untuk membuang asap knalpot sepeda motor di basement. Yang menarik, untuk pembuangan asap knalpot ini, pengelola Gedung NMT membuat delapan cerobong kaca yang menjulang hingga ke lantai 3, untuk membuang asap knalpot dari sepeda motor.

“Untuk yang di basement dan merupakan lahan parkir kendaraan bermotor roda dua, kami tidak banyak menggunakan lampu penerang, dan exhaust fan untuk pendorong asap knalpot motor. Tetapi, kami membangun ada semacam cerobong kaca yang panjang, dari mulai basement hingga ke atas, ke lantai 3. Total semuanya, ada delapan cerobong kaca, yang fungsinya adalah untuk membuang asap knalpot motor ke atas. Dan di lantai 3, ada taman rumput dan pepohonan yang sengaja dibangun, dengan maksud mempertahankan lahan hijau pada gedung ini,” jelas Sudarman yang sempat mendampingi Wakil Rektor UMN, Andrey Andoko ketika menerima piala penghargaan Energy Efficient Building kategori Tropical Building pada ajang ASEAN Energy Award 2014, pada September kemarin, di Laos.

Sudarman menambahkan, limbah air yang berasal dari seluruh gedung, baik itu limbah air hujan, dan air buangan dari urinoar toilet, tidak asal dibuang begitu saja. Tetapi, UMN menyediakan sebuah wadah khusus untuk melakukan proses daur ulang air limbah. Hasilnya, dapat dipergunakan untuk beberapa keperluan, seperti menyiram tanaman, pembilasan toilet, juga untuk memfungsikan sistem pendingin ruangan.

“Seluruh limbah air dari gedung ini, baik itu air hujan, maupun air dari limbah toilet, kami lakukan proses daur ulang di basement gedung ini, dan dipergunakan untuk penyiraman taman, dan pembilasan toilet. Air hasil daur ulang ini juga difungsikan untuk sistem pendingin ruangan. Kecuali, air yang digunakan untuk mencuci tangan, keperluan urinoar, dan air wudhu, menggunakan air Pam murni. Untuk limbah air hujan, kami buatkan juga sumur resapan, atau semacam biopori tapi berukuran agak besar, yakni 1,2 meter dengan kedalaman antara enam sampai delapan meter. Sumur resapan ini ada sekitar 20-an unit, dan sengaja kami buat di sekeliling lokasi gedung. Selain itu, limbah air hujan juga kami alirkan melalui kanal yang kami bangun, dan untuk selanjutnya, limbah air hujan ini akan dikembalikan meresap lagi ke dalam tanah,” tutur Sudarman sembari menyebut bahwa semua ruangan dilengkapi dengan lampu jenis T5 atau LED yang lebih hemat energi. "Tapi, karena kulit luar gedung adalah aluminium yang berlubang-lubang, maka cahaya sudah sangat optimal. Bahkan, ada sejumlah lampu yang meskipun terpasang, tapi jarang untuk dinyalakan".

Memang, dengan gedung yang menggunakan lapis luar berupa aluminium yang diberi lubang-lubang, sudah pasti air hujan akan masuk sehingga membuat sisi pinggir koridor menjadi basah. Tetapi, ini adalah suatu hal yang normal, bahkan sudah dibuatkan saluran air untuk pembuangannya secara cermat.

“Karena gedung ini terbuka, dengan lapisan luar berupa aluminium yang berlubang-lubang dan terbuka, maka apabila hujan,  ya air akan masuk dan basah seperti biasa. Semua itu sudah kami prediksi. Tapi, semua itu normal, dan kami sudah buatkan saluran air untuk membuang air hujan yang masuk. Yang jelas, air hujan yang masuk tidak akan membahayakan, dalam arti air tidak akan masuk sampai ke ruang-ruang kelas, atau ke laboratorium. Begitu juga dengan terpaan angin, tidak akan membawa masalah, malah justru membawa kesejukan di setiap koridor ruangan,” jelas Sudarman sambil menyebutkan bahwa, perancang gedung ini adalah Budiman Hendropurnomo.

Meski demikian, justru di situ pula letak keunggulan dari Gedung NMT ini, penggunaan lapisan luar berupa aluminium yang diberi lubang-lubang justru membuat cahaya matahari dapat masuk dan menerangi internal gedung, tetapi tidak menyilaukan mata. Bahkan, sirkulasi udara menjadi sangat menyejukkan.

“Keunggulan lain, kita memakai sistem dinding dengan double skin. Artinya, meskipun ada kaca-kaca yang terpasang di dinding, tapi sebenarnya, ini hanya kaca biasa saja yang tebalnya 3 milimeter, bukan kaca khusus yang tebal. Tapi, pada sisi luar gedung ini, ada aluminum yang menutupi gedung ini. Dengan perhitungan yang matang, aluminium ini sengaja dilubang-lubangi, dengan jumlah yang berbeda. Tujuannya, untuk membuat cahaya matahari masuk ke dalam ruangan-ruangan yang ada tapi tidak menyilaukan. Begitu pula dengan sirkulasi udara, yang dapat berproses secara baik dan menyejukkan. Dengan begitu, praktis penggunaan lampu-lampu penerang dapat kita minimalisir, termasuk pemakaian AC-nya. Di ruang-ruang kelas pun, penggunaan AC dengan mudah dapat kita atur temperatur suhunya, bahkan kita matikan AC-nya kalau ruang kelas tidak difungsikan. Praktis, hanya di pagi hari saja, pendingin ruangan agak bekerja maksimal, tapi begitu lewat tengah hari, penurunan penggunaan AC akan terjadi secara drastis,” urai Sudarman.              

Mengantisipasi tingkat polusi suara dan menjaga ketahanan suhu sejuk pada berbagai ruang-ruang yang ada-termasuk ruang kelas-, di gedung ini pun sangat diperhitungkan secara matang. Untuk itulah, teknologi bangunan untuk membuat dinding pada gedung ini menggunakan apa yang disebut sebagai M System.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun