Hari-hari masyarakat Indonesia dipenuhi oleh suka, duka, tawa, tangis, dan amarah. Kita tentunya biasa mengekspresikan emosi dengan berbagai cara. Tertawa, menangis, berteriak, dan dengan berbagai kata-kata yang biasanya sering kita dengar. Tapi sayangnya, mayoritas masyarakat Indonesia mengungkapkan hal itu dengan kata-kata makian. Bahkan ketika mereka senang, ataupun sedih, apalagi marah, semua emosi mereka terungkapkan dengan makian. Anjing, kampret, bajingan, bedebah, monyet, brengsek, sialan, dan makian-makian lain diucapkan secara otomatis, tanpa rasa bersalah, tanpa memikirkan dahulu akibat yang ditimbulkan dari ucapan mereka, seolah-olah memaki sudah menjadi bagian dari kebudayaan kita.