Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Kami Bukan Calon KORUPTOR!

15 November 2014   16:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:45 183 0
Ketika saya membuka facebook beberapa waktu yang lalu, saya miris membaca postingan salah satu teman. Kami masuk STAN bukan karena ingin menjadi koruptor. Kami ingin membuat orangtua bangga, kami ingin mengabdi kepada negara. Kami ingin menjadi Punggawa Keuangan Negara, yang dengan segenap hati mengumpulkan uang-uang negara :')

Berikut kutipan selengkapnya:

Surat Seorang Mahasiswa STAN untuk Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo (repost) By YP 08 November 2010, 15:46


Tulisan ini saya buat untuk menanggapi artikel yang dimuat di media suara merdeka online tanggal 04 Nopember 2010 atas artikel yang berjudul “SDM Perpajakan Sebaiknya dari PT”. Saya tujukan tulisan ini kepada Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo karena ada pernyataannya yang sangat menyakiti hati nurani saya pribadi sebagai mahasiswa STAN.
Saya merasa sakit hati dengan pernyataan “mantan menteri” Bapak Bambang Sudibyo ketika menjadi pembicara  tunggal dalam seminar nasional Reformasi Perpajakan Antara Harapan dan Kenyataan di STIE AUB Surakarta, 4  Nopember 2010. Beliau menyebutkan “STAN yang selama ini menjadi satu-satunya lembaga pendidikan yang  mencetak SDM perpajakan harus dihentikan. Hal itu untuk memutus perembetan budaya korupsi.” Ia beralasan  bahwa “SDM atau aparat pajak yang direkrut harus punya kompetensi teknis, profesional, punya integritas, dan  nasionalisme yang tinggi.” Lihatlah teman, apakah ucapan tersebut – terutama statement awal – pantas diucapkan  oleh orang sekaliber “mantan” menteri keuangan dan menteri pendidikan seperti Bapak Bambang Sudibyo? Tanpa  tedeng aling-aling beliau yang “terhormat” berkata dengan lantang sambil mengarahkan telunjuknya ke STAN sambil  berkata “STAN ADALAH KAMPUS YANG MENCIPTAKAN SDM PERPAJAKAN YANG KORUPTIF!” Ada  apakah dibalik keberanian sang “mantan” menteri melemparlan statement seperti itu? Mengapa beliau melemparkan  statement tersebut ketika beliau sedang “lemah”, sedang tidak memiliki kekuasaan lagi? Apakah beliau ingin  mendekap lagi kekuasaannya? Jika memang ia menganggap STAN adalah pencetak koruptor, kenapa tidak dibubarkan saja sejak ia menjabat sebagai menteri keuangan? Tentunya pada saat itu ia memiliki kekuasaan “Super  Power” karena STAN berada di bawah kekuasaannya? Apakah selama ini alumni STAN tidak memiliki kompetensi teknis? tidak punya integritas? tidak memiliki nasionalisme yang tinggi? Ataukah beliau bercermin pada saat ia berkuasa? Statement “pencetak budaya koruptif” adalah sebuah pernyataan yang tak berdasar, yang hanya ingin mendiskreditkan STAN. Siapapun tahu bahwa korupsi sudah mendarah daging di Indoonesia. Korupsi telah  menyerang semua lini birokrasi di Indonesia, bahkan orang pintar sekaliber “Sri Mulyani” sendiri harus dilengserkan  karena lantang menyuarakan kata integritas dan reformasi birokrasi. Coba tengok  pembuatan KTP, pelanggaran lalin, perizinan usaha, birokrasi pemerintah daerah, pemilihan gubernur BI di DPR dan bahkan mantan menteripun  tak sedikit yang terjerat kasus korupsi. Korupsi adah permasahan moral, yang salah adalah pelakunya yang memperkaya dirinya sendiri, bukan institusinya. Sumpah demi Allah bahwa STAN tidak pernah mendidik kami  untuk menjadi koruptor. Tidak ada satupun mata kuliah di STAN yang mengajarkan kami untuk menjadi koruptor.  Tidak ada seorang dosenpun yang mengajari kami bagaimana cara korupsi yang aman dan nyaman. Tidak ada niat  kami kulaih di STAN untuk menjadi koruptor. Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam benak orang tua kami  mengantarkan kami ke STAN untuk menjadi koruptor. Dan tidak pernah sekalipun dalam doa orang tua kami dalam  ibadahnya untuk berdoa kepada tuhan, “Ya Tuhan, jadikanlah anak kami sebagai koruptor, dan biarkanlah dia hidup  nyaman dari uang haram…” Jika Anda sebagai pemimpin yang mulia di negeri ini, lihatlah kata- kata Anda telah  menjadi pisau yang tidak menyayat hati kami, tetapi juga alumni, dosen dan juga orang tua kami yang telah bersusah  payah berdoa dan berusaha setiap hari membanting tulang agar kami bisa lulus dan menjadi orang yang berguna bagi  Bangsa ini. Bapak Bambang Sudibyo yang terhormat, jangan pernah sekalipun Anda menaruh kedengkian kepada  kami. Bagaimana perasaan Anda jika berada di posisi kami? Apakah yang akan Anda rasakan ketika Anda telah  berusaha keras menyisihkan beratus ribu pesaing? Apakah Anda pernah merasakan seperti kami, meluangkan waktu  tahun dalam hidup Anda untuk berjuang melewati jeratan DO hingga lulus nanti? Apakah Anda mengerti perasaan  kami saat kami menandatangani surat pernyataan kesanggupan untuk ditempatkan dimana saja? Disaat surat itu  kami tandatangani, tak ada hal lain yang bisa kami lakukan kecuali belajar dan belajar, berharap agar hasil  pendidikan kami disini memberikan manfaat sehingga kami mendapat penempatan yang layak. Pernahkah Bapak  berfikir selama kami bekerja kami memikul beban tanggung jawab pengelolaan keuangan negara yang amat berat? Apakah Anda memikirkan itu semua ketika Anda mengecap kami sebagai calon koruptor? Dimana hati nurani Anda? Lihatlah asa dan harapan seratus ribu lebih putra-putri generasi muda Indonesia berjuang memperebutkan kesempatan belajar di STAN. Apakah mereka mendaftar STAN hanya untuk menjadi calon koruptor? Anda adalah seorang mantan menteri pendidikan, Anda lebih berkapasitas dalam mempelajari psikologi pendidikan. Tahukah  Anda ketika Anda mengecap STAN sebagai kampus pelopor budaya korupsi, Anda telah menyakiti hati seratus ribu  lebih siswa-siswi lulusan SMA yang ingin mendaftar USM STAN karena secara tak langsung Anda menuduh mereka  ingin menjadi penerus “perembet budaya korupsi” Lihatlah kami disini setiap semester berjuang keras agar lolos dari  jeratan DO sehingga kami tidak keluar sebagai pecundang dari STAN karena kami di DO? Dan lihatlah ketika orang  tua kami bangga karena berhasil mengantar kami hingga diwisuda di STAN sedangkan hati kami tidak tenang karena  menunggu akan kemana SK penempatan membawa diri ini berada. Siapa lagi kalau bukan kami, mahasiswa STAN,  yang konsisten siap ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia? Apakah teman kami, sahabat kami, di PTN sana  akan mau ditempatkan di Pulau Sabang, Mentawai, Nias, Sangir, Talaud, Biak, Wasior dan daerah lain
yang “Google Maps” saja sulit menemukan lokasinya? Apakah Anda tidak pernah menyadari bahwa kemarin, tanggal  4 Nopember 2010, Anda telah salah berucap. Dengan lantangnya Anda mengatakan bahwa “STAN yang selama ini  menjadi satu-satunya lembaga pendidikan pemasok SDM perpajakan”. Saat ini kementerian Keuangan tidak hanya  merekrut SDM perpajakan dari STAN saja, tetapi juga melalui penyaringan CPNS Kementerian Keuangan. Lalu  apakah jika ada pegawai pajak yang terlibat korupsi, haruskah Bapak menyalahkan STAN??? Kami memilih kuliah di  STAN bukan karena kami ingin berkorupsi, bukan karena kami tidak mampu kuliah di PTN terkenal di bawah  naungan Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, UNAIR,  UNDIP dan PTN lainnya. Kebanyakan memang kami adalah mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi  pas-pasan, yang tidak mampu melanjutkan kuliah ke PTN favorit, entah karena ketiadaan dana atau biaya  pendidikan di PTN yang sangat tinggi. Lalu buat apakah teman-teman kami di STAN, yang sudah kuliah 2, 3 dan 4  semester di perguruan tinggi namun ketika mereka diterima kuliah di STAN mereka tinggalkan studi mereka di PT?  Apakah mereka resah karena takut tidak dapat pekerjaan setelah lulus dari Perguruan Tinggi nanti? Buat apa seorang  mahasiswa semester 5 Fakultas Kedokteran meninggalkan studinya yang tinggal 2 semester lagi hanya untuk  STAN? Buat apa seorang mahasiswa UI, ITB, UNDIP, UNPAD, UNAIR, UGM banyak yang lebih memilih STAN sebagai tempatnya menimba ilmu dibanding di Perguruan Tinggi Negeri yang sudah terjamin nama besarnya. Apakah mereka semua ingin melanjutkan budaya korupsi? Ataukah karena keresahan miss match yang terjadi di dunia pendidikan dewasa ini? Kita lihat saja banyak Sarjana Hukum yang menjadi Sales, banyak Sarjana Pertanian yang bekerja di Kementerian PU, apakah pantas STAN dicap sebagai “Perembet budaya korupsi” sedangkan STAN  ikut membantu dunia pendidikan di Indonesia untuk menciptakan konsep link and match dunia pendidikan. Apakah  kami semua mahasiswa STAN hanya ingin menikmati kuliah gratis di STAN dan menikmati jaminan pekerjaan yang  nyaman sebagai PNS di lingkungan Kementerian Keuangan? Bapak sebagai seorang mantan menteri sudah tahu pastinya berapa besaran nominal pendapatan bulanan seorang PNS Kementerian Keuangan dari STAN. Jika kami  mau, kami bisa memilih jalan lain selain kuliah di STAN dan bekerja sebagai pegawai swasta dengan jenjang pendapatan yang bisa berkali-kali lipat daripada pendapatan seorang PNS biasa. Kami tidak ingin menyombongkan diri kami, banyak teman-teman kami yang memiliki kemampuan yang tidak kalah diadu dengan mahasiswa lain, tentunya masa depan mereka juga tak kalah cerah jika mereka mengambil jalan lain. Kami adalah mahasiswa terpilih, yang telah menyisihkan berpuluh-puluh ribu saingan kami demi menjadi bagian dari almamater STAN. Sebegitu  hinakah kami jika kami berlomba-lomba untuk menjadi mahasiswa STAN hanya untuk menjadi KORUPTOR? Kami,  mahasiswa STAN, berada di kampus perjuangan STAN ini untuk mengabdi pada negara, bukan untuk menjadi  koruptor! Saya memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo karena telah  berani berbicara :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun