Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Perkenalkan, saya pengendara sepeda motor yang "bingung"!

11 Mei 2011   17:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:49 154 0
[caption id="attachment_107475" align="alignleft" width="300" caption="Motor Berlipstik (baca: pelat merah) Saya"][/caption] Perkenalkan, saya adalah seorang pengendara sepeda motor! Apakah saya ugal-ugalan? Rasanya tidak. Saya tidak pernah mengendarai motor lebih dari 80 km/jam. Itu kecepatan yang wajar bukan? Saya selalu menggunakan helm SNI, dan saya taati rambu-rambu yang ada. Berapa kali saya menabrak? tidak pernah. Berapa kali saya ditabrak? tiga kali. Berapa kali saya terpeleset hingga jatuh? dua kali. Berapa kali saya mendapat caci-maki sumpah-serapah dari pengguna jalan? ratusan kali. Atau mungkin ribuan kali. Saya tidak tahu. Belum genap dua tahun saya menjadi pengendara sepeda motor, itulah statistik yang sudah saya sandang. Awalnya saya orang yang anti-sepeda motor. Entah sudah berapa kali saya menyaksikan secara langsung kecelakaan sepeda motor di jalan. Belum lagi para korban yang berjatuhan yang harus saya tangani di rumah sakit. Mulai dari korban yang hanya menderita luka lecet, hingga sekali waktu saya harus melakukan otopsi terhadap korban yang sudah tak bernyawa. Semua itu membuat saya "kenyang" dan enggan menggunakan kendaraan penyumbang angka kecelakaan tertinggi di Indonesia itu. Bahkan ketika adik laki-laki saya memutuskan untuk membeli sebuah sepeda motor, saya menentangnya mati-matian. Tapi apa boleh dikata. Nasib pun mengharuskan saya menjilat air ludah saya sendiri. Saat saya harus mengabdi ke pelosok Indonesia nun jauh di sana, saya hanya dibekali satu alat transportasi oleh pemerintah, motor dinas. Perhatikan baik-baik foto yang saya upload! Itu motor dinas saya. Sederhana, tapi bisa diandalkan. Tidak pernah mogok meskipun, berdasarkan pengakuan pendahulu saya, tidak pernah diservis. Entah doa apa yang menyertainya, motor itu pun selalu kokoh dan sigap membawa saya ke mana pun, melintasi bukit, hutan, hingga sungai berbatu. Seminggu penuh saya berlatih mengendarai sepeda motor, mulai dari mengelilingi halaman Puskesmas, hingga kota kecil tempat saya bertugas. Waktu itu saya rasanya senang sekali, karena saya bisa ke mana saja sesuka hati saya tanpa bergantung pada orang lain. Sebelumnya saya harus menunggu cidomo (kereta kuda) cukup lama untuk pergi ke kota, atau jika jiwa feodal saya sedang kambuh, saya akan "menyuruh" salah seorang petugas Puskesmas untuk mengantarkan saya ke kota. Semasa saya bertugas, rasanya nyaman-nyaman saja bersepeda motor. Jalan raya di sana hampir tidak pernah ada kendaraan yang melintas. Macet? Hanya sekali saja saya pernah merasakan macet, yaitu saat Bupati menggelar konser si Raja Dangdut H Rhoma Irama di kota.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun