Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Belajar Menulis dengan Pola Gergaji, Suatu Pembelajaran yang Paling Merdeka

21 Juli 2021   17:06 Diperbarui: 21 Juli 2021   17:55 182 13
Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi guru adalah melihat murid-muridnya sukses. Tapi lebih bahagia lagi ketika seorang guru bisa membuat muridnya bisa menulis dan membaca.

Memang itu pekerjaan sulit bagi guru, tapi tidak ada yang tidak mungkin. Semua pasti terwujud jika tekun dan sabar melandasi dirinya.
                                    ***
Riak suara anak-anak seketika terhenti ketika Ujud sang kepala sekolah muncul di depan pintu. Dengan cepat semua duduk rapi dengan sebuah buku dan sebatang pensil di depan. Mereka menunduk tapi bukan takut, tapi lebih pada rasa menghargai mereka kepada sang kepala sekolah.

Ujud sang kepala Sekolah itu masuk lalu berdiri di depan papan tulis dengan sebatang kapur tulis di genggamannya. Pagi itu sekitar dua puluh orang siswa kelas dua Sekolah Dasar memenuhi ruangan. Mereka nantinya akan diajarkan cara menulis juga memahami setiap lambing alfabet.

Setelah memastikan kabar para murid itu, pelajaran di buka dengan sebuah kata, "Anak-anak, semua perhatikan di papan tulis." Lalu batang kapur yang di genggamnya itu mulai di tekan ke papan tulis, perlahan tangannya mengores kapur membentuk pola seperti mata gergaji.

Sementara anak-anak terlihat serius mengamati pola-pola yang dibentuk. Sebanyak tiga baris telah dibuatnya, kemudian pandangannya di arahkan ke anak-anak yang masih terlihat serius lalu berkata, "Nah, sekarang kalian ikuti coretan yang pak guru buat." Lalu menuntun satu persatu untuk mengikuti coretan berpola mata gergaji yang dia buat di buku tulis mereka.

Coretan-coretan itu nantinya ketika selesai di buat akan di kumpulkan dan di periksa olehnya. Jika coretan itu baik, tentu nilai yang di berikan juga baik. Jika masih belum baik, maka dia menyeru agar membuat coretan-coretan berpola gergaji itu di rumah sebagai Pekerjaan Rumah (PR).

Melihat pembelajaran itu, menbuat saya mengenang masa ketika saya masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar. Kala itu, saya dan teman-teman juga di arahkan demikian oleh Encik Hamimah.

"Buat coretan seperti ini, penuhi setiap baris buku kalian ya." Ujar Encik Hamimah ke kami kala itu.

Lalu kami berlombah-lombah membuat sebanyak mungkin garis berpola gergaji itu. Entah apa maksud dan tujuannya, jelasnya kami hanya menuruti apa yang di anjurkan oleh Encik Hamimah kurang lebih sebulan lamanya. Setelah di anggap lancar mengikuti coretan itu, kemudian di kenalkannya lambang alfabet ke kami lewat poster yang di bagikan.

"Ini A kapital, B Kapital." Ujarnya sembari mengarakna telunjuknya ke huruf yang di sebut.

Setelah di perkenalkan dengan huruf kapital, kami di arahkan untuk meniru atau mengikuti bentuk setiap huruf itu. "Huruf A itu bentuknya seperti gunung, hanya saja ada garis datar di tengahnya. I itu seperti pohon kelapa yang berdiri tanpa daun."

Dalam prosesnya, beliau menuntun kami satu persatu. Tangan kami di genggam lalu di arahkan untuk menuliskan huruf-huruf itu. Kegiatan itu di ulang-ulang sampai kami bisa menuliskannya dengan sendiri dan menghafalnya. Tak lupa beliau memberi apresiasi dan hadia bagi siapa yang sudah bisa.

Setelah lancar menulis huruf kapital, kami lalu di kenalkan lagi dengan huruf kecil. Prosesnya sama seperti yang di lakukan sebelumnya. Tangan kami di arahkan dan di tuntun sampai benar-benar lancar dan tidak kaku. Setelah kami semua sudah lancar menulis huruf kapital dan huruf kecil, barulah kami di perkenankan untuk naik tingkat.

Kami belajar merangkai huruf menjadi kata, lalu kata menjadi kalimat. Encik Hamimah adalah satu dari sekian guru kami yang terbilang sabar. Kegigihan dan kesabaran beliau hingga ketika kami duduk di kelas tiga, menulis bagi kami sangatlah muda.

Kini hal yang sama juga di gunakan oleh Ujud sang kepala sekolah. Metode dan teknik juga masih tetap bertahan sampai sekarang. Seakan cara tersebut adalah sebuah keharusan disini dalam mengenalkan dan menuntun anak-anak menulis.

"Cara ini sudah di gunakan oleh guru-guru terdahulu. Mereka mewariskannya lewat pembelajaran yang kami peroleh seperti sekarang. Pembelajaran yang mudah namun butuh kesabaran dari kita." Ujar Ujud saat di suatu kesempatan saya berdiskusi dengannya.

Bagi saya ini warisan pembelajaran yang harus dilesatrikan. Saya tidak bisa merincikan berapa banyak orang-orang yang telah berhasil dengan pembelajaran menulis ini. Jelasnya bahwa sudah banyak jika merujuk pada keterangan pak Ujud tersebut. Karena dari tangan dan didikan beliau, sudah puluhan generasi.

Mengenai pola gergaji yang di buat, dia menjelaskan bahwa itu hanya proses latihan untuk melenturkan jari jemari dari kekakuan. Karena menulis sendiri adalah gerakan tangan sehingga tangan yang kaku pasti akan mengalami kesulitan dalam pembelajaran.

"Hanya latihan, biar tangan-tangan anak-anak lentur dan lancar." Dia menjelaskan.

Mendengar ucapanya, saya jadi ingat Dr Maria Montessori dengan latihan panca idera atau zintuigoefeningen yang jadi salah satu pokok dalam sistemnya. Dimana maksud dari sistem itu adalah memajukan kecakapan seluruh panca indera untuk membantu kemajuan fikiran anak-anak.

Kendati begitu, menurutnya tidak menutup kemungkinan ada banyak cara dan teknik yang lebih baik dalam melatih dan mengajari anak-anak menulis. Karena sejatinya itu hanyalah proses kreativitas yang di bangun oleh seorang guru. Terpenting adalah selagi siswa nyaman dan gembira melakukan pembelajaran itu maka metode atau cara akan di pertahankan.

Sebagaimana menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pengajaran dalam pendidikan adalah bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau khendak kita kaum pendidik.

"Apakah saya bisa sepertinya, melakukan pembelajaran dimana anak-anak dengan nyaman dan merdeka mengikuti pembelajaran yang di laksanakan?" Saya membatin.

Sementara di suatu ruangan, terdengar suara anak-anak yang sedang belajar membaca,

"Ba+Ca=baca."

"Ka+mp=Kamp+ung=kampung."

"Ba+n=ban+jir=banjir."

Mateketen, 19 Juli 2020

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun