Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Perjalanan Darat Menempuh Asia Tenggara dengan Rp. 3,5 Juta (Bag. 4)

18 Januari 2012   14:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:43 1665 1

Bus tiba di Nongkhai, Thailand, sekitar pukul 4 pagi. Hari masih gelap. Suasana di terminal tampak sepi. Hanya terlihat beberapa penumpang saja yang sedang duduk menunggu di ruang tunggu dan beberapa pekerja sekitar terminal.

Saya menyempatkan diri untuk mandi di kamar mandi umum yang tersedia dengan membayar 5 baht. Di dalam kamar mandi terdapat daun (sejenis ilalang) yang beraroma wangi yang diikat dan ditaruh diatas tembok pembatas kamar mandi. Daun itu mungkin digunakan untuk ritual warga setempat pikir saya. Atau mungkin juga sebagai pewangi ruangan. Entahlah.

Selesai mandi kemudian Saya bersiap untuk menunaikan sholat subuh. Sedikit bingung mencari tempat untuk menunaikan sholat di terminal ini. Tidak jauh dari tempat saya berdiri tampak seorang pria paruh baya berwajah arab. Saya pun menghampiri pria tersebut. Ternyata Ia adalah seorang Muslim Pakistan yang tinggal di Laos. Ia dan keponakan laki-lakinya baru saja tiba dari Pakistan. Pria yang memiliki darah Laos dan Pakistan tersebut ternyata seorang pedagang yang memiliki Toko Kain di Laos tepatnya di kawasan Morning Market. Kemudian Saya tanyakan arah kiblat kepadanya dan Ia meminjamkan sajadahnya kepada Saya.

Hari mulai sedikit terang. Beberapa agen tiket di sekitar terminal mulai buka. Tampak beberapa orang mengantri di salah satu loket tempat pengecekan passport termasuk Pedagang Pakistan tersebut. Saya ragu untuk ikut antri bersama mereka karena belum memiliki visa untuk memasuki Laos. Beruntung pedagang Pakistan tersebut bisa berbahasa setempat dan Saya di Bantu olehnya untuk menanyakan perihal pembuatan visa.

Saya disarankan untuk langsung menuju perbatasan Thailand – Laos tepatnya di imigrasi Nongkhai dengan menggunakan Tuk-tuk seharga 60 Baht. Saya pun berpisah dengan Pedagang Pakistan tersebut dan berencana untuk menemuinya kembali setelah berhasil memasuki Laos. Sepanjang perjalanan dari Terminal Bus Nongkhai menuju perbatasan, suhu udara terasa sangat dingin. Sinar pagi masih sedikit remang-remang. Jalanan tampak sepi dan belum terlihat aktifitas warga sekitar.

Tuk-tuk yang mengantarkan Saya ke perbatasan Thailand – Laos akhirnya tiba di Kantor Imigrasi Nongkhai, Thailand. Perjalanan dari Terminal Bus Nongkhai menuju Perbatasan ini menghabiskan waktu sekitar 10 menit. Setelah mendapatkan cap imigrasi dari petugas imigrasi kemudian saya diharuskan untuk menaiki Bus Perbatasan untuk menuju Laos yang melintasi Sungai Mekong melalui jembatan persahabatan Thailand – Laos dengan tarif 20 Baht. Lama perjalanan melintasi perbatasan Thailand – Laos hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit.

Tak lama kemudian bus tiba di Imigrasi Laos tepatnya di Kota Vientiane. Saya bersama penumpang lainnya yang kebanyakan turis berambut pirang langsung menuju loket tempat pengambilan formulir imigrasi. Menurut informasi yang Saya dapatkan dari internet untuk memasuki Laos harus menggunakan visa. Dan biaya untuk pembuatan visa adalah sekitar $30.

Saya mulai mengantri bersama beberapa backpacker lainnya untuk mendapatkan Visa Laos.Tiba-tiba disaat Saya sedang mengantri datang seseorang yang merupakan penduduk setempat menghampiri Saya. Kemudian Ia menanyakan asal negara Saya. Begitu Ia tahu bahwa Saya dari Indonesia kemudian Ia menyarankan Saya untuk langsung menuju loket tempat pengecekan Passport. Begitu sampai di loket kemudian Saya memberikan Passport dan formulir imigrasi yang telah saya isi kepada petugas imigrasi. Passport saya diperhatikan dengan teliti oleh petugas tersebut. Saya mulai berharap cemas. Tak lama kemudian stempel imigrasi Laos mendarat di Passport saya. Cap! Alhamdulillah.Ternyata bebas visa. Uang 30 dollar yang sudah Saya persiapkan untuk membuat visa Saya kantongi kembali.

Suasana di Imigrasi Vientiane ini sangat bersih dan terawat. Terdapat beberapa angkutan umum yang sedang menanti penumpang di depan imigrasi. Saya pun mendatangi salah satu Tuk-tuk dan menanyakan berapa ongkos ke terminal bus. Akhirnya disepakati ongkos Tuk-tuk sebesar 100 Baht. Kemudian Saya naik dengan beberapa penumpang lainnya. Tuk-tuk mulai meninggalkan imigrasi Laos. Jalanan di Kota Vientiane penuh dengan debu jalanan. Tak lama kemudian Tuk-tuk tiba di terminal bus. Lama perjalanan ini adalah sekitar 20 menit.

Saya memasuki terminal bus. Kemudian bertanya kepada seseorang tentang bus tujuan Hanoi, Vietnam. Dan orang tersebut mengatakan bahwa Bus tujuan Hanoi terdapat di terminal bus lain. Saya sedikit kecewa. Kemudian saya tanyakan kepada orang yang sama dimana keberadaan Morning Market. Dan Ia menjawab letak Morning Market tepat di seberang terminal bus ini. Dekat sekali ternyata.

Akhirnya Saya pun menuju Morning Market untuk bertemu dengan Pedagang Pakistan yang Saya temui saat di Terminal Bus Nongkhai. Saya mulai bertanya kepada orang-orang yang ada di sekitar Morning Market. Wajah Pedagang Pakistan yang memiliki ciri khas arab memudahkan Saya untuk menjelaskan ciri-cirinya kepada setiap orang yang Saya tanyakan. Tak lama kemudian Toko Kain milik Pedagang Pakistan itu pun Saya temui. Saya melihat seorang wanita paruh baya di dalam toko tersebut. Setelah bertanya-tanya akhirnya Saya mengetahui ternyata wanita tersebut adalah istri Pedagang Pakistan. Dan Pedagang Pakistan tersebut ternyata masih di dalam perjalanan.

Saya bersyukur bisa bertemu Pedagang Pakistan tersebut di Hari Jum’at. Karena memudahkan Saya untuk mendapatkan informasi Masjid di Kota Vientiane sehingga Saya bisa menunaikan Sholat Jumat siang nanti dengan mudah. Istri Pedagang Pakistan tersebut tiba-tiba berkata kepada Saya bahwa suaminya mengajak Saya untuk Sholat Jumat bersamanya. Saya disarankan untuk menunggu di Morning Market satu jam sebelum Sholat Jumat. Jumat yang penuh berkah.

Waktu Sholat Jumat masih sekitar 2 jam lagi. Saya menyempatkan makan siang sebentar di sebuah rumah makan halal milik Orang India yang terdapat di lantai 3 sebuah mall di sekitar Morning Market. Rumah makan yang bernama Nazim ini Saya ketahui dari Istri Pedagang Pakistan tadi. Saya memesan Nasi Biriyani dan Masala Tea. Karena belum memiliki Kip (Mata Uang Laos), Saya diperbolehkan untuk membayar dengan Baht, Mata Uang Thailand.

Setelah makan Saya berencana untuk menukarkan Rupiah ke Mata Uang Laos, Kip di tempat penukaran uang terdektat. Tak jauh dari Morning Market tepat di depan mall tempat Saya makan siang tadi terdapat sebuah bangunan kecil yang bertuliskan Money Changer didepannya. Saya pun langsung menghampiri Money Changer tersebut dan mengeluarkan sejumlah rupiah yangSaya miliki untuk di tukarkan. Begitu petugas Money Changer tersebut melihat rupiah yang Saya berikan Ia menolak sambil menggelengkan kepala mengisyaratkan bahwa rupiah yang Saya berikan tersebut tidak bisa ditukarkan di tempatnya.

Kemudian Saya mencoba menukarnya di tempat lain. Mungkin saja Money Changer yang Saya datangi tadi sedang tidak ada stok rupiah pikir Saya. Saya coba memasuki sebuah bank yang melayani untuk melakukan penukaran uang. Saya datangi customer service bank tersebut dan menanyakan mengenai apakah rupiah Indonesia bisa ditukarkan di bank tersebut. Ternyata hasilnya juga nihil. Rupiah yang Saya miliki tidak bisa ditukar. Kemudian Saya mencoba menukarnya di sebuah bank milik Negara Malaysia.

Begitu Saya memasuki bank milik Negara Malaysia tersebut dan bertanya mengenai penukaran rupiah di bank ini kemudian si petugas merespon pertanyaan Saya dengan mengelengkan kepalanya. Saya semakin bingung karena tidak memiliki persediaan Kip di dompet Saya. Tiba-tiba Saya teringat dengan persediaan US Dollar yang Saya miliki. Semoga saja persediaan ini cukup untuk digunakan.

Waktu Sholat Jumat hampir tiba. Saya lupakan sejenak masalah rupiah Saya yang tidak laku ditukar di Laos. Saya kembali ke Morning Market untuk menemui Pedagang Pakistan yang akan mengajak Saya Sholat Jumat bersamanya. Pedagang Pakistan tersebut datang dengan menggunakan mobil bersama keponakannya. Kemudian Saya memasuki mobilnya dan menuju Masjid. Tak lama kemudian mobil berhenti di sebuah Masjid Vientiane yang bertingkat dua.

Di Masjid ini Saya bertemu dengan seorang pensiunan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Laos yang berasal dari Kota Medan. Saya berbincang-bincang cukup panjang dengan bapak tersebut yang ternyata beristrikan orang Laos. Ia menceritakan masalah yang sedang dihadapinya kepada Saya. Saya hanya bisa mendengar dan merasa prihatin dengan permasalahan yang dihadapinya. Semoga diberikan yang terbaik.

Jama’ah Sholat Jumat terus berdatangan memenuhi Masjid di Vientiane ini. Setelah berwudhu Saya pun mulai memasuki Masjid bersama jama’ah lainnya. Khatib mulai berkhutbah dengan menggunakan bahasa Laos.

Selesai Sholat Jumat Saya bertemu kembali dengan Bapak Pensiunan KBRI tersebut dan berpamitan. Kemudian Saya dan Pedagang Pakistan menuju mobil dan melanjutkan perjalanan ke Terminal Bus Dongdok. Saya diantar oleh Pedagang Pakistan tersebut menuju terminal bus yang memiliki rute keberangkatan ke Hanoi, Vietnam. Sebelum sampai di Terminal Bus Dongdok Kami mampir sebentar di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Laos untuk menanyakan permasalahan Rupiah Saya yang tidak bisa ditukar. Ternyata KBRI Laos masih tutup dan akan buka sekitar 1 jam lagi. Karena tidak bisa berlama-lama Kami pun melanjutkan perjalanan.

Akhirnya Kami tiba di Terminal Bus Dongdok, Laos. Setelah Saya mendapatkan tiket tujuan Hanoi, Vietnam kemudian Saya berpamitan dengan Pedagang Pakistan dan Keponakannya tersebut. Sebelum berpisah Ia meminta nomor kontak Saya yang dapat dihubungi. Ia mengatakan ingin mengunjungi Indonesia suatu saat nanti.

Tiket Bus Vientiane, Laos – Hanoi, Vietnam Saya beli dengan persediaan Dollar yang Saya miliki karena belum memiliki Mata Uang Laos. Kemudian dikembalikan dengan Dong, Mata Uang Vietnam. Saya menerima kembalian Dong tersebut yang dapat Saya gunakan saat tiba di Vietnam nanti. Harga tiket bus ke Vientiane - Hanoi ini jika di-Rupiahkan sekitar 250 ribu rupiah. Disini ternyata Dollar juga bisa digunakan tanpa harus menukarnya ke mata uang setempat terlebih dahulu. Persediaan Dollar Saya pun semakin berkurang.

Saya memasuki ruang tunggu Terminal Bus Dongdok. Tiket bus tujuan Hanoi berangkat jam 19.00 sehingga masih memiliki waktu yang cukup banyak untuk jalan-jalan sebentar di Kota Vientiane. Sebelum keluar Saya menukarkan beberapa Dollar yang Saya punya ke Mata Uang Laos di Money Changer yang terdapat di dalam terminal. Setelah menukar Dollar kemudian Saya keluar menuju halte bus yang terdapat tak jauh dari Terminal. Saya menaiki Tuk-tuk dengan membayar 5000 Kip. Jalanan disini kendaraannya menggunakan jalur kanan sehingga membuat sedikit bingung saat Saya hendak menyebrang jalan. Selama menyusuri jalanan di Kota Vientiane ini seringkali Saya melihat debu jalanan berterbangan dimana-mana.

Setelah puas mengelilingi Vientiane kemudian Saya mampir di sebuah warnet untuk memberikan kabar kepada keluarga. Di warnet yang dimiliki oleh non-muslim ini Saya juga menumpang Sholat dan diterima dengan baik oleh si pemilik warnet.

Hari pun semakin sore. Saya kembali ke Terminal Bus Dongdok dengan menggunakan Tuk-tuk. Setibanya di terminal Saya mampir sebentar membeli 2 buah roti Laos yang sangat besar seharga 20.000 Kip. Tepat jam 7 malam bus berangkat meninggalkan Vientiane.

Bus Vientiane, Laos – Hanoi, Vietnam ini merupakan Sleeper Bus yang kursinya tidak seperti bus pada umumnya tetapi berbentuk tempat tidur sehingga posisi kaki hanya bisa lurus ke depan. Sekitar pukul 2 dinihari bus tiba di perbatasan Laos – Vietnam tepatnya di Kota Namphao. Di perbatasan ini bus berhenti menunggu hingga Imigrasi Laos buka dipagi hari. Banyak juga bus lainnya yang berhenti dan menunggu disini. (Bersambung)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun