Review Comunity Empowerment Evaluation (Metode Evaluasi Pemberdayaan Fujikake)
Studi Kasus: Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Provinsi DKI Jakarta
Model evaluasi pemberdayaan adalah salah satu bentuk alat analisis yang bisa digunakan untuk mengukur derajat keberdayaan suatu masyarakat. Pendekatan analisis yang digunakan oleh Fujikake (2008) dalam mengevaluasi pemberdayaan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu mencoba memahami pencapaian pemberdayaan dari pandangan masyarakat sebagai pelaksana program. Pendekatan ini mencoba memahami hubungan antara tanggapan masyarakat dengan tujuan pemberdayaan itu sendiri untuk kemudian dituangkan dalam gambar-gambar dan skema-skema konsep tertentu. Model evaluasi yang dikembangkan Fujikake telah dipraktikkan dalam mengevaluasi pemberdayaan perempuan di sebuah desa di Paraguay. Fujikake (2008) mengembangkan empat langkah dalam mengevaluasi pemberdayaan. Tahap pertama adalah melihat perubahan masyarakat dari tingkat kesadarannya. Hasil dari analisis mengenai perubahan tingkat kesadaran ini dituangkan dalam grafik yang menggambarkan tingkat perubahan kesadaran yang diklasifikasikan menjadi 3 yaitu “sangat baik”, “telah berubah”, dan “tidak seperti sebelumnya”.
Gambar
Tiga Tipe Hasil Pemberdayaan
Tahap kedua dalam evaluasi pemberdayaan yang dikembangkan Fujikake adalah menilai tanggapan masyarakat dan praktik pemberdayaan yang didasarkanpada penilaian terhadap 12 indikator yang merupakan sub-project dari proses pemberdayaan itu sendiri. Keduabelas indikator tersebut yaitu tingkat partisipasi,pengemukaan opini, perubahan kesadaran, pengambilan tindakan, kepedulian dan kerjasama, kreativitas, menyusun tujuan baru, negosiasi, kepuasan, kepercayaandiri, keterampilan manajerial, dan pengumpulan keputusan.
Evaluasi pemberdayaan menggunakan 12 indikator
Tahap ketiga adalah mengelompokkan dan menghubungkan antar indikator yang telah dianalisis pada model 2 pada tahap sebelumnya. Hasil analisis pada tahap ini adalah grafik keterkaitan antar elemen ini dalam pemberdayaan, yaitu ekonomi, sosial dan budaya, kesadaran dan mobilitas.
Gambar
Empat Elemen Inti Pemberdayaan
Tahap keempat adalah mengukur tingkatan pencapaian pemberdayaan itu sendiri, apakah pengaruh dari proses pemberdayaan itu hanya pada tataran lokal, regional atau nasional. Fujikake menggolongkan tingkatan pemberdayaan menjadi tiga yaitu micro level (desa), meso level (kota/wilayah), dan macro level (nasional). Hasil dari analisis ini digambarkan dalam grafik tingkatan pemberdayaan, yang disebut sebagai model Fujikake 4.
Gambar
Tingkat Pemberdayaan
Studi Kasus
Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Provinsi DKI Jakarta memiliki tujuanawaluntukmemberdayakanwargaJakarta yang kurang mampu dengan memberikan pinjaman dana bergulir untuk usaha mikro. Program diperkuat dengan dua jenis hibah (Bina Fisik dan Bina Sosial) yang bertujuan untuk memperkuat jaringan masyarakat di tingkat kelurahan dengan mendorong kerjasamaantarindividudemimenumbuhkan“modalsosial” atau rasa saling percaya antar warga. Dengan PPMK masyarakat kelurahan lambat laun akan belajar untuk bertanggung jawab, dan dapat berorganisasi serta berinteraksi dalam suatu wadah yang terlembagakan.Selainitu,paraanggotamasyarakatjugamendapat kesempatanuntukberlatihmengidentifikasi masalah,menyusun rencana dan melaksanakan program. Program PPMK dirancang sebagai sebuah program pemerintah yang “mendukung kaum miskin”(pro poor) dan menggunakan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dengan penekanan kuat pada kepedulian terhadap mereka yang lemah. Rancangan yang seperti ini diharapkan dapat menumbuhkan potensi bangsa dan memberi kesempatan, perlindungan dan hak bagikaummiskinuntukmeningkatkantarafhidup,partisipasidan pemberdayaan diri dalam pembangunan ekonomi.
Gambar
Struktur Organisasi Pelaksanaan PPMK
Ketiga pilar dalam Tri Bina masing-masing mempunyai bobot yang berbeda-beda dalam hal alokasi anggaran PPMK secara keseluruhan.
1.Bina ekonomi dengan bobot 60%