Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Surau Tua, Cerpen: Sri Wintala Achmad

29 Juli 2013   19:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:52 146 2
SURAU TUA

Cerpen: Sri Wintala Achmad




Meski bukan santri atau sarjana, Abah Musyafie yang baru setahun tinggal di Desa Waringinsungsang adalah jagonya bila bicara soal agama, pengetahuan umum, dan politik. Namun lelaki berumur enampuluhan yang semasa mudanya tak bercita-cita menjadi kyai, dosen, atau politikus kini memilih hidup sebagai tukang sapu surau tua di tepian desa itu.

Abah Musyafie prihatin atas keadaan surau tua yang ditelantarkan karena jemaah lebih memilih masjid baru di tengah Desa Waringinsungsang sebagai tempat ibadahnya. Dalam hati, Abah Musyafie merasa bahwa surau itu senasib dirinya. Selalu dikunjungi semasih megah. Ditinggalkan sesudah tua tak terurus.


Sekian lama Abah Musyafie merenungi nasibnya yang tak ubah surau tua itu. Namun kian merenungi surau itu, Abah Musyafie kian mencintainya. Kian mencintai surau itu, Abah Musyafie kian menyatu dengannya. Bangunan yang harus dijaga kesuciannya dari najis, kata jorok, dan perilaku iblis yang amat dibenci Allah.

Karena cintanya pada surau tua itu, Abah Musyafie tidak segan-segan menggunakan uang dari penjualan tanah warisan untuk membangunnya. Mengecat dindingnya. Memasang keramik pada lantainya. Mengganti gentingnya. Melengkapinya dengan sepasang loudspeaker. Sejak terbangunnya surau itu, Abah Musyafie tak hanya sebagai tukang sapu. Tapi tukang pengisi padasan dan muadzin.


***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun