Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Pengaguman dan Pengagungan yang Menjerumuskan

22 Januari 2021   08:57 Diperbarui: 22 Januari 2021   09:03 399 34
Mengagumi sebuah obyek bukanlah pengaguman yang didasarkan pada bentuk, kerena kekaguman tidak terdapat pada bentuk luarnya. Apalagi mengagunggkan. Sangat berbeda.

Ada sejarah yang melataribelakangi kekaguman dan keagungan obyek. Ada ruang dan waktu berkelindan bersamanya.

Sifat keduanya sangat nisbi dan mampu berubah seketika. Ketika kekaguman pada tokoh politik misalnya, pada saat janji manis disampaikan dalam kampanye sebagian besar akat tergiur dan tergoda. Kekaguman akan hadir pada saat jalan pikiran dan programnya belum pernah terpikir oleh kita.

Namun manakala janji tinggal janji, bulan madu hanya mimpi kekaguman sirna seperti langit cerah kemudian mendung seketika. Tidak sampai di situ saja, petir dan guntur bersahutan menjadi bentuk cemoohan dan ungkapan kekesalan.

Demikian juga keagungan obyek terpatri begitu seseorang dengan talenta brilian. Kekaguman meningkat saat pengenalan mendalam pada yang bersangkutan kian mendalam.

Makanya tak mengherankan begitu banyak kita, terutama remaja menjadikan seseorang menjadi idola. Logika berpikir kita kadang tak mengira. Masak dia yang begitu banyak idolanya sih? Banyak pengagungnya. Memiliki sekian juta pengagum, dan seterusnya.

Tentu saja cara pandang setiap orang tidak sama dalam memberikan penilaian. Pengaguman dan pengagungan obyek pasti karakteristiknya unik. Terkhusus dalam hati pengagum dan pengagung. Tak bisa dipungkiri dan tak bisa dipaksakan.

Resiko pengaguman dan pengagungan minimal akan mencontoh apa yang melekat pada obyek tersebut. Mulai dari cara bicara, cara berpakaian, cara berpikir, cara menyelesaikan masalah dan lain-lain. Yang demikian juga memiliki karakter dan standar tertentu. Tidak ada yang baku dari keduanya.

Permasalahannya, sebagai orangtua, guru, orang dewasa di sekeliling kita sudahkah menjadi obyek yang dikagumi?

Beberapa tokoh pernah kita dengar saking begitu diagungkan, bahkan nyawa rela dikorbankan untuk membelanya mati-matian. Apa yang salah dari mereka?

Tentu saja kacamata normal akan melihat hal tersebut sebagai ketidakwajaran, tapi ada di sekitar kita.

Tugas orangtua, guru, dan masyarakat secara umum adalah melindungi orang terdekatnya untuk tidak menjadi pengagum dan mengagung obyek yang salah. Ini menjadi penting karena efek negatif dari pengaguman dan pengagungan menjadikan fanatisme yang berlebihan. Tentu saja, terhadap apa pun jika sifatnya berlebihan tidaklah bagus.

Oleh karena itu diperlukan pengawasan, pendidikan, bimbingan pada anak, adik, kakak, tetangga, dan siapa saja orang terkasih di sekitar kita agar memberikan pengaguman dan pengagungan pada obyek yang layak dan benar.

Dalam kasus tertentu banyak sekali mereka yang terjerumus karena salah dalam pengaguman dan pengagungan memilih jalan salah dan berakhir menjadi korban dari pengaguman dan kekagumannya.

Semoga kita masih mampu menjadi figur yang tepat untuk dikagumi dan dicontohteladani, terlebih bagi anggota keluarga. Aamin.

(Sungai Limas, 22 Januari 2021)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun