Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Dialog dalam Kepala

6 Januari 2021   09:41 Diperbarui: 6 Januari 2021   17:38 283 19
Katanya langit tak akan runtuh. Katanya malam hanya terbagi dua. Siapa bilang?

Kalau bumi boleh tersenyum pasti ia tidak hanya akan tertawa, melainkan terbahak menyaksikan kekonyolan alam semesta. Menyaksikan betapa bodohnya hewan melata.

Bangun pagi, hingga tidur kembali hanya isi perut yang ada di kepala. Ia pontang panting mencarinya. Kaki jadi kepala, kepala jadi kaki. Malam jadi siang, sementara siang tak ubahnya dijadikan malam. Kemudian nikmatnya kehidupan kapan sempat dinikmati.

Lebih parah lagi, nikmat diketahui hanya tentang hidangan mata atau hidangan lidah semata. Untuk keperluan itu, teman dijadikan lawan, anak isteri menjadi budak baginya. Yang penting tangga tertinggi dan suksesi berhasil diinjaknya.

"Kau! Iya kau yang kini telah bangun pagi, rencanamu siang ini apa?"

Kaget dipanggil dirinya, menoleh kemudian dengan garang dan percaya diri seperti yakin bahwa siang akan datang seperti biasa.

"Aku sudah punya planing yang sangat padat. Ada sepuluh acara rapat penting. Akulah penentu kebijakannya. Ribuan orang akan menanti keputusanku hari ini?"

"Bukankah kau saja tidak mampu memutuskan lidahmu hari ini, akan mengecap rasa apa yang masuk ke dalam mulutmu? Mengapa begitu arogan dengan kekuasaan!"

Sebentar kemudian ia menelan ludahnya, tak sadar apa yang terjadi kini. Sariawan! Tak sengaja kerongkongannya tercekat. Berdehem beberapa kali menutupi aibnya yang tercoreng.

"Perusahaanku begitu banyak, kesibukanku mengurus segalanya pasti sangat membuatku lelah. Beberapa hari ini aku tak sempat minum vitamin C. Beginilah jadinya."

"Betul! Kau mampu urus ribuan karyawan. Sekian puluh perusahaan. Namun sayang, hanya mengurus mulut yang begitu kecilnya terlupakan. Lalu urusan apa lagi yang lebih penting dari ini."

"Demi kemaslahatan banyak orang. Aku harus berjuang memenuhi kebutuhan mereka. Perhatikan semua! Mereka punya anak isteri yang harus dinafkahi. Wajar jika kesejahteraan mereka jadi prioritas utama bagiku."

Beberapa kali dasi di lehernya hampir mencekiknya, sambil memberikan alibi sambil menarik-narik dasi. Entah disadari atau tidak.

"Anak dan isterimu? Sudahkah mereka kau nafkahi?"

Sedikit menahan napas, kepalanya sedang berputar mencari alasan yang tepat. Kali ini ia ingin tak terbantahkan. Keluarga raja segala urusan, begitu yang terlukis di kepalanya.

"Tenang, Bos! Rekening dan sekian banyak ATM telah aku bagikan pada mereka. Hingga tujuh turunan harta kekayaanku tak akan pernah habis. Jika setiap hari pun mereka berpoya-poya. Jika pun mereka keliling dunia. Mengunjungi seluruh tempat wisata dengan fasilitas megah, tak kekurangan sedikit pun."

"Oo, itukah nafkah yang paling istimewa darimu?"

"Memangnya ada nafkah lain selain itu? Bukankah semua lebih dari cukup?"

"Bolehkah aku bertanya satu hal?"

"Padahal sejak awal kau telah bertanya. Lalu apa lagi yang membuatmu tak puas mengorek keterangan. Adakah manfaatnya untuk dirimu?"

"Baiklah, setelah ini kau akan kemana?"

"Akan aku selesaikan semua urusan perusahaan. Akan aku bagi-bagikan tunjangan kesejahteraan mereka. Kemudian aku akan pelesiran keliling dunia. Banyak tempat indah yang aku belum injakkan kaki di sana."

"Setelah itu kau akan kemana?"

"Akan aku dokumentasikan seluruh perjalananku. Akan aku jadikan pengetahuan dan pelajaran bagi orang setelahku. Siapa tau aku jadi teladan bagi mereka."

"Setelah itu kau akan kemana?"

"Akan aku habiskan masa tua dengan menikmati kemegahanku bersama anak cucuku. Dan hidup bahagia."

"Hanya itu?"

"Memangnya ada yang lain yang lebih menarik?"

"Aku hanya ingin mengatakan. Kau tak akan tinggal bersama anak cucumu dan hidup bahagia. Mereka pasti sangat muak tinggal bersama orang yang sudah sangat tua. Paling-paling kau akan dilempar ke panti jompo bersama dengan komunitasmu. Ketuaanmu pasti membebani mereka."

Dan benar! Langit tak akan runtuh, malam akan terbagi dua. Tidur dan terjaga. Sendiri merana atau ditemani dalam kebersamaan yang tiada tara. Bukan dengan harta. Bukan dengan kekuasaan seluruh dunia. Tapi dengan cinta!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun