Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Pete Buttigieg Jadi Menteri, Kubu Trump Kian Meradang

25 Januari 2021   16:23 Diperbarui: 25 Januari 2021   17:20 792 13
Pasangan sesama pria  Buttigieg dan Chasten menikah 16 Juni 2018. Diberkati di Gereja Katedral Saint James Episcopal di Lafayette Boulevard. Mereka berkenalan pada 2015 melalui aplikasi kencan Hinge. Chasten yang datang pertama menemui Buttigieg dan melamarnya tiga tahun kemudian di Bandara O'Hare Chicago.

"Ia yang setia mendampingi saya dalam situasi apa pun sampai saya bisa menjadi calon menteri ini," ujar Buttigieg sambil menoleh Chasten yang duduk mengenakan masker dan mengangguk.

Video Buttigieg yang memperkenalkan pasangannya di depan senat pekan lalu menjadi viral di media sosial. Inilah sejarah baru di AS seorang LGBTQ masuk kabinet. Pengakuan ini merupakan hasil rintisan panjang, setidaknya sejak 1965. Ketika pria gay Frank Kameny dipecat sebagai astronom di kedinasan militer pada 1957.

Pemecatan Kameny atas instruksi Presiden Dwight E. Eisenhower dari partai Rupublik yang melarang gay dan lesbian bekerja di pemerintah karena dianggap sebagai ancaman nasional. Sejak itu Kameny terus mengibarkan semangat kesetaraan sebagai hak dasar sesuai deklarasi kemerdekaan AS.

Pengakuan Kameny berbuah manis ketika ia diundang ke Ruang Oval, Gedung Putih, bertemu dengan Presiden Barack Obama pada 2009. Kemey menilai pertemuan itu ibarat mengubahnya dari katak menjadi seorang pangeran.

Inilah pengakuan sesungguhnya dari kaum LGBTQ yang semula dianggap warga negara kelas dua. Kini, Mahkamah Agung memang telah melarang pemecatan seorang pegawai karena orientasi seks dan telah mengakui penikahan sejenis. Meski hingga sekarang belum terwujud undang-undang kesetaraan seperti yang diharapkan.

Kameny yang meninggal pada 2011 memang tidak sempat melihat bagaimana LGBTQ yang semulai tersisih kemudian mendapat tempat dalam masyarakat AS. Bahkan bisa menduduki puncak pemerintah. Buttigieg sendiri sebenarnya rival Biden dari Partai Demokrat dalam memperebutkan tiket sebagai calon presiden.

Kelompok garis keras yang selama ini berada di belakang Trump tentu semakin terprovokasi dengan pilihan politik Biden ini. Repubilkan atau banyak kelompok kanan jauh seperti QAnon menentang keras keberadaan LGBTQ yang dinilai sebagai ancaman anak-anak alias pedofil, musuh masyarakat, dan ancaman kesehatan masyarakat, selain tentu saja moralitas agama.

Anggota senat Partai Republik Marjorie Taylor Greene yang mengklaim diri sebagai pendukung QAnon  dari Georgia, bahkan sejak hari pertama Biden masuk Gedung Putih langsung melayangkan pemakzulan pada presiden asal Demokrat itu dengan alasan penyalahgunaan kekuasaan.

Anggota parlemen anti-LGBTQ didukung jaringannya antara lain kelompok feminis anti-transgender atau kelompok seperti QAnon tentu akan terus menghasut dan memprotes. Mereka menilai kelompok LGBTQ akan menghancurkan agama Kristen dan seluruh kehidupan masyarakat.

Majalah Time pada edisi Mei 2019 menceritakan bagaimana kelompok sayap kanan menyebutkan bahwa Buttigieg memberikan kekhawatiran sekaligus ancaman. Mengutip pemimpin evangelis Franklin Graham bahwa menjadi gay adalah sesuatu yang harus disesali, bukan sesuatu untuk dipamerkan, dipuji atau dipolitisasi.

Kelompok ini khawatir bahwa Buttigieg yang fasih dalam 7 bahasa dan pernah berdinas militer di Irak itu akan menjadi simbol kalangan milenial yang meneriakkan perubahan generasi dan akan menjadi kekuatan besar di masa datang.

Di sisi lain, pegiat HAM menilai terpilihnya Buttigieg menunjukkan bahwa pemerintahan Biden mencerminkan keberagaman dan pengalaman hidup rakyat Amerika Serikat. Terobosan baru ini memberikan corak baru dalam sejarah AS.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun