Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

"Mengunyah Luka Tak Habis-habis"

27 Agustus 2021   21:22 Diperbarui: 27 Agustus 2021   21:28 119 3
lagi, hari ini pagi saja sudah terik
angin keras membentur jendela-jendela hati
bergemuruh dada saling silang
hujan tumbuh dihati  jatuh di mata

sejenak reda, bumi berguncang
tapi kabar lebih guncangkan jiwa
tangan yang baru tumbuh kekar
belum memberi apa tapi berani mencerabut nafas yang lain

aduhai anakku,
ia mungkin seorang ayah, suami bahkan anak-anak dari orangtuanya
ia sedang bekerja menafkahi keluarga
 ia sedang mendirikan kehormatan dan kemuliaannya

tapi tanganmu nak,
luarbiasa beringas mengikuti cuaca yang sedang kacau
sampai turut  memicu terbakarnya diri itu
lalu ketika ia terkapar hangus, sesal sudah terlambat

tangan dan maumu yang bertahun diajarkan untuk ditahan atas nama empati
luruh seketika hanyut dalam gelora api sesaat yang membuat sesat
buta mata buta logika buta hati
yang ada kobaran api membakar seluruh sisi kemanusiaanmu

aduhai nak, negeri ini menangis
seperti bapak ibumu, saudara-saudaramu, guru-gurumu, lingkunganmu
merasa gagal mengasuh, membimbing dan mendidikmu
menjadi manusia yang utuh
manusia yang penuh rasa tepo seliro dan beradab

dibalik jeruji, mungkin kau dengar kabar
yang dibawa mulut-mulut yang lalu lalang
ia mati terbakar, setelah berusaha bertahan
tapi kau sudah membakar habis kemanusiaanmu dalam sekejap

maka, belajarlah untuk mati
sebelum mati sungguh menjinakkanmu dengan kasar pula
karena pengampunan itu sungguh sulit didapatkan
tapi cap didahimu pasti penuh doa buruk dan sumpah serapah
mengunyah luka tak habis-habis!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun