Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Penghargaan, Pengakuan pada Penerima dan Motivasi bagi Orang Lain

13 Agustus 2020   09:43 Diperbarui: 13 Agustus 2020   09:53 314 32
Sudah beberapa kali saya memasuki rumah orang-orang Filipina. Salah satu pemandangan umum di dinding rumah mereka adalah terpampang beberapa piagam penghargaan. Piagam penghargaan itu kepunyaan dari anggota di rumah itu.

Bentuknya berbeda-beda. Ada piagam penghargaan berupa ijazah tamat sekolah, baik itu dari universitas maupun dari sekolah menengah pertama. Karena ini, kita bisa tahu di mana pemilik rumah atau anak mereka menyelesaikan pendidikan akhir. Tentunya, jika nama universitas begitu dikenal di mata publik, keluarga pun merasa bangga dengan pencapaian itu.

Selain itu, beberapa keluarga juga menyimpan pelbagai penghargaan berupa medali. Model medalinya pelbagai macam. Ada yang terbuat dari kertas dan ada yang dari logam.

Biasanya medali itu menunjukkan bahwa anggota keluarga meraih kesuksesan dalam bidang tertentu di sekolah. Semakin banyak medali yang dikoleksi, semakin jelas jika anggota keluarga itu termasuk orang yang berprestasi di sekolah.

Ya, penganugerahan medali bagi siswa merupakan praktik yang biasa di Filipina. Hal ini sudah dibuat sejak bangku Taman Kanak-Kanak hingga Universitas. Kategorinya pun banyak.

Misalnya, ada kategori siswa yang pandai berbahasa Inggris, pandai public speaking, pandai berbahasa Tagalog, berdansa, mempunyai kepekaan di kelas, kriteria dari cabang olahraga dan lain sebagainya.

Pendeknya, pemberian medali itu tidak hanya terbatas pada kemampuan akademis yang diperlihatkan di atas kertas. Akan tetapi, itu juga bersentuhan dengan aspek mental, psikis dan spiritual seorang siswa.

Menariknya, satu orang bisa mengumpulkan lebih dari satu medali. Ini berarti yang bersangkutan dinilai pantas dari pelbagai kategori yang dinilai. Hal itu pun bukan sebuah masalah sejauh yang bersangkutan pantas dan layak menurut kategori yang dinilai itu.

Pemberian penghargaan ini menjadi motor penggerak tersendiri bagi para siswa di sekolah. Ini juga menjadi sebuah kebanggan bagi keluarga.

Tidak heran, setiap akhir semester banyak orangtua yang menunjukkan kepada publik jika anak mereka mendapat penghargaan berupa medali A, Medali B, dan seterusnya.

Pemberian penghargaan di sekolah secara tidak langsung bisa menjadi motor untuk menggerakan siswa lain untuk melakukan hal yang sama. Paling tidak, para siswa yang lain belajar dari teman-temannya yang berprestasi agar meraih hal yang sama. Jadi, pemberian medali bukan sekadar hadiah atas sebuah prestasi. Akan tetapi, itu bisa menjadi motivasi bagi siswa yang lain.

Pemberian sebuah penghargaan juga berkaitan dengan sebuah pengakuan. Pelbagai bentuk medali ataupun ijasah sebagai wajah penghargaan tidaklah bernilai. Makna di balik penghargaan itulah yang sangat bernilai.

Makna sebuah penghargaan adalah pada sebuah bentuk pengakuan. Pengakuan pada kapasitas yang ditunjukkan seseorang di sekolah. Pengakuan pada kontribusi yang telah diberikan.

Dengan kata lain, sekolah mengakui kapasitas seorang siswa tertentu, baik itu berupa kapasitas dalam hal akademis, spiritual, maupun dari aspek fisik.

Fadli Zon dan Fahrih Hamzah menjadi topik perbincangan dunia politik tanah air. Topik perbincangan ini ditenggarai oleh wacana pada keputusan pemerintah untuk menganugerahkan bintang Mahaputera Nararya.  

Ini bukan sekadar medali yang akan diberikan kepada keduanya. Akan tetapi, ini seyogianya adalah pengakuan pada kapasitas mereka sekaligus motivasi bagi orang lain untuk mengikuti jejak dari kedua politikus ini.

Pertanyaan yang paling mendasar, apakah pemberian penghargaan itu sudah tepat?

Saya sendiri sulit menjawabnya. Barangkali karena tidak berasal dari daerah pemilihan mereka atau juga kurang membaca tentang kedua sosok ini. Paling-paling, saya tahu keduanya karena suara-suara kritis mereka pada kebijakan pemerintah Jokowi.

Tidak salah bersuara kritis kepada pemerintah. Toh, ini sangat dibutuhkan agar pemerintah tidak berjalan seturut keinginan sendiri dan mengesampingkan kepentingan bersama. Agar hal itu terjadi, suara-suara kritis, terutama dari pihak oposisi sangatlah dibutuhkan.

Akan tetapi, sangat dipersoalkan jika suara-suara kritis itu tidak berbobot. Hanya bersuara kontra, tetapi bobot dari sikap kritis itu tidak mendasar dan menjawabi hal yang dikritisi.

Lantas, bagaimana kritik yang kerap dilontarkan oleh Fahri Hamzah dan Fadli Zon selama ini? Apakah menjawabi persoalan atau sekadar melemparkan suara tanpa bobot?  Setiap publik pastinya mempunyai penilaian yang berbeda-beda.

Prinsipnya, pemberian sebuah penghargaan adalah bentuk pengakuan pada kapasitas seseorang. Saat penghargaan itu berseberangan dari intensi ini, maka penghargaan itu tidak bernilai apa-apa.

Terlebih lagi, jika penghargaan itu hanya bermotif kepentingan tertentu. Dengan sendirinya, perhargaan itu tidak bernilai apa-apa. Hanya sekadar selembar kertas ataukah medali.

Selain itu, penghargaan itu seyogianya menjadi motivasi bagi yang lain untuk mengikuti jejak dari yang menerima penghargaan.

Persoalannya, saat rekam hidup dari penerima penghargaan tidak memberikan poin positif bagi masyarakat. Dengan ini, masyarakat bisa sangsi dan kurang percaya pada pemberi dan sekaligus penerima penghargaan.

Sekiranya, penghargaan yang akan dilimpahkan kepada Fahri dan Fadli adalah bentuk pengakuan pada kapasitas mereka. Juga itu menjadi motivasi bagi banyak orang untuk mengikuti jejak mereka sebagai politikus tanah air. Semoga!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun