Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Wabah Corona yang Sedang Menantang Hal-hal yang Bernilai Suci di Masyarakat

4 April 2020   09:08 Diperbarui: 4 April 2020   09:22 182 12
Tidak disangkal, virus Corona mempengaruhi pelbagai sendi kehidupan manusia. Sendi kesehatan hanyalah satu dari sekian sendi yang terkoyak di masyarakat.

Agama, budaya, ekonomi adalah beberapa sendi kehidupan yang ikut mendapat imbas dari wabah virus Corona.

Di kampung halaman saya yang masih dinyatakan negatif Corona harus merelakan pelbagai aktivitas massa yang bernuansa budaya mesti ditunda.

Padahal, konteks masyarakat kami sangat lekat dengan acara-acara budaya yang melibatkan banyak orang. Saya kira hal ini juga berlaku pada banyak tempat di Indonesia.

Di Filipina, masyarakat yang bermayoritaskan Kristen Katolik ini harus rela merayakan Paskah dari rumah. Upacara Paskah di Gereja yang biasa dibanjiri oleh banyak umat tidak akan terjadi.

Tentunya, kenyataan ini terasa asing karena kehidupan menggereja merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Hal ini bisa juga berlaku pada banyak pemilik agama lain, di mana upacara agama dibatasi karena alasan wabah Corona.

Kenyataan-kenyataan ini memang menyakitkan. Tetapi demi kepentingan dan kebaikan umum, apa yang sudah menjadi bagian dari keseharian hidup harus direlakan untu ditunda hingga situasi membaik.

Hal ini juga diamini Elizabeth Ohene, seorang mantan menteri di pemerintahan Ghana, yang menyatakan tentang dampak virus Corona bagi negara Ghana, Afrika (BBC.com 26/3/2020).

Menurutnya, negara Ghana memang akan mengalami krisis besar karena wabah virus Corona. Krisis itu bukan menyangkut persoalan kesehatan semata, tetapi lebih dari itu dampak wabah Corona pada cara hidup dalam rupa kehidupan budaya dan sosial masyarakat.

Elizabeth Ohene menyatakan kalau di Ghana ada beberapa hal yang dinilai suci di dalam kehidupan mereka dan hal itu sulit tersentuh oleh situasi apa pun. Hal-hal yang dianggap suci di mata orang Ghana adalah agama, berjabatan tangan dan pemakaman.

Sejauh ini, ketiga hal ini sangat dianjurkan untuk dihentikan praktiknya untuk sementara waktu. Pasalnya, banyak kasus penyebaran virus Corona berkaitan erat  dengan ketiga hal yang dinilai suci di mata orang Ghana.

Contohnya, berjabatan tangan. Sejak virus Corona mewabah, gesture berjabatan tangan sangat dilarang keras. Alasannya kontak fisik bisa memungkinkan penyebaran virus Corona.

Namun dalam pandangan masyarakat Ghana, menolak berjabatan tangan dengan seseorang berarti orang itu adalah musuh. Dengan dikeluarkannya aturan untuk tidak berjabatan tangan, pastinya menciptakan kesan yang berbeda.

Selain itu, hal yang menjadi tantangan serius bagi masyarakat Ghana juga adalah soal kematian. Upacara pemakaman di Ghana dirayakan dengan upacara besar.

Sejak adanya pasien yang dinyatakan positif virus Corona, pemerintah Ghana menyatakan kalau yang ada hanyalah pemakaman pribadi tanpa kehadiran banyak orang.

Persoalannya, tidak ada dalam pemahaman orang Ghana tentang pemakaman yang dirayakan dalam jumlah yang terbatas. Pemakaman seseorang selalu dipenuhi banyak orang.

Pemakaman itu sendiri memberikan banyak manfaat pada banyak sektor. Banyak usaha yang bersandar dari upacara pemakaman. Saat pemakaman dilarang, usaha-usaha itu bisa mendapat imbas besar.

Negara Ghana juga terkenal dengan praktik hidup keagamaan. Saat presiden Ghana, Nana Akufo-Addo mengumumkan tentang larangan upacara agama secara massal, hal itu menimbulkan ketidakpercayaan pada banyak tokoh agama.

Pasalnya, doa bersama dan jadwal upacara keagamaan menjadi pusat kehidupan masyarakat. Larangan untuk terlibat dalam upacara agama bisa berdampak hebat pada masyarakat.

Wabah virus Corona yang menghantam Ghana juga menghantam banyak negara. Bukan hanya kehidupan ekonomi dan sosial yang mendapat dampak dari virus ini. Bahkan wabah virus Corona juga mengancam hal-hal yang bernilai suci di mata masyarakat.

Hemat saya, situasi ini bisa membuka kesempatan untuk merenung tentang makna kesuciaan itu sendiri. Benar kalau ekspresi pada yang suci hadir lewat bahasa tubuh dan upacara tertentu. Tetapi hal-hal ini sudah terbatas saat berhadapan dengan wabah virus Corona.

Kita berhadapan dengan realitas yang berbeda karena wabah virus Corona. Di tengah realitas yang berbeda ini, kita mungkin bisa berpikir bagaimana kita membahasakan dan mengekspresikan nilai kesucian.

Secara umum, nilai kesucian itu berhubungan dengan Sang Khalik. Karenanya, segala sesuatu yang berlekatan dengan nilai suci mesti dihormati.

Di tengah wabah Corona, kita mungkin sadar kalau nilai kesucian itu tidak terbatas pada ruang tertentu (tempat Ibadan), bahasa tubuh tertentu dan upacara tertentu. Toh, tidak ada gunanya upacara keagamaan kalau cara hidup kita berseberangan dengan makna kesucian.

Dengan ini, Kita bisa mewujudnyatakan nilai kesucian itu lewat relasi harmonis di dalam keluarga dan solidaritas di antara kita satu sama lain. Tinggal di rumah dan berada bersama keluarga bisa menjadi kesempatan untuk mendekati Tuhan, sumber kesucian.

Dalam situasi seperti ini, kita juga mungkin patut berefleksi bagaimana kita telah memaknai kesucian lewat upacara-upacara agama dan budaya dan dampaknya untuk hidup harian kita.

Toh, kesucian akan bernilai saat praktik hidup merupakan cerminan langsung dari apa yang kita rayakan lewat agama dan budaya.  

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun