Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Budi Gunawan Harus Mundur!

16 Januari 2015   10:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:02 79 0
Kasus pencalonan Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan sebagai Kapolri telah menjadi topik panas. Kasus ini melibatkan presiden, DPR, KPK, dan Polri. Presiden yang mengajukan Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri, DPR yang melakukan fit and proper test, KPK yang menetapkan BG sebagai tersangka korupsi dan Polri yang mengeluarkan surat keterangan "bersih" BG. Semuanya berlangsung dalam kecepatan tinggi.

Mula-mula Komisi III DPR melakukan fit and proper test dan langsung setuju pada tanggal 14 Januari 2014. Keesokan harinya segera dilakukan sidang paripurna DPR dan juga langsung disetujui. Proses persetujuan calon Kapolri ini dilakukan oleh DPR dalam waktu 4 hari. Padahal pada saat proses calon Kapolri sebelumnya, DPR membutuhkan waktu 21 hari untuk Bambang Hendarso Danuri, 18 hari untuk Timur Pradopo, dan 28 hari untuk Sutarman (Kompas 15/1/2015).

Secara kronologismemang semuanya berlangsung secepat kilat. Tanggal 7 Januari 2015 Sekretaris Kabinet menyatakan bahwa belum ada kebutuhan mendesak untuk mengganti Kapolri karena Kapolri yang sekarang baru akan pensiun pada bulan Oktober 2015. Namun Kompolnas menyerahkan lima calon Kapolri kepada presiden dan presiden juga langsung mengirimkan nama BG ke DPR pada hari itu juga, tanggal 9 Januari 2015. Keesokan harinya, tanggal 10 Januari 2015,  muncul pernyataan dari Ketua KPK yang menyatakan presiden tidak melibatkan KPK dalam pencalonan tersebut.  Ditambah lagi dengan pernyataan dari PDI-P yang katanya menyodorkan nama BG kepada presiden. Dan "bom" meledak pada tanggal 12 Januari 2014 ketika KPK mengumumkan BG sebagai tersangka korupsi. (Kompas 14/1/2015)

DPR berkilah bahwa persetujuan itu dilakukan dengan menghormati asas praduga tak bersalah, padahal KPK sudah secara tegas menyatakan bahwa BG adalah tersangka korupsi. Padahal, KPK tidak pernah menjadikan seseorang tersangka kalau tidak memiliki bukti-bukti yang kuat. Dengan demikian, secara terang-terangan DPR telah melecehkan KPK. Dengan demikian, secara jelas terbukti bahwa DPR memang tidak mendukung pemberantasan korupsi di negeri ini. Mungkin karena masih banyak anggota DPR yang akan menjadi tersangka sehingga perlu menunjukkan kekuasaannya.

Dengan persetujuan DPR tersebut, maka kentara sekali DPR ingin membalas "dendam" kepada Jokowi. Dengan mengabaikan keputusan KPK, DPR membuat Jokowi serba salah. Kalau BG nanti dilantik akan bertentangan dengan keinginan masyarakat luas, sedangkan kalau tidak dilantik akan meningkatkan perseteruannya dengan DPR. Kalau tetap juga dilantik tetapi kemudian ditangkap oleh KPK, lalu muka Jokowi mau ditaruh dimana ? Dan apa kata dunia kalau Imdonesia mempunyai Kapolri yang jadi tersangka korupsi, seperti yang dinyatakan oleh Hamdan Zoelva, mantan ketua MK, baru-baru ini.

Sekarang kuncinya terletak di tangan BG. Apabila BG berjiwa ksatria dan menghormati presidennya, ia sebaiknya mengajukan surat pengunduran diri sebagai calon Kapolri. Dengan pengunduran dirinya tidak ada yang kehilangan "muka". DPR tidak bisa menjebak Jokowi, Jokowi juga terbebas dari "balas dendam" DPR dan KPK bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Dan rakyatpun puas, walaupun DPR yang mewakili rakyatnya justru tidak puas.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun