Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Sahabat dari Dunia Maya ke Dunia Nyata – Bagian 2

16 Desember 2012   08:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:33 213 1
Sebut saja Asti, bukan nama sebenarnya. Sahabat pria yang juga teman sekantor bernama Asn ( inisial ), mengenalkan sahabat wanitanya tersebut pada saya. Asti dan Asn bertemu di sebuah jejaring sosial bernama ICQ Chat juga. Mereka saling menyapa hampir setiap harinya, untuk kemudian bertukar cerita. Cerita harian yang selalu mengalir di kalangan anak muda, seolah tak pernah ada habisnya. Dan itu cukup berarti dalam menyemarakkan hari-hari yang dilewati..... :)

Saat berdiskusi, bertukar cerita dan melemparkan ide serta gagasan akan sesuatu hal, di sinilah antar manusia bisa mengenal satu sama lain dengan lebih baik. Berbagai informasi yang bersifat umum hingga hal-hal yang bersifat pribadi sangat mungkin tertuang di sana, hingga meski belum pernah bertemu muka, namun bisa membaca sifat dan karakter masing-masing. Sebagian memang tetap dalam koridor sahabat, sebagiannya lagi bisa lebih jauh dari itu, yang adalah jatuh hati. :)

Di sinilah rupanya Asti mulai tertarik pada kepribadian sahabat pria saya tersebut. Asn yang cukup peka telah menangkap alarm tersebut dan merasa harus membuat sebuah strategi. Agar tak sampai ada cerita duka yang dialami sahabat baiknya di dunia maya.

Ketika itu hatinya justru sedang terpaut pada seorang wanita cantik berpostur tinggi semampai bak peragawati yang bekerja sebagai IT di perusahaan lain. Asn sedang berusaha membangun komunikasi secara intens dengannya. Di kemudian hari mereka sempat ’jalan hingga beberapa tahun’. Saat itu semua orang sibuk bertanya ”Kapan undangannya nih?” Tapi apa boleh buat, karena ternyata mereka belum berjodoh. Akhirnya si wanita memutuskan menikah dengan orang lain karena suatu alasan. Dan pukulan itu hingga membuat Asn turun berat badannya hingga 6 kg!! X_X

Saya selalu tersenyum geli mengingat peristiwa itu hingga kini. Kisah anak muda...Kadang terdengar lebay.com, tapi itulah kenyataannya.

Elu gue kenalin  sama dia ya. Mungkin elu bisa coba arahkan biar dia ga terlalu banyak berharap. Gue tuh agak serba salah juga akhir-akhir ini ngobrol sama dia”.

Begitu Asn memberikan alasan kenapa saya harus mengenal Asti. Dan buat saya yang memang suka berteman banyak, apalagi dengan dengan pekerjaan rumah untuk menyelesaikan sebuah masalah hubungan antar pribadi, saya menyambut baik tawaran yang lebih mirip permintaan tolongnya.

Okeiii, mana alamat emailnya. Biar aku yang say hello deh...” jawab saya bersemangat.

Dan ternyata hari itu adalah babak awal persahabatan saya dengan Asti hingga puluhan tahun berikutnya.

Kami semua tentu bersyukur karena akhirnya apa yang dikhawatirkan Asn tidak terjadi.

Asti memang sempat menilai Asn sebagai pria misterius. Dan setelah ia menyadari bahwa tak ada yang perlu diperjuangkan dengan pria itu, ia kemudian hanya sesekali saja disapanya.Mengenai kehidupan mereka di hari-hari selanjutnya, saya seperti disuguhi drama kehidupan anak manusia yang cukup unik di mata saya.

Asti menjadi sahabat karib, lebih karena kami banyak ’nyambung’ dalam berbagai topik. Dan jujur saja, saya sangat mengagumi kecerdasannya. Jika saya boleh mengibaratkan, kecerdasan anak itu nyaris setara Habibie.

Dalam hati saya berguman ”Dunia ini aneh sekali. Asti yang segini pintar dan menarik, tapi tak cukup berarti buat sahabat saya. Dan Asti yang segini cerdas dan hebat, bisa-bisanya jatuh hati pada teman chatting yang belum pernah dikenalnya”

Mbak, aku besok libur. Bolehkah menginap di tempatmu? Nanti kubawakan kue terlezat dekat kampusku deh....” suaranya riang saat mengajak kopi darat langsung ke tempat saya sekitar 4 tahun setelah perkenalan kami di dunia maya.

Saat itu, ia sedang menyelesaikan S2-nya di Universitas Indonesia. Gelar S1 di bidang medical science ia terima dari ITB. Di kemudian hari, ia bahkan sempat mengajar di salah satu universitas ternama tersebut.

Tentu saja. Besok aku ada undangan di Bogor. Ikutan aja ya... Jadi tolong bawa baju buat kondangan” jawab saya antusias.

Hari itu menjadi pertemuan sahabat pena yang mengesankan. Kami seperti bertemu dengan sahabat lama, sehingga obrolan mengalir tanpa ada sekat di antara kami.

”As, cerpen terakhirmu itu keren banget. Aku sampai bilang sama Pwd : Gile bener nih anak, imajinasinya bagus banget. Kenapa kau ga kirim ke media aja? Iseng-iseng berhadiah deh ya...hehehehe” demikian puji saya jujur.

Asti, gadis multi talenta di mata saya. Di sela-sela kesibukannya meneliti virus-virus dan menemukan obat atas suatu penyakit, gadis berjilbab rapi itu masih sempat menulis cerpen fiksi, artikel terkait kesehatan, dan sebagainya. Ia juga hobby merancang busana, sehingga sering diminta tolong teman dan kerabat membuatkan rancangan baju pesta maupun baju pengantin.

Waktu terus berjalan...dan komunikasi kami masih terjalin meski hanya sebatas email dan telepon. Hingga tiba-tiba handphone saya berdering di sekitar Agustus 2011 lalu.

Mbak, aku mau pamit ya. Ehmm....setelah aku pikirkan masak-masak, aku mau berkarir di Belanda. Di sini profesi peneliti memang masih menduduki nomor dua setelah dokter Mbak... Aku sudah mengajukan beasiswa ke rumah sakit tempatku bekerja, tapi mereka belum juga menanggapinya. Dan setelah aku coba ajukan ke sebuah Universitas di Belanda, mereka menyambut dengan sangat baik. Sementara aku cari uang di sana dulu deh, agar aku bisa segera mewujudkan mimpiku mengajak orang tuaku pergi haji. “ sedikit panjang ia memberikan alasan rencana kepindahannya.

Ohhh...begitu ya As. Baiklah, kerjakan yang kau yakini terbaik. Kalau gitu, mampir dulu deh ke tempatku ya. Entah berapa tahun lagi nanti kita tak kan bertemu. Dimana bisa kujemput?” begitu saya menjawab, seolah cukup berat melepas kepergiannya.

Singkat cerita, kami janji bertemu di sebuah tempat makan di dekat kampus UI Salemba. Dan untuk kedua kalinya, ia menginap di tempat kami yang sederhana.

Sebelumnya, ia memang sudah beberapa kali mengikuti program pelatihan di negeri kincir angin tersebut. Dan selama itu, kami belum pernah bertemu lagi sehingga kisah perjalanan yang tertuang menjadi semakin panjang kali lebar....

Waktu aku kecil, mamaku sering minta pijit Mbak... Dan pijitanku enak loh kata Oma-Oma di Belanda. Lumayan, pas kemarin aku mijit tetangga di sana, aku dibayar masa....Sangat besar untuk ukuran mahasiswi mah. Ha ha ha...” ceritanya mengalir renyah, sehingga cukup menyemarakkan keluarga kecil kami hari itu.

Gini aja Mbak...gimana kalo aku pijit embak sambil kita bercerita. Tenang, free of charge deh. Hehehehe” sambungnya lagi.

Woowww....ini baru berita. Kapan lagi aku punya tukang pijit seorang peneliti, S2 yang otaknya hampir menyamai Pak Habibie!! Ini momen langka As, bodoh sekali kalau aku menolaknya. Haduh...dunia ini memang aneh kadang-kadang. Hehehehe” begitu saya berkelakar sambil bergegas mengambil hand body lotion dan siap menjadi pasiennya.

Aku sedang membuat penelitian pengobatan kanker tanpa kemoterapi maupun obat kimia Mbak. Jika di kemoterapi sel yang sehat pun ikut tertembak mati, dengan terapi yang kutemukan, InsyaAllah hanya akan mematikan sel kankernya saja. Dan pemerintah Belanda sudah menyetujui seluruh biaya penelitian tersebut.”

Ia membeberkan dengan rinci dengan bahasa yang disederhanakan tentu saja. Termasuk menginformasikan berapa nilai beasiswa yang diterima, berapa pajak yang dikenakan, berapa estimasi biaya hidup, dst.  Lebih dari cukup untuk hidup, sambil menyisihkan tabungan untuk orang tuanya naik haji.

Sungguh bangga saya mendengar kiprah dan keahliannya. Satu lagi prestasi seorang anak negeri yang kusaksikan di depan mataku atas kehendakNya. Bukankah ranting dan daun yang terjatuh adalah karena ijinNya? Ia menyatukan kami dalam sebuah jalinan silaturahim indah dari ujung jari, dari dunia maya.

Tak lupa, kusematkan beberapa pesan agar kelak, ia kembali pada tanah airnya untuk mengabdi.

Malam itu kami ngobrol hingga larut malam. Karena ruang dan waktu mungkin akan semakin menjauhkan kami setelah hari itu. Namun silaturahim antar sahabat yang kemudian menjadi saudara ini semoga tak kan lekang oleh waktu.

Beberapa waktu yang lalu sebuah undangan pernikahan melalui email datang kepada saya. Alhamdulillah, Asti telah menemukan pangeran berkudanya. Di negeri tempat ia melanjutkan program doktornya, ia menikah dengan seorang pria muslim asal Kanada yang berprofesi sebagai pilot sebuah pesawat komersial.

Meski berbagai alasan dan keterbatasan kami tak dapat menghadiri hari bersejarahnya, do’a-do’a terbaik kami kirimkan dengan sepenuh kekhuyukan. Semoga kebahagiaan selalu meliputinya di manapun ia berada. Semoga Allah senantiasa membimbing langkahnya. Dan ilmu yang telah diraihnya kelak kan berguna bagi nusa, bangsa dan agamanya, serta seluruh umat manusia di dunia. Semoga semangatnya dalam mengisi hari dengan terus belajar berbagai ilmu kan menulari kami semua. Untuk terus berjuang meraih janjiNya : sebuah derajat di hadapanNya kelak bagi orang-orang yang berilmu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun