Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Serunya Berburu Tanda Tangan Imam Tarawih dan Mengikuti Pesantren Kilat

19 April 2021   17:55 Diperbarui: 19 April 2021   18:33 1463 2
Sebelum berangkat ke masjid, aku menyiapkan buku Kegiatan Ramadan dan pulpen. Kulihat kakak masih bersantai di depan teve. "Duluan saja kalau mau berangkat ke masjid," ujarnya.

Favoritku adalah bagian belakang, sehingga aku bisa bersandar. Kadang-kadang aku membawa buku pelajaran bila besok harinya ada ulangan. Sambil menunggu rakaat tarawih berikutnya, aku bisa mengintip sejenak halaman buku. Masjid dekat rumah menerapkan 20 rakaat tarawih sehingga sampai rumah sekitar jam 20.15  - 20.30 WIB.

Setelah doa selesai sholat Witir dibacakan, Imam memimpin membaca niat puasa Ramadan. Aku mulai bergegas menuju tempat Imam di bagian pria. Tak hanya aku, beberapa anak seusiaku juga memiliki niat yang sama.

Ya, sampai Ramadan berakhir, Imam tarawih bak selebriti, yang dikerumuni anak-anak dan dimintai tanda tangan. Dengan sabar ia meladeni permintaan anak-anak sambil berpesan agar kami menjadi anak yang baik dan rajin belajar.

Tak sedikit juga yang melakukan aksi curang yaitu nitip tanda tangan hehehe. Biasanya Imam tertawa saja, atau kadang-kadang bertanya kenapa pemilik buku ini tak datang.

Mengisi buku Kegiatan Ramadan ini adalah aktivitas yang cukup menyibukkan. Di dalamnya juga ada kegiatan merangkum ceramah sholat Subuh dan sholat Jumat.

Tugas ini menjadi menu Ramadan sejak masih duduk di bangku SD. Untungnya sejak SMP, tidak ada lagi tugas meminta tanda tangan tarawih, paling-paling mengisi rekap sholat apakah sholat sendirian atau berjamaah.

Sebenarnya seru lho kegiatan mengumpulkan tanda tangan ini. Jika tak buru-buru, bisa-bisa Imam sudah pergi. Pernah suatu ketika yang meminta tanda tangan hanya segelintir. Oh rupanya sudah masuk seminggu sebelum lebaran sehingga jamaah sudah mulai sepi. Pastinya ada yang mulai mudik atau sibuk menyiapkan Idul Fitri.

Ada yang Kabur Saat Pesantren Kilat
Selain mengisi buku Kegiatan Ramadan, aktivitas lainnya yang khas Ramadan yaitu pesantren kilat. Sejak SD hingga duduk di bangku kuliah tahun pertama, aku mengikutinya. Kadang-kadang tak cukup sekolah yang mengadakan, masjid dekat rumah juga menyelenggarakannya. Alhasil kegiatan kami padat saat Ramadan. Padat namun juga menyenangkan.

Seingatku kami mengikuti tiga kali pesantren kilat waktu masih SD. Sejak pagi pukul 08.00 kami sudah siap di sekolah, mengikuti beragam kegiatan dari belajar membaca Al-Quran, mendengarkan cerita sejarah Islam, sholat berjamaah, berbuka puasa, ditutup tarawih bersama. Lumayan panjang juga kegiatannya.

Adik-adik yang masih kecil kadang-kadang nampak kelelahan. Tak sedikit yang terkantuk-kantuk dan menguap pada materi selesai sholat Dhuhur, ada yang jatuh tertidur juga. Aku tak ingat apakah yang duduk di bangku kelas 1 dan 2 SD wajib puasa secara penuh, atau masih diberi kelonggaran boleh puasa Bedug alias puasa setengah hari.

Saat berbuka puasa biasanya kami agak terburu-buru menyantap makanan karena antri wudhunya lumayan panjang untuk perempuan. Selesai tarawih, aku pun pulang ke rumah bersama teman-teman dengan rasa lelah.

Pada masa SMP, pesantren kilat juga diadakan. Ada beberapa momen pada masa SMP yang berkesan. Ada beberapa teman yang bosan dan malas mengikuti sampai tawarih selesai  diadakan. Akhirnya mereka kabur lewat jendela dan naik tembok yang lokasinya tak jauh dari kamar mayat sebuah rumah sakit.

SMP ku memang posisinya bersebelahan dengan rumah sakit. Ruang-ruang kelas yang ada di belakang, tak jauh dengan lokasi kamar mayat. Alhasil bila kami bersekolah, kami terus diingatkan agar fokus dan berdoa, jangan melamun, agar tak kerasukan. Dulu pernah ada cerita siswa yang masuk kelas siang mengalami kerasukan. Mendengar cerita itu, saat masuk kelas siang, aku selalu pulang cepat-cepat.

Lokasi tembok berbatasan dengan kamar mayat itu tempat favorit anak-anak kabur dan bolos dari sekolah. Untungnya tak ada cerita seram menyertai aksi kabur mereka, kecuali keesokan harinya mereka dipanggil ke ruang guru dan menerima hukuman.

Cerita yang kuingat sampai saat ini saat pesantren kilat masa SMP yakni temanku ada yang buang angin cukup keras. Sebagian jamaah perempuan tak kuat menahan tertawa dan terpingkal-pingkal. Alhasil hanya dua shaf terdepan yang berupaya kukuh bertahan menyelesaikan tarawih, Aku sendiri susah payah menahan tawa.

Masa SMA entahlah momen pesantren kilat ini kurang berkesan. Seingatku hanya diadakan dari pagi sampai sore. Tak ada tarawih bersama.

Pesantren kilat terakhir kali kurasai saat tahun pertama berkuliah. Ada dua kali pesantren kilat yang kuikuti. Yang berkesan adalah ketika aku ikut serta yang di Madura.

Kamu mengikuti beragam aktivitas selama tiga hari mengikuti pesantren kilat yang diadakan di sebuah masjid yang lumayan besar. Semua aktivitas termasuk mandi dan tidur juga di sana.

Dari pagi hingga malam kami mendapat beragam asupan materi. Pada waktu bebas kami mandi, membantu bersih-bersih masjid, membantu menyiapkan takjil, dan kadang-kadang ikut berdiri di tepi jalan mengumpulkan sumbangan masjid.

Sholat tarawihnya di masjid tersebut menganut 20 rakaat. Pada hari pertama aku bisa mengikutinya. Gerakannya begitu cepat. Bahkan lebih pas disebut kilat. Pada hari kedua aku menyerah pada rakaat kedelapan.

Rasanya seru dan senang mengikuti pesantren kilat di Madura. Pengalaman yang berkesan. Ketika kapal feri kami sudah meninggalkan Madura, aku merasa pesantren kilat ini yang terakhir kurasakan, dan ternyata benar.

Berburu tanda tangan tarawih dan pesantren kilat, paket kombo yang menyibukkan namun juga menyenangkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun