Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Dampak Covid-19 dari Sisi Psikologi

5 Agustus 2020   11:25 Diperbarui: 5 Agustus 2020   11:38 813 3

Dilansir dari WHO (World Health Organizaton), Corona Virus Disease atau biasa disebut dengan (COVID-19) merupakan virus yang baru ditemukan berasal dari Coronaviruses (CoV) dengan tipe virus corona yang terbaru yaitu di tahun 2019, virus yang menyerang infeksi saluran pernafasan dan termasuk kedalam penyakit menular. COVID-19 pertama kali terjadi di wuhan (china) lalu ke seluruh china pada Desember 2019 kemudian diekspor ke sejumlah penjuru negara di dunia yang terus berkembang dan semakin meningkat berawal dari wabah kemudian pada bulan maret WHO (World Health Organization) menaikkan status dan menetapkan sebagai pandemi (wabah yang berjangkit serempak dimana-mana, meliputi wilayah yang luas atau di seluruh dunia), pada data yang dilansir oleh COVID-19 kemkes pada 04 Agustus 2020 virus corona saat ini sudah menyebar di 215 negara, 171 negara transmisi lokal dan 2 alat angkut internasional yaitu kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama, Jepang dan kapal pesiar MS Zaandam Holland America.

Indonesia termasuk negara yang ikut terinfeksi COVID-19dengan data per 04 Agustus 2020 menurut Kemkes kasus positif COVID-19 berjumlah 115.056 orang, Sembuh (Positif COVID-19) berjumlah 72.050 orang, Meninggal (Positif COVID-19) berjumlah 5.388 orang, Dirawat (Positif COVID-19) berjumlah 37.618 orang. Namun, sebenarnya virus corona ini sudah ada sejak dulu (virus yang menginfeksi saluran pernapasan) seperti Middle East Respiratory Syndrome MERS- Related Coronavirus biasa disebut EMC/2012 (MERS-CoV) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Gejala yang terjadi hampir mirip dengan pneumonia yaitu pilek atau flu pada umumnya namun disertai batuk kering dan suhu badan yang tinggi (>38 derajat celcius) dan COVID-19 lebih mudah terpapar oleh lansia dengan memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, atau komplikasi dan seseorang dengan imunitas rendah namun untuk usia muda tidak menutup kemungkinan untuk ikut terpapar karena penyebaran utama virus COVID-19 melalui droplet kita perlu memahami dengan baik bagaimana etika batuk dan bersin yaitu dengan cara batuk atau bersin pada siku yang tertekuk. 

Untuk mengetahui positif atau negatif COVID-19 perlu mengikuti test yang bernama Rapid Test dan SWAB Test dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction), kemudian seseorang dengan Kasus Suspek, Kasus Konfirmasi (bergejala dan tidak bergejala), dan Kontak Erat, Positif Suspect COVID-19 wajib di isolasi sampai benar-benar sembuh, ketika sudah sembuh pun harus dikarantina selama 14 hari dan di test ulang jika hasilnya negatif baru bisa dipulangkan dan sampai saat ini belum ada vaksin untuk COVID-19 tetapi kita dapat mencegahnya (preventif).

Cara preventif dan meminimalisirkan penularan adalah dengan memberikan penyuluhan terhadap penyakit COVID-19 seperti apa penyebab penyakit dan bagaimana penyebarannya, sehingga cara terbaik yang dianjurkan adalah dengan menjaga kebersihan seperti mencuci tangan sesering mungkin dengan baik dan benar sesuai WHO (World Health Organization) atau menggunakan cairan alkohol 70% atau desinfektan (Hand Sanitizer), tidak menyentuh wajah/hidung, memahami etika batuk dan bersin, memakai masker saat keluar rumah, menerapkan Social Distancing, Physical Distancing dan bahkan sejumlah daerah menerapkan lockdown wilayah/local.

Dampak yang terjadi akibat COVID-19 yaitu mahalnya harga masker medis mencapai 300rb/box yang semula harga normalnya hanya 35rb/box, langkanya hand sanitizer atau alkohol 70%, sampai konsumen panic buying yang menyebabkan psikologis mereka terganggu akibat kepanikan, banyak lapangan pekerja industri yang dialihkan dirumah (WFH atau work from home), ditiadakan solat jumat diganti dengan solat zuhur kemudian dari segi pendidikan menjadi study from home atau belajar online (E-Learning) selama 14 hari yang kemudian dialihkan sampai batas yang belum ditentukan hal ini mempengaruhi sistem pembelajaran yang kurang efektif terutama pada anak yang sedang duduk dibangku Sekolah Dasar dan ditiadakannya Ujian Nasional (UN) sampai penerimaan siswa baru dengan sistem online.

Pada dasarnya anak-anak banyak menghabiskan waktu dengan keluarganya namun seiring berjalan waktu mereka memiliki aktivitas diluar rumah, contohnya sekolah sehingga waktu untuk bersama keluarga menjadi terbagi dan dengan adanya pandemi COVID-19 hampir semua sekolah menerapkan social distancing and stay at home yang berdampak meniadakan kegiatan belajar mengajar disekolah atau tidak memperlakukan tatap muka disekolah untuk mencegah pandemi COVID-19 yang kemudian digantikan dengan study from home dan guru mereka dirumah digantikan dengan orang tuanya masing-masing, guru disekolah memantau agar anak didikannya mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik dan sistem penilaian melalui media sosial WhatsApp namun tidak sedikit dari guru disekolah menggantikan tatap muka dengan memakai fitur zoom atau hangout untuk bertegur sapa dengan muridnya.

Dalam kasus COVID-19 saya ingin mengkaitkan dengan psikologi pendidikan menggunakan teori ekologi uri bronfrenbrenner karena pada teori ini berfokus pada konteks sosial dimana anak-anak hidup dan orang disekitar yang mempengaruhi mereka. Bronfenbrenner lahir di Moskow pada 29 April 1917. Ekologi adalah salah satu cabang dari ilmu biologi yang mempelajari pengaruh dari lingkungan kepada makhluk hidup. Teori ekologi bronfrenbrenner terdiri dari lima aspek/sistem lingkungan yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas. Analisa COVID-19 dalam teori ekologi bronfrenbrenner memiliki 5 aspek/sistem lingkungan, yaitu : microsystem, mesosystem, exosystem, macrosystem, dan chronosystem.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun