Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary Pilihan

Kisah Pensiunan Bulog, Idolakan Buwas dan Punya Anak Jadi Pengusaha

10 Mei 2022   13:03 Diperbarui: 10 Mei 2022   13:05 1129 4
Selepas mengabdi selama tiga puluh lima tahun di Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog),  Abdul Hadi atau biasa disapa Hadi kini mulai menikmati masa pensiunnya dengan penuh rasa syukur.


Pria kelahiran Sampang, Madura pada 1964 tersebut termasuk salah satu pegawai yang loyal dan penuh dedikasi dalam menjalankan setiap tugasnya. Hal itu dibuktikan dengan diraihnya penghargaan sebagai pegawai teladan tingkat Jawa Barat.


Bagi Abdul Hadi, HUT Bulog yang diperingati setiap tanggal 10 Mei memiliki arti tersendiri karena disanalah ia mulai meniti karir sebagai seorang pegawai dan merangkak dari bawah hingga berhasil menduduki posisi sebagai kasi Kesekretariatan Umum Dan Humas di Perum Bulog Jabar.


Meski sudah memasuki purna tugas, namun Hadi masih bersemangat menceritakan peran penting bulog dalam melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang manajemen logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi beras, serta pengendalian harga beras.


"Bulog berdiri pada 10 Mei 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Dan Sejak tahun 2003, status Bulog menjadi BUMN" ujar Hadi sambil menunjukan sejumlah foto dan arsip semasa ia berdinas.


Menurutnya menjadi pegawai pada  lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi tata niaga beras ini adalah sebuah bentuk patriotik bela negara untuk kepentingan masyarakat banyak.


Hadi mengaku belajar banyak dari perjalanan sebagai "keluarga besar Bulog Jabar" dan menimba ilmu saat pertama kali menjadi tenaga honorer lalu diangkat menjadi pegawai tetap hingga diberikan amanah sebagai Kasi Umum dan Humas meski sebelumnya jabatan tersebut enggan untuk disandangnya hingga memasuki masa pensiun.

Terbiasa Bekerja Keras

Hadi mengaku sudah terbiasa bekerja keras bahkan hidup prihatin saat berada di Sampang Madura. Hidupnya jauh dari berkecukupan, bahkan untuk makan pun kadang satu kali dalam sehari sudah tak asing lagi.


"Mungkin karena itulah, badan saya kecil tapi orang banyak termasuk pimpinan di bulog mengenal saya punya keberanian yang besar" ujarnya.


Menurutnya hal  paling menyedihkan saat masa kecil bukan hidup prihatin, namun tidak sempat mengenal wajah ibunya, karena sejak usia 2 tahun sudah ibunya telah meninggal dunia.


"Saya tak mengenal wajah ibu saya, namun saya jalani semua itu dengan tabah, dan itu mungkin yang membentuk mental untuk senantiasa tabah, bekerja keras, jujur dan amanah" ujar Hadi.


Hadi menuturkan, ada keinginan kuat untuk bisa mandiri dan lepas dari belenggu kemiskinan dan kuncinya adalah dengan pendidikan. Sehingga, saat ada tawaran kerja meski harus meninggalkan kampung halaman hal itu tak menjadi soal.


"Ada saudara yang menawari kerja untuk mengurus rumah tangga, karena ada kesempatan sekolah saya ambil kesempatan tersebut meski harus bekerja layaknya asisten rumah tangga" tegasnya.


Hadi menuturkan, menginjak Kota Bandung saat usianya 10 tahun. Tekadnya sudah bulat untuk bisa bersekolah dan setelah lulus langsung bekerja dan hidup mandiri.


"Sebelum berangkat sekolah pekerjaan rutinnya adalah menyapu, ngepel lantai dan beres -- beres rumah. Pulang sekolah, istrihat sebentar lalu setrika baju dan kembali beres -- beres rumah" ujarnya.


Baru pada malam menjelang tidur menyempatkan diri untuk mengulang pelajaran sekolah. Hal tersebut tegasnya, tak membuatnya malu bahkan semakin terpacu untuk segera menyelesaikan sekolah dengan baik.


"Hasilnya, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Menengah Atas bisa dilalui dengan lancar dan hasilnya memuaskan" ujar Hadi.


Usai dari bangku sekolah, ada dua pilihan antara melanjutkan sekolah ke jenjang universitas atau bekerja.


Meski pada saat itu ada kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas, namun tekadnya adalah segera bekerja dan hidup mandiri tak mau menjadi beban hidup siapapun.


"Saat itu, saya sempat ikut ujian masuk di Unpad, meski sebenarnya bisa mengerjakan soal yang ada, tapi saya isi asal asalan biar tak lulus. Karena memang setelah SMA ingin langsung bekerja" tegasnya.

Meniti Karir di Bulog

Selepas bangku SMA, ujarnya, dirinya mencoba peruntungannya melamar untuk bekerja ke perum bulog dan diterima sebagai tenaga honorer disana.


"Saya mengawali karir di Bulog pada tahun 1985 sebagai tenaga honorer. Status ini disandang selama 10 tahun. Baru pada tahun 1995 diangkat menjadi pegawai tetap" ujarnya.


Menurut Hadi, dalam bekerja kuncinya adalah lakukan secara maksimal dan sabar. Karena usaha tak akan menghianati hasil. Buktinya, tukas Hadi,  hasil kesabaran dan dedikasi dalam bekerja selama 10 tahun sebagai tenaga honorer akhirnya membuahkan hasil dengan diangkat menjadi pegawai tetap.

"teman kerja seangkatan banyak yang mengundurkan diri, mungkin karena tidak sabar" ujarnya.

Hadi menuturkan, usai diangkat menjadi pegawai semangat bekerjanya semakin bertambah untuk terus mengabdikan diri di Bulog dan memberikan yang terbaik serta tidak pernah menuntut jabatan.

"Saya sadar bukan sarjana, sudah diangkat jadi pegawai tetap saja sudah bersyukur" ujarnya.

Hadi sempat berseloroh kalaupun jadi staff hingga pensiun pun dirinya tak masalah karena tujuannya adalah bekerja dan hidup mandiri tidak menyusahkan siapapun.


Tapi lagi - lagi buah kesabaran, bekerja semaksimal mungkin dan jujur mengantarkan "si anak kampung" ini meraih penghargaan sebagai pegawai teladan (bahkan sampai dua kali) dan menduduki posisi penting di Bulog Jabar hingga memasuki masa purna tugas.

Membangun Sinergi Positif

Hadi menuturkan, menjaga etos kerja dan kejujuran dalam bekerja memang tidak mudah. Namun, hal itu bisa dilakukan asal ada niat dan kemauan.


"Mungkin atas dasar itulah, sejak masih jadi honor hingga pegawai Alhamdulilah selalu dipercaya oleh pimpinan untuk menjalankan sejumlah penugasan" ujarnya.


Hadi mengaku siap kerja apa saja dan selalu bersedia menjalankan tugas 24 jam jika memang diperlukan. Apalagi pos yang ditempati adalah staff umum yang harus selalu siap sedia manakala pimpinan memerlukan.


"Alhamdulilah, apa yang saya lakukan mendapat apresiasi dari pimpinan hingga dianugrahi pegawai teladan tingkat Jabar sebanyak dua kali. Terakhir saya meraihnya tahun 2018" ujarnya.


Mengabdi selama tiga puluh lima tahun, terangnya, tentu saja banyak suka dukanya, pahit manisnya menjadi bumbu dalam perjalanan meniti karir dan menjalani kehidupan bersama keluarga dan hal itu me jadi nikmat rahmat yang patut disyukuri.


"Alhamdulilah, sebelum pensiun kedua anak saya sudah menyelesaikan kuliahnya dengan nilai Cum Laude" ungkapnya.


Yang paling besar kuliah di unpad sedang adiknya memilih kuliah di unpar. Keduanya lulus tetap waktu, malah adiknya menyelesaikan studi lebih cepat hanya dalam 3,5 tahun.


"Namun keduanya tak ada yang meneruskan jejak saya jadi pegawai, mereka memiliki orentasi masing masing. Mungkin mereka melihat menjadi pegawai seperti bapaknya hidupnya pas pasan, rumah saja baru selesai cicilan tepat 1 tahun menjelang pensiun" terangnya.


Mereka, tutur Hadi, mungkin melihat karakter bapaknya yang suka bergaul dengan berbagai kalangan mulai dari birokrat, aparat penegak hukum, LSM hingga wartawan.


Selain itu, sikap mandiri tak ingin bergantung pada orang tua juga sudah terlihat dalam diri mereka sejak masih kuliah.


"Alhamdulilah, anak saya punya usaha sendiri. Dengan modal awal Rp. 4 Jutaan saat ini sudah mulai berkembang dan memiliki pegawai. Saya bersyukur, berterima kasih pada Allah, karena mereka sudah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri" tuturnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun