Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Organik Bukan Vegetarian

15 Mei 2011   13:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:39 716 0
[caption id="attachment_109721" align="aligncenter" width="604" caption="Pak Sutanto melayani pelanggan"][/caption] Udara lembab nan hangat membuatnya basah oleh keringat tetapi tidak mengurangi sedikitpun semangat dan kegigihannya bercerita satu demi satu khasiat barang-barang yang dipajang di sepanjang etalase tokonya. Pria berkulit sawo matang yang akrab dipanggil Pak Sutanto ini adalah seorang pedagang makanan organik di Pasar Sinpasa, Gading Serpong. Usianya sudah mencapai 54 tahun,namun kebiasaannya mengkonsumsi makanan yang sehat membuatnya terlihat sepuluh tahun lebih muda.

Sudah 6 tahun terakhir ini Pak Sutanto berhenti mengkonsumsi daging dan selama 9 tahun secara rutin mengkonsumsi makanan organik. ”Dulu saya adalah pemakan ayam setiap hari, mau digoreng atau digulai. Saya dulu sangat suka masakan padang, seperti gulai ayam. Tetapi dengan makanan organik ini, rasanya berbeda. Jika perut kenyang pun tidak sampai begah,” jelasnya.

Ada suatu harapan di dalam benak Pak Sutanto agar banyak orang dapat mengerti bahwa makanan organik jauh lebih baik dibandingkan makanan konvensional pada umumnya. Setidaknya itu merupakan salah satu alasan yang mendorong Pak Sutanto memilih untuk menjual produk makanan organik dibandingkan produk lainnya. Padahal modal yang dibutuhkan cukup besar, mengingat harga produk makanan organik yang cenderung lebih tinggi dibanding makanan konvensional.

Lima tahun lalu adalah pertama kali pria lulusan SMA ini memulai usahanya di Pasar Sinpasa. Semua orang tahu kalau pasar adalah tempat yang selalu ramai dikunjungi karena di sanalah orang mencari pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka. Dan Pak Sutanto cermat melihat kecenderungan itu menjadi sebuah peluang. Papan bertuliskan Organic Green Shop dengan gambar daun sebagai lambangnya dipasang sebagai titik awal permulaan tekadnya. Akan tetapi perjalanannya tentu tidak lepas dari masa-masa berat di awal ia membangun usahanya. Pada saat itu makanan organik belum punya tempat di hati masyarakat. Harganya yang relatif lebih mahal membuat orang berpikir dua kali untuk membelinya. ”Dulu saya pertama jualan, susah. Diterangin tentang makanan organik, orang tetep tidak mengerti. Kata mereka, sudah mahal, tidak enak dan tampilan sayurnya jelek, bolong-bolong. Orang yang tidak tahu akan berkata begitu. Padahal seharusnya dicoba dulu baru bisa merasakan khasiatnya. Tetapi mengajak orang untuk mencoba produk organik itu tidak gampang.” kenang pria asal Semarang ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun