Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Usamah dan Pentingnya Percaya dengan Orang Muda

3 Mei 2021   19:56 Diperbarui: 3 Mei 2021   19:56 875 20
Dulu sewaktu SD, saya pernah membaca buku tentang Usamah. Buku itu saya pinjam dari perpustakaan sekolah.

Setelah membaca kisahnya, saya merasa terinspirasi dan terus mengingatnya. Beberapa hal terasa mirip dengan hidup saya, walau tentu kadar kesulitan dan kondisinya tidak sama.

Namun, ternyata ketika saya sudah bertambah usia, kisah tentang Usamah masih melekat sampai saat ini. Walaupun, saya tahu bahwa dia tidak sebesar nama Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, hingga Khalid bin Walid.

Tetapi kisah Usamah cenderung bisa terkait dengan apa yang saya rasakan tentang kehidupan. Soal karakter, saya pikir Usamah juga masih ada di tengah, alias tidak terlalu keras juga tidak terlalu lembut.

Dia cukup taktis dan realistis. Berbeda dengan Umar yang idealis dan Khalid yang sangat berapi-api.

Selain itu, saya membaca kisah tentang Usamah juga untuk mengetahui pola pikir Nabi Muhammad saw terhadap pengemban amanah. Apakah selamanya harus menempatkan orang-orang yang berpengalaman tinggi mengemban tugas berat, atau juga berani merekrut orang-orang yang masih muda.

Menurut saya, mengetahui contoh tindakan yang dilakukan Nabi Muhammad terhadap Usamah akan menjadi landasan penting dalam menghadapi kenyataan. Maksud saya, kenyataan selalu identik dengan perjalanan waktu.

Waktu akan mengubah tatanan kehidupan dan sudut pandang. Dua hal itu kemudian selalu melibatkan orang-orang yang sesuai dengan zaman yang sedang berlangsung.

Itulah yang juga terjadi dalam penunjukan Usamah oleh Nabi Muhammad sebagai panglima perang, walau masih muda. Faktor usia yang masih muda, membuat banyak orang, termasuk yang dekat dengan Nabi Muhammad tidak setuju.

Mereka berpikir lebih baik memercayai orang yang lebih tua dari Usamah. Landasan pengalaman mungkin menjadi tolok-ukurnya.

Tetapi, Nabi Muhammad seperti melihat orang bukan hanya dengan pengalaman, melainkan potensi. Bukan hanya karena Usamah adalah putra Zaid yang merupakan sahabat Nabi Muhammad, melainkan juga adanya potensi serupa, bahwa Usamah juga punya kepribadian yang bagus.

Ketika seseorang dapat melihat itu, maka usia bukan menjadi halangan. Karena, pada akhirnya semua orang pasti akan mengawali suatu hal dengan proses belajar.

Proses belajar bisa melalui nonpraktik dan praktik. Untuk saat itu, praktik adalah hal utama, karena literasi belum sebesar sekarang.

Itulah mengapa, Usamah harus segera dipercaya untuk terjun ke medan untuk belajar sekaligus membuktikan diri terhadap potensinya. Ketidakpercayaan memang menjadi musuh utama. Tetapi, ketika ada orang yang sudah percaya dengannya, seperti Nabi Muhammad, maka kepercayaan diri harus tumbuh.

Keberangkatan Usamah ke medan perang juga sempat menjadi dilema, karena di waktu yang sama, Nabi Muhammad saw wafat. Ini yang kemudian menimbulkan adanya kesangsian kembali terhadap keputusan Usamah sebagai pemimpin pasukan.

Namun, Abu Bakar tetap teguh menjalankan amanah dari Nabi Muhammad tentang Usamah. Keputusan itu sudah tidak perlu diganggu gugat, karena kalau ada orang yang sudah berani menetapkan sesuatu, dia pasti tahu konsekuensinya.

Itu juga yang terjadi pada Nabi Muhammad berdasarkan tingginya pengetahuan yang beliau miliki. Abu Bakar yakin bahwa keputusan Nabi Muhammad bukan suatu hal yang main-main.

Setelah itu, Usamah resmi memimpin pasukan. Ia juga menapaki jejak ayahnya di medan yang sama.

Sepulang dari masa bakti yang juga bisa disebut sebagai masa pengujiannya sebagai pilihan Nabi Muhammad, ia mulai dielu-elukan oleh publik Madinah. Semua orang menjadi tahu dan percaya terhadap kualitas Usamah.

Usia pada akhirnya adalah angka, sedangkan intelijensi dan potensi bisa menembus batas-batas angka. Itu yang saya lihat dari kisah tentang Usamah.

Sebagai orang yang mempunyai rasa kurang percaya diri, apalagi kalau harus berdasarkan usia dan pengalaman, saya juga sering merasa inferior. Tetapi, di sisi lain, saya juga pernah menilai orang di bawah usia saya terkadang belum patut mengemban amanah tinggi.

Hanya saja, seiring dengan perjalanan waktu, pola pikir itu saya ubah. Bahwa, dalam menilai kemampuan orang bukan lewat usia dan status. Status yang saya maksud seperti latar belakang orang tua, asalnya di mana, dan apa yang telah dia lakukan sebelumnya.

Terkadang, yang perlu dilihat adalah apa visinya. Karena, itulah yang nantinya dapat mengarahkan kaki melangkah ke depan, bukan malah diam atau mundur.

Itulah mengapa, kalau ternyata yang mempunyai visi adalah orang muda, kenapa tidak? Itu juga yang telah kita nikmati sampai saat ini, yaitu tentang latar belakang kemerdekaan Indonesia.

Bukankah pendorongnya juga orang muda?

Maka dari itu, pemberian kepercayaan dari Nabi Muhammad saw kepada Usamah terasa perlu diteladani. Karena, itu adalah bukti bahwa kehidupan akan terus melangkah ke depan, dan itu perlu orang-orang muda.

Malang, 3 Mei 2021
Deddy Husein S.

Terkait: Kalam.sindonews.com 1, dua, tiga, Ahlulhadist.wordpress.com, Kumparan.com.
Tulisan Sebelumnya: Ketika Orang Tua Memperkenalkan Anak dengan Ibadah

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun