Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Secawan Air Suci

22 Mei 2021   19:05 Diperbarui: 22 Mei 2021   19:16 269 5
Seorang pemuda berjalan masuk melewati gerbang kampung. Ia melangkah sendiri dan diawasi oleh warga disana. Mereka mengamati pemuda itu dengan tatapan curiga.

"Dimana pemimpinmu?" tanya pemuda itu ke salah satu warga.

Orang yang ditanya membisu. Sesaat kemudian, ia pergi ke sebuah tenda kecil yang tak jauh darinya.

"Dia.. kembali." kata orang itu kepada orang di dalam tenda.

"Bawa dia kemari."

Si pemuda pun diantar masuk ke dalam tenda itu. Dia menaruh tasnya di atas tanah, melepas sebilah tombaknya dari punggungnya, lalu duduk berhadapan dengan sang pemimpin.

"Akhirnya kau pulang."

Si pemuda diam saja.

Sang pemimpin mengambil sebuah teko berisi air tebu. Lalu ia menuangkan air tebu itu ke dalam sebuah cawan dan menjulurkannya kepada si pemuda. Tapi si pemuda menggeleng.

"Apa kalian menemukan air terjun itu?" tanya sang pemimpin.

Si pemuda merogoh sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah botol.

"Ya. Berkat teman -- temanmu, aku berhasil menemukan ini."

"Syukurlah. Tapi aku lihat kau datang sendiri. Kemana mereka?"

"Mereka gugur saat mencari botol ini. Mereka telah berkorban untukku. Dan sesuai perjanjian kita dulu, aku akan membagi air dalam botol ini."

Sang pemimpin melihat si pemuda membuka tutup botol itu.

"Ambillah sebuah wadah. Akan kubagi air dalam botol ini. Sebagian untuk diriku, dan sebagian untuk kalian."

Sang pemimpin pun mengambil sebuah cawan kosong didekatnya. Lalu ia memberikan cawan itu kepada si pemuda. Lalu pemuda itu menuang botol ke atas cawan, dan memberikannya kepada sang pemimpin.

"Kau.. mencari air itu cukup lama. Apa yang terjadi selama perjalanan?" tanya sang pemimpin.

"Banyak hal terjadi. Aku bertemu dan melawan makhluk -- makhluk yang tak pernah kutemui sebelumnya. Dan aku juga bertemu dengan para pencari lain."

"Pencari lain?"

"Benar. Mereka sama dengan kita, sama -- sama menginginkan air dalam botol itu. Sampai akhirnya, mereka digagalkan takdir."

Sang pemimpin tampak berpikir, lalu bertanya.

"Lalu, kemana orang -- orang kami?"

"Seperti yang kubilang, mereka menemaniku sepanjang perjalanan mencari air ini. Namun seiring dekatnya kami dengan tujuan, satu per satu dari kami hilang. Kami saling membantu satu sama lain, tapi akhirnya orang -- orangmu terpaksa berkorban agar aku bisa menemukannya."

Lalu si pemuda merogoh sakunya lagi. Kali ini ia mengeluarkan selembar foto.

"Hanya ini yang masih bisa kuselamatkan." kata si pemuda, lalu ia memberikan foto itu kepada sang pemimpin.

"Ah.. Dia telah berkorban untuk istrinya, kelima anaknya dan kampung ini. Lagi -- lagi kami kehilangan prajurit gunung terbaik." kata sang pemimpin.

"Tapi syukurlah kau bisa kembali. Wajahmu tampak kelelahan. Istirahatlah dulu disini selama beberapa hari."

"Maaf, aku tak bisa. Aku harus melanjutkan misiku, karena misiku belum selesai."

"Kau mau kemana?"

"Aku akan pergi ke cenayang untuk mengusir makhluk api itu."

Sang pemimpin menjabat tangan si pemuda, dan memanggil salah seorang warga.

"Dia telah membantu kita menemukan ini. Tolong antar dia sampai perbatasan, karena dia ingin keluar dari gunung ini." kata sang pemimpin.

"Tak perlu. Aku akan berjalan sendiri pelan -- pelan." kata si pemuda.

Sang pemimpin melihat pemuda itu, lalu berkata.

"Baiklah. Apa kau butuh kuda?"

"Jarak dari sini ke rumah cenayang tak jauh. Aku akan berjalan kaki saja."

"Baiklah."

Lalu si pemuda pun memasang tas dan menyelempangkan tombaknya. Baru beberapa langkah ia berjalan, sang pemimpin memanggilnya.

"Hei! Terimakasih sudah berjuang demi kami!"

Lalu si pemuda melanjutkan perjalanannya ke dalam hutan dan menghilang di balik pepohonan rimbun.

"Apa dia berhasil menemukan air itu?" tanya warga kepada sang pemimpin gunung.

"Tidak. Dia sama dengan kita, susah -- susah mencari air itu, tapi pada akhirnya tak ketemu."

"Tapi aku lihat sekilas, dia membawa sebuah botol."

"Ya. Sebuah botol bening yang kosong, tak berisi apa -- apa." kata sang pemimpin, lalu tangannya mengambil cawan kecil tadi, membolak -- balik cawan itu. Tak ada air atau apapun diatasnya.

"Sepertinya pemuda itu sudah kehilangan akal sehatnya. Masa botol kosong begitu dibilang ada airnya?" kata warga itu.

"Entahlah. Mungkin saja begitu. Tapi dia sudah berjuang bersama kita."

Sang pemimpin menaruh cawan kosong itu diatas tanah, lalu menuangkan air tebu yang ada  di dalam teko ke atas cawan itu, dan ia pun menyeruputnya sampai habis.

Tamat

Cerita sebelumnya:
Sang Penunggang Ikan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun