Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Habis Gelap, terbitlah... Tik Tok

22 April 2020   17:59 Diperbarui: 22 April 2020   18:38 111 2


21 April adalah tanggal bersejarah bagi rakyat Indonesia, terkhususnya bagi kaum wanita Indonesia. Kaum yang sempat berada pada titik tak lebih dari alat produksi dan edukasi bagi anak-anak dimasa lalu. Meski, agak kasar tetapi dahulu itu jadi kenyataan. Walau agak pahit tak ada salahnya sesekali sedikit diungkit.

Sudah seratus empat puluh tujuh tahun sejak Kartini lahir. Ratusan tahun juga perjuangannya telah terbukukan, entah itu dalam majalah, surat kabar, jurnal bahkan dijadikan tema status setiap tanggal 21 April. Tanggal sakral memperingati Kartini dilahirkan.
Toh, itu juga berkat jasa dan kerja keras Puteri bangsawan yang mengangkat harkat dan martabat dari kaum perempuan terjajah dimasanya.

Sudah seratus tahun lebih juga para perempuan Indonesia getol mengkampanyekan emansipasi wanita. Mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Tuntutan mereka dari masa ke masa juga bervariasi, mulai dari kesetaraan gender, perlindungan terhadap kaum perempuan yang teraniaya sampai emansipasi yang sekarang masih dirasa kurang.

Terlepas dari segala tuntutan yang mereka kampanyekan. Ada kalanya beberapa hal dari kaum calon ibu masa depan sedikit membingungkan. Mulai dari tindak-tanduk yang aneh dalam melibatkan diri  setelah seratusan tahun Kartini dilahirkan dan menyuarakan kesetaraan gender yang dulu menjadi isu tabu bagi masyarakat feodal dan terjajah.

Seratus tahun telah berlalu. Lalu, bagaimana dengan keadaan dari titik tuntutan emansipasi perempuan saat ini? Biar saya gambarkan saja secara singkat.

Berdasarkan pengamatan dan observasi kecil-kecilan penulis, cukuplah dikatakan perempuan Indonesia sudah cukup layak menduduki tempat-tempat strategis yang sama dengan kaum prianya. Hanya sedikit keratan yang masih terlihat jelas dibeberapa sektor. Biasanya keratan itu terlihat dalam posisi perempuan di suatu agama, budaya dan kepercayaan tertentu. Bayangkan jika pria diganti tidak lagi berperan sebagai imam.

Mungkin beberapa orang berpandangan itu hal yang wajar mengingat kalau beberapa tempat dalam kesakralan dan kedudukan yang tadi disebutkan tidak cocok jika menjadikan wanita sebagai pos dan panutannya. Namun, penulis tak membahas tentang dilema yang barusan penulis sampaikan. Penulis bermaksud untuk mengirim tentang terdegradasi nya peranan wanita atau perempuan dalam mengisi dan mengembangkan diri dengan sesuatu hal yang lebih bermutu.

Maksudnya apa? Tahan dulu sebelum menanyakan dalam pikiran lalu protes menganggap bahwa penulis mengategorikan kalau tak lagi ada mutu pada kaum perempuan saat ini. Itu bukan. Penulis hanya berpikiran agak kritis dan miris melihat perkembangan teknologi membuat kaum perempuan yang derajatnya sedikit dilupakan sekarang bahkan dipandang sebelah mata oleh kaumnya sendiri. Mari kita bahas sedikit tentang itu tanpa harus mengeluarkan urat saraf saat dikritik.

Belakangan ini dunia dihebohkan dengan berkembang pesatnya platform sosial media yang kita kenal sebagai sosmed. Mulai dari Facebook, Twitter, Instagram, Youtube hingga tik tok. Sosial media kini menjadi kebutuhan primer bagi generasi millenial yang tak mau dibilang gaptek. Istilahnya tak paten lah kalau anak jaman sekarang tak punya satu atau dua akun sosmed, minimal satu akun  Facebook lah. Selain untuk sarana silaturahmi, sosial media menjadi sarana narsisme abad ini untuk mendulang popularitas di dunia yang serba maya tentunya.

Salah satu jenis platform sosmed yang banyak digandrungi kaum wanita Indonesia adalah tik-tok. Salah satu platform media sosial asal Republik Rakyat Tiongkok yang membagikan video-video singkat narsisme bagi para penggunanya. Mulai dari penonton pasif yang cuma doyan mengkreasikan komentar-komentarnya pada laman kreator yang dirasa menarik untuk dilihat dan dibagikan, hingga kreator yang berusaha keras mendulang popularitas dari unggahan mayanya meski tak bergaji.

Terlepas dari itu semua, secara konten platform media sosial ini layak. Itulah yang saya pikirkan awalnya. Sampai saya menemukan konten video yang cukup vulgar dan mengumbar aurat dari kaum hawa yang dulunya diperjuangkan Kartini untuk mendapat posisi layak dan tak cuma sekedar dijadikan alat produksi anak.

Konten-konten yang saya temukan lebih cenderung mengumbar penampilan diri dengan pakaian yang terbuka dan kekurangan bahan. Yang kadang-kadang membuat para pria normal kebanyakan berfantasi liar tentang si obyek yang direkam dan menjadi konten utamanya.

Dirasa kreativitas terlalu berlebihan bagi penduduk timur yang terkenal ketat norma dan aturan sosialnya. Sejatinya bagi wanita menjaga penampilannya adalah cara mereka untuk membuat mereka berharga.  Jika mereka berpenampilan seperti murahan maka jangan menyalahkan orang-orang akan menyebut mereka sebagai jalang murahan. Mungkin ini terdengar kasar, tetapi itu kenyataan dan hukumnya. Karena penilaian awal manusia dimulai dari penampilan dan tata busana yang mereka kenakan.

Beberapa orang mungkin menyanggah pemikiran saya. Orang-orang tertentu pasti akan berkata lantang kalau pakaian bukan cara menilai seseorang dengan layak dan harus kita melihat kepribadian dan hatinya. Itu benar, seratus persen saya setuju. Saya juga berpikir demikian pula.
Namun, bagaimana orang lain bisa menilai kepribadian dan hatinya. Jika penampilan dan tata busana yang mereka kenakan mengundang niat buruk dari orang lain. Jika saya mengatakan demikian mungkin orang-orang akan mengatakan bahwa saya adalah pria tak tahu malu yang tidak bisa menahan nafsu. Eh, tahan. Saya orang yang berpikiran terbuka dan rasional pada suatu hal seperti penilaian tentang layak tidaknya seorang wanita dikatakan seksi, manis dan cantik. Biar bagaimanapun saya lelaki setelah semua. Akan aneh jika saya menyatakan saya sama sekali tidak tertarik dengan video viral yang menyajikan wanita bergoyang manja dengan pakaian daster atau bahkan pakaian kurang bahan. Namun, akan tidak elok jika saya tidak mengatakan kalau ada banyak orang di luar sana yang tak bisa menahan nafsu dan selangkangannya.

Sebuah buah pikiran dari tokoh wanita dunia Oprah Winfrey pernah mengatakan dalam sebuah Talkshow yang dibawakannya ( sekarang menjadi acara yang mempengaruhi banyak kaum hawa di dunia dan Indonesia) bahwa dunia terlalu kejam jika hanya mengandalkan kecantikan semata. Oprah Winfrey bahkan menambahkan bahwa setiap wanita memerlukan wawasan yang luas untuk menjamin kehidupan dirinya yang layak. Seratus persen saya setuju dan sepemikiran dengan wanita ini. Karena kecantikan akan pudar saat keriput memakan usia.

Dahulu akses mungkin pendidikan sangat sulit dijangkau bagi kaum hawa Indonesia, tidak seperti sekarang. Sehingga wawasan kaum hawa hanya seputar sumur, dapur dan kasur.
Namun, berkat kerja dan usaha mereka yang telah memperjuangkan masa depan cerah bagi kaum perempuan dimasa lalu, kini akses - akses yang dulunya tertutup telah terbuka lebar. Sekarang tinggal bagaimana kaum wanita menambah nilai layak bagi diri mereka sendiri  dan orang lain nantinya tanpa harus menampilkan kreativitas berlebihan yang membuat kadung diri sendiri. Meski,  itu ( konten video) menarik tetapi tidak terlalu bermanfaat bagi diri sendiri. Yang ada beberapa wanita berpikiran kalau itu memberikan tag murahan pada kaum perempuan itu sendiri.

Terakhir, menampilkan kreativitas dan kemampuan diri pada sosial media adalah wajar. Akan sangat aneh jika kebebasan berekspresi dikekang dengan rantai tata dan norma yang ketat. Hanya perlulah kita sedikit sadari sejak dini, dimana diri ini berpijak dan berdiri. Bahkan, di negeri asal pembuat platform tik tok mereka juga telah membatasi konten-konten yang dianggap tidak baik bagi norma dan nilai dan negaranya. Jangan sampai masa depan perempuan Indonesia hanya dilebeli dengan seberapa seksi dan vulgar tarian tik tok nya. Habis gelap terbitlah...tik tok.

Masih di selamat hari Kartini wanita Indonesia. Isi waktu wanita Indonesia dengan wawasan dan kepedulian terhadap sesama.  

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun