Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Debat ala Remaja Masjid

24 Oktober 2020   12:27 Diperbarui: 24 Oktober 2020   12:40 72 5
Setelah sholat ashar aku masuk ke ruang pengurus masjid yang berukuran kurang lebih 6x2 M memanjang dengan karpet tebal 16 mm dengan sejuk udara yang dihembuskan pendingin ruangan. Semakin merasakan nikmatnya hari tanpa harus berpikir berat. Sambil bersandar menikmati cerita dalam novel aku terhanyut sampai pundak bergetar karena tangan seseorang mengagetkan ku.

Sebelumnya, Anto yang masuk ruangan dan duduk di samping ku beberapa saat setelah aku membuka handphone dan mencari bacaan via PDF. Anto duduk lalu baca Al-Quran namun saya tidak menyadari keberadaan dia di samping ku. Beberapa lembar dia baca al-quran sedang aku menatap ponsel dengan serius dan fokus baca novel.

Novel yang aku baca adalah novel best seller yang mengangkat kisah seorang yang berjuang untuk menempuh pendidikan di luar negeri sekaligus mencari jodoh idaman. Ditulis dengan gaya bahasa mudah dimengerti dan sarat dengan pesan positif.

Aku yang sedang fokus baca novel tiba-tiba paha kiri ku ditepuk teman yang di samping.

" Barusan ustadz bilang seharusnya anak muda yang tampil jadi khotib " Celetuk teman tanpa basa basi memulai obrolan.

Saya masih fokus membaca novel di layar handphone yang dipegang dan tidak merespon celetukannya. Novel yang baru dibaca beberapa bab sejak ku terima via WhatsApp langsung dari penulis nya dalam bentuk PDF. Membuat Pikiran berada pada cerita dalam novel tersebut. Hingga aku tidak menyadari ada teman di samping menepuk dan bicara dengan ku.

" Serius amat bacanya " Kali ini pundak jadi sasaran kedua tepukan dengan celetuk kalimat berbeda, seakan minta respon dariku.

" Eh iya " Spontan mulut ku bersuara tanpa melihat Anto yang sedari tadi berada di samping.

" Baca apaan sih, sampai di tepuk-tepuk diem aja, kaya baca surat cinta aja hehe " Anto memulai dengan sedikit candaan.

" Hehe.. Baca novel nih, bagus ceritanya dan banyak pesan positifnya " Jawabku, kali ini dengan menatapnya.

" Udah, berhenti dulu bacanya gampang di lanjut lagi di rumah " Pintanya. Seakan tidak tertarik dengan novel yang ku baca meski sedikit aku kasih bocoran kisahnya.

" Emang ada apa sih " Aku masih belum tau apa yang mau Anto omongin.

" Hmmm... Emang tepukan di paha ga berasa? " Belum sempat ku jawab, Anto melanjutkan ucapannya

" Ustadz bilang seharusnya anak muda yang tampil jadi khotib. Sudah saatnya yang muda maju ke depan. Siapa lagi penggantinya kalo bukan dari yang muda-muda." Anto menyampaikan apa yang dia dengar dari ustadz bakda sholat jum'at tadi . Dengan sedikit memotivasi dia berharap agar aku mau tampil jadi khotib jum'at.

" Ahh, aku belum sanggup. Lagian aku bisa apa. Ilmu ga punya. Malu sama yang berilmu. Kalaupun punya ilmu sedikit banget. Gak pantes tampil jadi khotib. Apalagi masih banyak yang senior " Aku langsung memvonis diri kalau aku tidak bisa.

" Kata Ustadz, kalau salah juga gak apa-apa yang penting rukun nya masuk dan benar. Gak akan ada yang tanya saat di mimbar. Kalo sampai ada yang bilang khutbah nya kurang bagus jawab aja nanti diperbaiki. Itu yang ustadz bilang " Dia meyakinkan ku dengan menyampaikan sama persis ucapan Ustadz.

" Gak semudah itu kali. Wajar ustadz bilang begitu karena beliau sedang memotivasi agar kita yang muda mau tampil. Tapi menurutku tetap aja ga enak kalo dipaksain apalagi minim ilmu dan banyak yang lebih mumpuni " Aku tetap pada pendirian sama seperti di awal.

" Kalau semua orang berpikiran seperti kamu. Bisa gak ada nih sholat jum'at. Gak lucu kan gara-gara gak ada khotib sholat jum'at akhirnya dibubarin " Anto memotivasi ku dengan pengandaian.

" Sholat jum'at proyeknya Allah gak mungkin sampai gak terlaksana, kalau semua jama'ah sudah hadir. Lagian mana ada semua orang pemikirannya sama dengan ku. Jama'ah pasti ada yang naik mimbar buat jadi khotib " Aku tidak mengerti dengan pengandaian yang dimaksud Anto. Pengandaian kok gak masuk akal. Batinku bergumam membantah pernyataan Anto

" Gimana sih, saya bilang kan kalau, seandainya " Anto merasa kesal, nada suaranya sedikit meninggi

" Ya udah, kamu aja yang jadi khotib. Aku masih belum bisa " Timpal ku

" Hehe.. saya juga gak mau, masih malu " Anto nyengir sambil menggaruk kepalanya, keliatan kalo kepala nya gak gatel

" Kalo semua orang pemikiran sama kaya kamu, bisa bubar tuh sholat jum'at " Aku balikin kata-kata dia

" Hehe.. " Dia nyengir lagi

"Yang paling penting kita terus belajar, insya Allah harapan Ustadz bisa kita laksanakan " Aku sok bijak. Terinspirasi dari baca novel yang sarat dengan nilai positif, hehe.

Hampir setengah jam aku dan Anto ngobrol dalam ruang sekretariat masjid. Sampai akhirnya kita berdua meninggalkan masjid dan pulang ke rumah masing-masing.

Dalam perjalanan ingatanku kembali pada perkataan Anto bahwa kita yang muda mau gak mau akan menggantikan mereka yang tua. Karena itu dari sekarang harus menyiapkan segalanya  keilmuan, keimanan, ketakwaan, dengan banyak belajar.

Perkataan Ustadz kepada Anto bukan berarti buat dia saja, tapi buat aku juga. Karena beliau adalah guru kita berdua. Seorang guru akan bangga jika binaannya bisa mempraktikkan apa yang diajarkan nya dengan penuh tanggung jawab. Kesalahan di awal dalam mempraktikkan adalah hal yang wajar karena masih tahap belajar. Yang terpenting terus belajar dan belajar.

Sampai di rumah, aku langsung kirim pesan lewat WhatsApp ke Anto. " To, besok bakda Ashar kita debat lagi yah. Tapi kamu jangan menggaruk kepala kalo gak gatel, hahaha.."

*****

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun