Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Mimpi Ekonom Besar Akan Dunia Tanpa Kemiskinan

26 Oktober 2012   06:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:23 382 1
Jakarta,AnggaBratadharma (26/10/2012)---Mimpi merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada seluruh mahkluk ciptaan-Nya. Mimpi sendiri sering menjadi awal cita-cita seseorang. Biasanya, orang bermimpi karena menginginkan sesuatu atau mengharapkan sesuatu. Sama halnya dengan salah seorang ekonom besar bernama Muhammad Yunus, yang mempunyai suatu mimpi yang besar, yaitu mimpinya akan dunia tanpa kemiskinan. Muhammad Yunus lahir di Chittagong, Bangladesh pada 28 Juni 1940. Beliau mengenyam pendidikan di Chittagong Collegiate School dan Chittagong College. Pada tahun 1969 Yunus memperoleh gelar Ph.D dibidang ekonomi di Vanderbilt University. [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Muhammad Yunus"][/caption] Yunus adalah seorang bankir, sekaligus pendiri Grameen Bank yang mengembangkan konsep kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan kelas bawah yang tidak mampu meminjam dari bank konvensional. Grameen Bank sendiri memberikan kredit kepada rakyat miskin tanpa agunan, terutama bagi kaum perempuan, sehingga mereka mampu membangun usaha kecil. Mimpi Muhammad Yunus akan dunia tanpa kemiskinan ini berawal dari masalah kemiskinan yang belum kunjung selesai hingga kini. Untuk itu, Yunus memiliki pemikiran dan mengimplementasikan pemikiran itu dengan mengembangkan bisnis dengan konsep sosial bisnis, yakni berbisnis yang memiliki manfaat dalam menyelesaikan permasalahan sosial, termasuk kemiskinan. Ditemui di Hotel Shangri La, Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2012, Muhammad Yunus tampak hadir dalam suatu kuliah umum yang diselenggarakan oleh Aqua Group. Dirinya mengisi kuliah umum dengan mengedepankan isi substansi berbisnis perlu juga berdampak positif, atau memiliki nilai dalam penyelesaian masalah sosial. Menurutnya, ketika seseorang melakukan suatu usaha atau bisnis, maka jangan hanya berorientasi kepada keuntungan semata, namun juga harus memikirkan masalah sosial. Pasalnya, banyak masyarakat yang membutuhkan pertolongan, sehingga tidak ada salahnya bisnis yang dijalankan juga bisa membantu masyarakat tersebut. Memang, pada awalnya ketika saya datang saya kurang begitu memahami apa yang dipaparkan Yunus. Maklum, saya datang cukup terlambat dan berada pada pertengahan acara. Namun, seiring waktu, saya mulai menyadari bahwa pemikiran Yunus, yang juga Peraih Nobel Perdamaian Tahun 2006 ini sangatlah jenius sekaligus rendah hati. Bila dihubungkan dengan era sekarang ini, maka sudah sangat minim perhatian orang-orang. Bahkan, hampir sulit mendapati orang baik ada, terutama di Kota Jakarta. Bayangan tentang orang di Jakarta pastilah negatif, entah itu perampok, tukang bius, penipu, dan lain-lain. Meski hal itu tidak terjadi kepada semua orang. Namun, permasalahan kemiskinan memang menjadi semakin krusial sekarang ini. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Dalam bahasa ekonomi, maka gini ratio sudah berada dilevel 0,41%, bila dibandingkan sebelum-sebelumnya yang hanya 0,31%. Gini ratio sendiri adalah skala perhitungan ketimpangan pendapatan masyarakat di Indonesia. Semakin besar angka tersebut, maka akan semakin lebar pemisah pendapatan antara si kaya dan si miskin. Artinya, kesenjangan sosial dapat muncul bila dipicu dengan menggambarkan status sosial dan pendapatan. Menurut Muhammad Yunus, yang juga pendiri Grameen Bank, konsep memutar balikan sistem bisa menjadi solusi. Ia meyakini bila sistem yang ada tidak sesuai dengan kondisi dilapangan, maka seseorang bisa saja memutarnya dan berjalan dengan sistem kebenaran. Artinya, sistem yang dijalankan memang memiliki nilai positif bagi dirinya dan orang lain. Untuk industri perbankan sendiri, Muhammad Yunus mempunyai konsep pengembangan kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan kelas bawah yang tidak mampu meminjam dari bank konvensional. Konsep ini kemudian identik dengan Grameen Bank yang beliau dirikan di Bangladesh pada tahun 1976 Hal ini tentu luar biasa mengingat industri perbankan di Indonesia justru mempunyai besaran bunga yang lebih besar untuk sektor mikro bila dibandingkan dengan sektor korporasi. Bila korporasi hanya sekitar 9%, maka besaran bunga mikro bisa dua kali hingga tiga kali lipatnya, atau sekitar 25%. Bahkan, banyak pengamat yang menilai bahwa perbankan tanah air kurang berpihak kepada pengusaha UKM. Sebut saja salah satu Pengamat ekonomi A.Prasetyantoko, yang pernah penulis ajak mengobrol tentang peranan perbankan dalam memajukan sektor UKM (Usaha Kecil dan Menengah). Dirinya melihat bahwa perbankan di Indonesia belum terlalu berpihak kepada pelaku UKM. Padahal, dengan pengembangan sektor UKM di Indonesia, maka akan memicu pengurangan angka kemiskinan. Bahkan, bisa meningkatkan daya saing, dan secara signifikan bisa berdampak kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akan tetapi, sektor UKM dan UMKM sepertinya akan terus diabaikan. Bisa dikatakan, sektor itu dibutuhkan pada saat krisis, dan dilupakan pada saat tidak krisis. Lebih dari itu, mimpi Muhammad Yunus untuk memasukan kemiskinan ke museum sepertinya masih harus ditunda di Indonesia. Soalnya, mimpi dunia tanpa kemiskinan masih harus dalam mimpi dulu untuk sementara waktu ini. Tetapi, bukan berarti hal itu hanya dalam mimpi. Bila kita bersatu, maka hal itu tidak hanya sebuah mimpi, tapi kenyataan yang diwujudkan dengan diawali dari sebuah mimpi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun