Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Kopi Tubruk Ono Pembuka Rahasia Ayah Felix (True Story) (I)

9 Oktober 2020   09:52 Diperbarui: 9 Oktober 2020   20:25 116 14
"Ini Kopi wamena kiriman paman kemarin ya?" tanya Ayah sambil menyeruput kopi tubruk bikinanku. Sambil tangan kirinya mengusap rambut kritingnya. Gerakannya khas, kalau sedang senang.

Aku menganggukkan kepala, hendak melangkahkan kaki keluar, main dengan teman-teman rencanaku.

"Mau ke mana kamu Ono?" tanya Ayah lembut, santai berbeda dengan gaya orang Indonesia timur yang bergegas. Seperti dihipnotis
Aku duduk menuruti perintah matanya.

"Kamu sudah balek, sudah kelas lima. Salah kalau ayah tidak bicara sebenarnya. Intinya Ayah sayang sekali sama kamu Nak, tapi Ayah harus buka rahasia ini. Demi kebaikanmu. Kamu siap?" tanya Ayah menyelidik menatap mataku dalam-dalam.

Aku hanya menelan ludah. Tertegun mencoba menerka arah bicara Ayah. kalau sudah begini aku hanya bisa mengelus rambut lurusku, mirip kebiasaan orang yang paling kuhormati.

Ayah menyeruput kopinya sampai hampir habis. Beliau penikmat kopi, biasanya berlama-lama, tidak cepat menenggak habis. Rupanya percakapan penting ini membuat pria tegar ini, haus batin.
 
Ruang tengah rumah kami yang demikian luas, pelan-pelan menyempit, kami begitu fokusnya. Intim. Tali rasa kami, selaku Ayah dan anak bergetar keras, tidak seperti biasanya.

"Ono, setelah Ayah bicara apa adanya, Ayah iklas, bila akhirnya kamu masih sayang atau tidak. Ini pilihan hidup, Ayah tidak bisa menyimpan rahasiamu terlalu lama. Sebagai laki-laki kita harus bertanggung jawab dan menanggung resiko." Urai Ayah tegar.

"Maksud Ayah, Ono ada salah?" tanyaku menahan rasa. Aku tidak suka percakapan yang melelahkan jiwa begini.

"Tidak, Ayah meluruskan sejarah saja. Ono, anakku... sebenarnya Aku bukan ayah kandungmu.." papar Ayah dengan mata berkaca-kaca, belum pernah aku melihat ayah begitu penuh perasaan. Seperti ada bunyi petir menggelegar, meledak di tengah ruang rumah kami. Aku gugup. Spontan kupegang gelas kopi Ayah dan kuminum.

Tawa Ayah meledak, melihat tingkahku yang seperti komika pelawak tiba-tiba. Melihat Ayah tertawa. Aku pun ikut tertawa getir. Suasana berubah cair, walau kemudian Ayah menyampaikan berita kebenaran tentang jati diriku sebenarnya.

Menurut Ayah, ayah kandungku adalah Rumedjo, asal Kebumen, sekarang beliau di rawat di Rumah Sakit Kusta Sitanala. Dulu, Ayah mengambilku dari pak Rumedjo saat Rumah Sakit itu masih di Lenteng Agung, di jaman Belanda.

Aturan dokter-dokter Belanda itu tegas dan keras. Ibuku Ruminem juga penderita kusta. Anak dari orang tua penderita, harus dibesarkan, terpisah dari kedua orang tuanya, agar tidak tertular kusta.

Begitulah Ayahku Felix yang bersahabat dengan Pak Rumedjo, akhirnya membuat kesepakatan mengangkat anak. Cuma karena aku sudah akil balik Ayah harus membuka semuanya.

"Ono, rumah besar ini milikmu nantinya, Ayah Felix ini juga tetap Ayahmu. Kamu siap bertemu Ayahmu di Rumah Sakit Kusta?" tanya Ayah sambil menghabiskan sisa kopi. Kali ini ampasnya pun beliau telan. Pahit pasti.

Kejujuran betapapun pahitnya, harus disampaikan, begitu mungkin pesan yang tak terkatakan ayah.

"Kapan kamu siap bertemu Ayah kandungmu?" tanya pungkas beliau.

Lagi-lagi aku tersedak di dalam dada.sulit bernafas. Aku tak bisa berpikir.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun