Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humor Pilihan

Kompasiana Akan Mendapat Nobel

30 Oktober 2022   05:30 Diperbarui: 30 Oktober 2022   06:23 301 51


Benar, Kompasiana akan mendapat Penghargaan Nobel? Ya. Ini terkait misi mulia yang diemban Kompasiana.

Apakah ini akan merisak Admin? Nggaklah.

Soal risak-merisak Admin biar itu menjadi tupoksi Engkong Felix. Kita hanya berharap para admin diberi kesabaran yang luar biasa. Biar Tuhan saja yang membalas kelakuan Engkong Felix.

Saya akan membela Admin atas risakan Engkong Felix. Ini terkait juga salah satu artikel Engkong Felix. Di dalam artikel itu Engkong mempertanyakan, kenapa ada artikel -- terutama artikel fiksi -- di-AU-kan saat tengah malam.

Siapa yang akan membacanya? "Hanya para hantu yang keluar tengah malam," tulis Engkong lagi, setengah mengejek.

Sekali ini Engkong Felix tidak akurat. Tidak cek dan ricek kepada para hantu itu. Entah kenapa sejak jarang mendapat k-rewards, intuisi Engkong Felix mendadak tumpul.

Namun, bukankah benar apa yang ditulis Engkong Felix, siapa yang membaca Kompasiana saat tengah malam? Hantu and the gangs?

Sebagian benar. Tapi ada misi rahasia di balik itu.

Ya, misi rahasia. Memang tujuan Kompasiana meng-AU-kan artikel fiksi saat tengah malam agar dibaca para hantu itu.

Seperti kita ketahui para hantu itu,  seperti drakula, kuntilanak, genderuwo, pocong, leak, dan kawan-kawannya itu, selalu kerja shift malam. Ini yang dibidik Kompasiana.

Tapi bukankah ada juga pocong di siang hari? Itu namanya ngeprank, Beib.

Lho, ini mau membela atau ikut-ikutan merisak Admin?

Sabar, sabar ...! Jangan cabut golok dulu. Dengar penjelasan saya dulu.

Sebelum itu, mari kita mundur ke belakang sejenak.

Masih ingat Kisah 1001 Malam?

Kata yang empunya cerita, kisah itu tercipta awalnya tentang Raja Syahriar yang kejam. Ia selalu memperisteri seorang perempuan setiap malam, dan esoknya si perempuan dihukum mati.

Kekejamannya ini sebagai pelampiasan rasa kecewanya karena isterinya yang tak setia. Dan ia membalas dendam dengan cara demikian.

Lama-kelamaan bisa habis perempuan di negeri itu.

Tersebutlah Syahrazad, perempuan cantik putri seorang wazir (penasihat raja). Ia mengajukan diri untuk diperisteri sang Raja Syahriar. Tentu si Ayah terkejut. "Saya punya cara untuk menaklukkan sang Raja," Syahrazad meyakinkan ayahnya.

Singkat cerita, Syahrazad diperisteri sang Raja. Keesokan harinya saat akan dihukum mati, Syahrazad meminta satu permintaan, agar ia diizinkan bercerita.

Raja Syahriar memenuhi permintaan Syahrazad.

Berceritalah Syahrazad. Dan sang Raja tertarik. Selain Syahrazad pandai bercerita, cerita itu dibuat menggantung. Raja Syahriar penasaran, ingin tahu lanjutan ceritanya.

Itu terjadi tiap malam. Dan ini membuat pelaksanaan hukuman mati selalu ditunda. Konon sampai 1000 malam. Saat malam ke-1001 Syahrazad kehabisan cerita. Ia sudah pasrah kalau akan dihukum mati.

Tapi apa yang terjadi? Raja Syahriar menjadi lunak hatinya. Ia merasa tersentuh dengan cerita-cerita Syahrazad, menyadari apa yang ia lakukan selama ini. Syahrazad sendiri tak jadi dihukum mati. Bahkan ia dijadikan permaisuri.

Bayangkan! Seorang raja yang kejam, hatinya bisa menjadi lembut bila dibacakan karya-karya sastra.

Ini pula (mungkin) yang menginspirasi Kompasiana, kenapa artikel-artikel fiksi sering di-AU-kan saat tengah malam. Berharap para hantu itu membaca kanal fiksiana Kompasiana. Harapan selanjutnya, hati para hantu itu menjadi lembut, dan tidak menakut-nakuti lagi orang-orang yang lewat.

Dan orang-orang tidak takut lagi berjalan ke tempat-tempat yang angker saat tengah malam. Bukankah hantu-hantu itu sudah lembut hatinya, berkat puisi-puisi dan cerpen-cerpen di Kompasiana?

Kalau sudah begini tentu sangatlah pantas hadiah Nobel diberikan kepada Kompasiana. Ini lebih dahsyat daripada perdamaian Arab-Israel.

Nah, mulai sekarang para kompasianer jangan takut saat tengah malam berjalan dekat kuburan atau tempat-tempat yang seram. Kalau masih ada kuntilanak yang mengganggu, atau drakula yang akan mencumbu lehermu, buka Kompasiana. Cari kanal Fiksiana.

Baca keras-keras puisi atau cerpennya (saya izinkan kalau mau membaca puisi saya; awas, jangan baca puisi Engkong). Dijamin para hantu itu akan terharu, dan tak jadi mengganggumu.

Bagaimana kalau tak ada jaringan internet? Paket data habis? Atau baterai ngedrop?

Nasib kaulah itu.

Dirgahayu Kompasiana.

***

Lebakwana, Oktober 2022






KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun