Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Situ Lengkong Panjalu

6 Januari 2010   09:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:36 871 0

Tulisan sebelumnya..

 

Setelah puas bercengkrama dengan berbagai macam asinnya air laut dari selatan, dan melakukan perjalanan yang cukup melelahkan, tak terasa kulitkupun mulai terlihat hitam walau tak sampai legam terbakar matahari. Terlihat sudah guratan-guratan dari putihnya kulitku ke hitam-hitamnya kulitku...ooo-eeem-jiii. Biarlah, hitam-hitam kereta api, biar hitam masih banyak yang mencari (nagih hutang) hahahaa..!!

Setiba di kota asal, kamipun langsung beristirahat total seharian. Sekedar melepas penat di setiap garis urat saraf, kami pun memutuskan untuk memanggil tukang pijat. "heh, tunggu dulu.!! tukang pijat disini adalah tukang pijat biasa, dan bukan pijat++ lho.??, kalau yang begituan sih, bisa-bisa tambah cape.!!" dan maaf yaa..untuk yang satu ini foto tak bisa kutampilkan. "Malu ahh.. keliatan dada ku yang berbulu, nanti bisa-bisa pak kate, kang hadi dan kang ibeng naksir dech.!! ihh, emang kita cowok afa’aan.??" kalau mariska, inge atau gendis yang naksir sih, masih mending, plis dech.

 

Ciamis, 29-des,2009

Perjalanan tetap dilanjutkan. Namun kali ini, perjalanan sengaja kami balik menjadi 180derajat. Kali ini perjalanan menuju arah utara kota ciamis. Sebenarnya tujuan kami atau lebih tepatnya aku, adalah untuk sowan ke eyang (sunda=karuhun/bubuyut) atau nenek moyang dari penulis.

Persemayaman eyang berjarak ± 40 km ke arah utara dari ciamis, dan akan menghabiskan waktu ± 1-2 jam perjalanan darat. Eyang disemayamkan di sebuah bukit/pulau kecil di tengah-tengah danau (seperti pulau samosir dan danau tobanya). Namun, yang membedakan disini adalah terdapatnya ratusan bahkan  ribuan kelelawar yang tak terlihat lelah terus berputar mengitari pulau, seolah menjadi para pengawal-pengawal pulau.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun