Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Pena Hati di Bawah Purnama

5 Agustus 2020   12:43 Diperbarui: 5 Agustus 2020   12:45 91 6
CATATAN TEPI - PENA HATI DIBAWAH PURNAMA

Semua perabotan telah terikat. Satu demi satu dikumpulkan diruang tengah agar mudah diangkat. Dua hari lagi kami akan berpindah rumah  ketempat yang bapak belum menceritakannya  kepada kami.

"Kita akan pindah ke rumah dinas, ibu sudah lihat  kesana, tempat baru, rumah baru, di atas tanah yang masih merah!" hanya itu yang ibu beri tahu pada kami.

Dua hari menjelang kepindahan kami, saya sering termenung di pinggir-pinggir empang belakang rumah, mendengarkan suara nyanyian bebek petelur yang dilepas pemiliknya. Suara 'gusah' penggembala terdengar nyaring saat ribuan bebek ada yang keluar dari kumpulannya.  Bebek-bebek itu sibuk makan diladang basah dan beberapa ekor meninggalkan telurnya ditengah kerumunan. Satu dua orang mendekati bebek-bebek itu untuk mengambil telur yang tergeletak begitu saja.

"Bang..boleh saya minta telurnya satu saja?" pinta saya kepada penggembala

"Untuk apa?"

"Besok hari terakhir saya dikampung ini, bapak mengajak pindah ke tempat lain," sahut saya dan telur yang masih hangatpun berpindah dari keranjang ke tangan saya.

Dipagi hari saatnya kepindahan  tiba  beberapa penduduk kampung menaikan barang dan perabotan keatas truk hijau yang besar beratap terpal. Truk buatan Rusia menggerung mengepulkan asap dari knalpotnya yang berada di atas kap pengemudi. Ada rasa sedih ketika meninggalkan rumah lama kami sehingga pelukan dari tetangga yang tak sempat ikut mengantar ke tempat baru menyisakan tangis pada Ibu dan mereka yang merasa kehilangan.

"Jaga anak-anak dan keluarga ya mbakyu!" hanya itu yang teringat pesan dari Bu Poniman  pada Ibu yang tubuhnya terguncang oleh isak tangis. Truk bergerak menuju jalan raya dan kami tak bisa melihat apa apa karena truk tertutup terpal hijau disisi kiri dan kanan. Hanya pandangan ke belakang yang nampak meninggalkan sinema hidup jarak demi jarak hingga membuat kampung Kebantenan menjadi semakin mengecil dari Pandangan.

Truk tiba di tempat bernama Cilandak. Barisan rumah yang baru dibangun  berjajar rapi dan sebagian calon penghuninya belum lagi tiba. Kami satu demi satu turun untuk menggiring truk berjalan mundur ke depan rumah bernomor tiga puluh lima dan berhenti pada rumah berdinding batako putih yang berdiri diatas tanah seratus lima puluhan meter persegi .

Saya berlari kebelakang rumah, menemui batas tembok dan tak menjumpai  empang, kolam, ladang atau apapun. Hanya tanah kosong beranda belakang yang berbatasan dengan rumah lain. Dipojok tanah berdiri kokoh pohon pinang dan jambu batu yang tak sempat ditebang.

 "Selamat datang mbakyu..semoga betah disini ya!!" sambutan hangat kami terima dari satu dua tetangga yang datang menghampiri.

Saya tak mengingat satu demi satu teman kecil yang mengantar tetapi hanya Asep tetangga depan rumah yang saat itu saya ingat mengantar dan merasa kehilangan. Salaman terakhir kami begitu erat saat truk perlahan meninggalkan rumah baru kami usai pesta kecil diselenggarakan.

Menjelang Isya, usai membantu merapikan beberapa barang pindahan kedalam kamar saya memanjat lewat dahan pohon jambu batu kesisi atap rumah yang terbuat dari lembaran seng yang teramat tebal sehingga diinjak sekuat apapun tak  ada lekukan yang dibuat oleh jejak kaki. Saya menggelar sarung lalu merebahkan diri menyendiri menatap langit.

Langit Cilandak kala itu begitu bersih, bulan sedang bulat sempurna, sinar peraknya memantul di permukaan lembaran atap seng yang terlihat baru. Markas Korps Komando Operasi atau KKO yang baru saat itu nampak masih sunyi, penghuni-penghuni baru perlahan mulai mendatangi rumah-rumah mereka.

Dari tiga puluh ribu pasukan yang menyematkan lambang pasukan khusus KKO angkatan laut tersebut perlahan telah diciutkan menjadi lima ribu personnel saja untuk kelak kemudian merubah diri menjadi pasukan Korps Marinir.

Bapak telah terpilih diantaranya untuk menempati markas baru tersebut. Keloyalan mereka terhadap Revolusi Dwikora dan Trikora Presiden Sukarno telah menempatkan posisi yang sulit bagi KKO ketika pemerintahan Orde baru lahir. Sikap curiga dari pemerintah baru yang berbeda orientasi dari Ofensive ke Defensive telah menimbulkan sikap saling curiga diantara angkatan bersenjata seusai pengkhianatan Partai Komunis Indonesia.

Sejarah satu demi satu tertulis dikepala saya yang masih tak tahu apa-apa dan hanya menguping cerita demi cerita, dan ditepi atap seng kokoh itu saya sering merenungi perjalanan hidup bapak, ibu, kami sekeluarga serta sejarah hidup lainnya.

Saya memulai menulisnya dalam hati dan kelak menyebutnya CATATAN TEPI.

-From the desk of Aryadi Noersaid-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun