Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Barang Murahan untuk Ibuku

28 Juli 2021   12:07 Diperbarui: 29 Juli 2021   21:41 178 3


"Bang, Ibuku nggak sekalian dibelikan?" tanyaku ketika Bang Fadli, suamiku, sudah mau melakukan pembayaran di kasir.


Aku baru saja menemaninya memilih seperangkat pakaian muslimah untuk ibu mertuaku. Lumayan besar nilai belanja itu. Kulihat dari label harga, total satu juta lebih nilai belanja yang akan dibayar Bang Fadli di kasir.


Tak heran semahal itu, sebab ini butik muslimah berkelas milik seorang ustad kondang. Hanya satu gamis dan beberapa potong jilbab saja tadi yang kupilihkan, nilainya sudah sebesar itu.


Bang Fadli terdiam sejenak. Permintaanku sepertinya membuat ia berpikir dan ragu. Ia tatap aku sejenak, tapi kemudian meneruskan langkah ke kasir untuk melakukan pembayaran.


"Bang, beliin buat Ibuku juga, dong," pintaku lagi ketika kami sudah meninggalkan kasir dan berjalan menuju parkiran.


"Iya, buat Ibumu jangan beli di sini lah. Terlalu mahal," ucapnya sambil terus berjalan.


Kami pun meninggalkan muslimah shop mewah itu.


Sepanjang jalan, aku berfikir Bang Fadli mungkin akan mengajakku ke toko muslimah lain yang harganya lebih murah tapi kualitas barang yang dijual tak jauh beda dibanding butik tadi. Tapi ternyata aku keliru. Kami rupanya menuju pasar tradisional. Terus masuk ke lorong yang dipenuhi lapak kaki lima.


"Nah, beli di sini aja, Sis. Tuh, banyak di sana. Ayo kita pilih-pilih," ujarnya sambil menunjuk lapak-lapak pakaian perempuan yang sedang sepi pengunjung.


"Astaghfirullaah..." Ternyata Ibuku mau dibelikan barang kaki lima murahan yang dijual di emper--emper pasar tradisional.


Meski kesal, aku iringi langkah Bang Fadli.


Tiba di salah satu lapak, dia langsung memilih-milih. Aku hanya memperhatikan.


Rupanya dia juga memngambil satu gamis dan beberapa jilbab. Jumlah dan itemnya persis seperti belanja untuk ibunya tadi.


Ia juga memilih warna yang persis sama. Ukurannya pun dia ambil sama dengan ukuran ibunya. Postur Ibu dan mertuaku memang hampir sama.


Tanpa menawar, Bang Fadli langsung membayar. Total belanja seratus lima puluh ribu. Penjualnya memasukkan barang ke kresek belang hitam putih lalu menyodorkannya ke tangan Bang Fadli.


Setelah menerimanya, Bang Fadli langsung menyerahkannya kepadaku.


"Nih, Sis... simpan. Minggu depan kita kasih ke Ibumu."


Kuambil kresek itu dengan merenggutkannya agak kasar. Aku benar-benar sebal. Segitunya Bang Fadli membeda-bedakan ibu dan mertuanya. Hatiku geram, tapi apa boleh buat, aku tahan saja. Jika protes, takut nanti diomeli, dibilang istri yang tak pandai bersukur dan tak tahu terimakasih.


*****


Aku tak tega menyerahkan barang-barang murahan itu untuk Ibu. Tapi, di sisi lain, aku juga bingung kalau nanti Bang Fadli menanyakannya.


Akhirnya, diam-diam, aku pergi sendiri ke butik. Membeli barang-barang persis seperti yang dibelikan Bang Fadli untuk Ibunya. Budget untuk belanja skincare bulan ini terpaksa kukorbankan.


Sedangkan barang lapak kaki lima, ku kasih ke Marni, tetangga sebelah. Seorang janda beranak dua yang bekerja sebagai buruh cuci.


Hari minggu kami mengunjungi Ibuku. Sebelum berangkat, Bang Fadli mengingatkan aku untuk tidak lupa membawa kresek berisi belanjaan dari kaki lima minggu lalu.


"Sudah kubawa nih, Bang," jawabku sinis.


Semua label dan kemasan butik sudah kubuang dan barang kumasukkan ke kresek belang hitam putih dari kaki lima.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun